09 June 2015

Shalat Berjamaah dan Pembentukan Kepribadian

Shalat Berjamaah dan Pembentukan Kepribadian
Shalat berjamaah pada dasarnya merupakan syiar kebesaran Islam dan sarana untuk menunjukkan kepada orang-orang non muslim bahwa Islam itu besar dan agung. Seseorang yang telah memiliki akidah yang kuat tentu akan terbina karakter pribadinya yakni dengan mengerjakan shalat berjamaah sebagai bagian dari syiar Islam. Dengan rutin dan mengerjakan shalat berjamaah diharapkan akan tumbuh suatu sikap keteguhan dalam berusaha, disiplin dalam bekerja dan sebagainya.

Adapun kepribadian yang akan tumbuh dalam pribadi umat Islam dengan mengerjakan shalat berjamaah adalah:
1.      Tertanamnya Kesadaran Bekerja dan Berusaha
Kesadaran bekerja dan berusaha dalam diri manusia memang sudah menjadi fitrahnya untuk memenuhi dan menjamin kehidupannya di dunia maupun meningkatkan amal shaleh untuk berbakti kepada Allah SWT. Karena kesadaran yang demikian akan memperoleh ganjaran pahala di akhirat nanti. Oleh karena itu kaitan kedisiplinan anak dalam kesadaran bekerja dan berusaha semakin tumbuh dikarenakan pengaruh dari seringnya kedua orang tua si anak tersebut mendirikan shalat berjamaah di dalam rumah tangga.
Dalam kesempatan yang demikian, biasanya orang tua si anak selesai mendirikan shalat berjamaah menyampaikan berupa nasehat-nasehat khusus mengenai kehidupan di dunia ini dan bagaimana memperolah kehidupan yang hakiki di akhirat nanti. Dalam upaya mencari kehidupan yang layak di dunia ini manusia wajib bekerja dan berusaha keras dengan berbagai pekerjaan yang halal untuk memperoleh rezeki, sehingga memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, Allah tidak akan merubah nasib sesuatu kaum apabila mereka tidak merubahnya, menyangkut dengan ini Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an sebagai berikut
ان الله لايغير ما بقوم حيى يغير ما بانفسهم ...  (الرعد: ۱۱)
Artinya  : ...Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka (sendiri) akan merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.(QS. Ar-Ra’du: 11)[1]
Ayat di atas jelas menegaskan bahwa keadaan perkembangan hidup sesuatu kaum/bangsa maupun individu (pribadi) sangatlah bergantung pada usaha mereka sendiri, artinya mau berbuat, bekerja, berusaha dengan segala daya upaya agar selalu menyerahkan diri kepada Allah.
Sebenarnya sikap kemalasan adalah suatu sifat sangat tidak disenangi Allah. Rasulullah SAW dan masyarakat sekalipun, sehingga dalam Islam selalu diperingatkan kepada umatnya agar berusaha dan bekerja keras untuk mendapatkam rezeki, menganggur atau lalai dalam melaksanakan tugas, terutama tugas ibadah berbakti kepada Yang Maha Kuasa, maksudnya manusia berbakti untuk mencari rezeki, sebagaimana firman Allah yang berbunyi, yaitu sebagai berikut :
فاذا قضيت الصلوة فانتشروا فى الارض وبتغوا من فضل الله واذكروا الله كثيرا لعلكم تفلحون. (الجمعة:  ۱۰)
Artinya  : Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, carilah karunia Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung. (QS. Jumu’ah: 10)[2]
Dengan demikian manusia haruslah giat berusaha (tidak boleh malas) untuk memperoleh berbagai kebutuhan hidup (harta). Karena dengan adanya harta benda atau kekayaan manusia dapat menuju kepada kebaikan, ketentraman hidup dan kesanggupan untuk mempunyai rumah tangga. Mustafa As-Siba’i menyebutkan:
Dan oleh sebab harta benda itu merupakan alat (perantara) untuk menuju kepada kebaikan dan guna mempermudah kemanfaatn-kemanfaatan seluruh manusia maka sudah sewajarnyalah apabila manusia berusaha dengan kuat mencari dan menghasilkannya. Tidak seorangpun yang boleh mengemukakan alasan untuk tidak bekerja, sekalipun dengan hujjah bahwa Allah telah menetapkan ia sebagai orang yang kafir dan miskin, atau bahwa ia memang tidak ada nasib baik dalam hidupnya...[3]

Berdasarkan kutipan di atas dapatlah dijabarkan, bahwa manusia wajib bekerja dan berusaha dengan segala kemampuan untuk memperoleh hasil yang maksimal. Karena dengan berusaha manusia dapat merubah nasib dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada atau berkecukupan dalam hidup.
2.      Terwujudnya Sikap Jujur dan Adil
Islam adalah agama universal yang dapat mengatur segala aspek hidup dan kehidupan umat manusia, baik mengatur hubungan dengan Allah SWT, hubungan sesama manusia dengan alam sekitarnya. Menjaga hubungan baik antara sesama umat manusia merupakan anjuran yang harus dilaksanakan oleh setiap pribadi muslim. Terutama sikap jujur dan berlaku adil, karena kedua sikap ini merupakan sifat yang utama, yang dapat menambah kebahagiaan bagi masyarakat dari berbagai bentuk yang baik.
Sifat jujur adalah sifat utama karena menambah kebahagiaan terhadap masyarakat, dan dengan kejujuran, masyarakat akan meningkat dan tetap jaya. Seorang dokter dengan kejujurannya memberikan petunjuk kepada kita akan hal-hal yang berguna bagi kesehatan kita. Seorang guru dengan kejujurannya mendidik dan mengajar anak-anak kita, dan seorang yang alim dengan kejujurannya mengambangkan pengetahuan dan pengalaman kita, jika sekiranya mereka tidak mempunyai kejujuran, demikian pula orang-orang yang semacam mereka itu tentu kita tidak akan dapat mempercayai berita atau nasehat atau bimbingan mereka. Dengan demikian jelaslah bahwa kejujuran mereka sangat berguna bagi kita dan dengan demikian kita menetapkan bahwa kejujuran adalah sifat yang utama dan kita mengharuskan manusia agar bersifat jujur dalam kata-katanya.[4]

Berdasarkan kutipan di atas bahwa bersikap jujur merupakan sikap yang utama, serta dituntut untuk dimiliki oleh setiap pribadi muslim di dalam menjalankan tugas sehari-hari demi untuk menambah kepada kebahagiaan di dalam hidup masyarakat. Demikian juga bagi orang tua pribadi muslim agar meningkatkan kualitas kejujurannya di hadapan anaknya, serta berlaku adil dalam memberikan suatu kepentingan kepada anaknya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan bersikap jujur dan adil kepada anak dalam rumah tangga, maka akan terasa dalam sebuah ikatan keterbukaan antara anak dengan orang tuanya untuk lebih memahami akan pentingnya pendidikan keteladanan yang diperlihatkan oleh orang tuanya.
Dari sini masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam hal baik buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya berakahlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka sianak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, keberanian dalam sikap dan menjauhkan diri dari perbutaan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Da jika pendidik bohong, khianat, durhaka, kikir, penakut dan hina maka sianak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut dan hina.[5]
Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah Hadits yang berbunyi sebagai berikut:
عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إنما بعثت لأتمم مكارم الاخلاق. (رواه البيهقى)
Artinya:     Dari Abu Hurairah ra berkata ia, bahwa Nabi SAW bersabda : Sesungguhnya yang diutuskan untuk menyempurnakan Akhlak yang mulia (HR. Al – Baihaqi )[6]
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa kepribadian Rasulullah SAW mempunyai peranan penting dalam aktivitas kehidupan umat manusia. Demikian dalam kehidupan umat manusia sehari-hari, ia memerlukan pembinaan moral agar dapat bersikap dengan terpuji, baik terhadap pribadinya, anak-anaknya dan masyarakat sekitarnya. Contoh teladan yang mula-mula diperoleh oleh pribadi seseorang adalah lewat pendidikan di dalam rumah tangga. Rumah tangga dapat dikatakan sebagai wadah yang utama dalam melahirkan sikap-sikap yang terpuji bagi seorang anak, itupun sejauh orang tuanya mampu membina dan dapat menampilkan tinadakan-tindakan yang terpuji di hadapan anak-anaknya.


[1]Ibid, hal 370
[2]Ibid, hal 933
[3] Mustafa As-Siba’i, Sosialisme Islam, terjemahan M. Abdai Rathomy, (Bandung: Diponogoro, 1969), hal. 179.
[4] Ahmad Muhammad Al-Hufy, Akhlak Nabi Muhammad SAW, alih Bahasa: H. Masdar Helmy, K. Abd. Khalik Anwar, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hal 22-23.
[5] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Jilid II, Cet. I, (Bandung: Asy-Syifa’, 1988), hal. 2.
[6] Al-Baihaqi, Al-Sunan Al-Kubra, Juz X, (Bairut: Al-Maktabah Majelis Ma’arif Al-Usmaniyah Ralaby Dukuma Hindy, 1995), hal. 192.

No comments: