09 June 2015

Faktor- faktor Pendukung dan Penghambat Active Learning


Faktor- faktor Pendukung dan Penghambat Active Learning

Untuk mengatasi berbagai kesulitan yang di hadapi siswa dalam mempelajari pelajaran, maka seorang guru haruslah terlebih dahulu mengdiagnosis faktor apa kiranya yang menyebabkan kesulitan belajar tersebut muncul. Salah satu jalan misalnya dengan menjelaskan kecerdasan Gardner.”[1] Akan tetapi pada dasarnya faktor- faktor kesulitan belajar Pendidikan Agama terbagi kepada dua faktor, secara umum sama dengan faktor kesulitan belajar pada umumnya, yaitu :
a.       Faktor Intern, yang meliputi faktor fsiologis dan psikologis.
b.      Faktor ekstern, yang meliputi faktor sosial dan non sosial.[2]
1.      Faktor Intern
Faktor intern adalah “faktor yang bersumber pada dari individu itu sendiri.”[3] Faktor ini sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan studi seorang siswa, tetapi sering tidak disadari oleh ( individu ) siswa tersebut,walaupun disadari dianggap sebagai suatu keadaan biasa saja dan tidak menunjukkan usaha untuk menghilangkannya dan memperbaikinya. Faktor intern ini dibagi ke dalam dua bagian, yaitu fisiologis dan psikologis. 
a)      faktor fisiologis.
Faktor fisiologis ini berasal dari “individu siswa dan erat hubungannya dengan keadaan jasmani seseorang.”[4] Keadaan jasmani adalah salah satu hal sangat berpengaruh dalam pembelajaran seseorang. Dalam hal ini R. C. Poespoprojdo menyatakan : “Kesehatan badan harus diperhatikan dan dibina serta dipertinggi. Demikian untuk memungkinkan konsentrasi yang baik, harus diusahakan perimbangan yang baik antara bekerja, berjalan, dan istirahat. Gerak badan dan rekreasi yang benar- benar menyegarkan besar sekali sahamnya untuk dipertahankan kondisi yang baik dari badan seseorang “[5]. Menjaga kondisi fisik dan mental dalam keadaan baik merupakan salah satu usaha untuk dapat memungkinkan konsentrasi belajar yang baik dan tearah. Dengan demikian faktor kesehatan memegang peran penting dalam pendidikan, karena dengan kondisi yang baik dengan sendirinya siswa dapat memusatkan pikiran sepenuhnya kepada pelajaran.
Di samping itu kesempurnaan alat indera merupakan hal yang pokok dalam mendukung kelancaran belajar seseorang. Hal ini disebabkan bahwa panca indra adalah merupakan pintu gerbang masuknya pengaruh dan mengenal lingkungan serta merasakan pendidikan, apabila sebahagian besar informasi yang diberikan oleh guru kepada siswa melalui penglihatan dan pendengaran serta percobaan. Dan cacat anggota tubuh lainnya juga akan menimbulkan sikap minder dalam belajar.
b)      faktor psikologis
Faktor psikologis adalah faktor dalam segala bentuk kemampuan yang berpusat pada otak dan akal[6]. Adapun faktor yang termasuk kedalam faktor psikologis adalah : intelegensi ( kecerdasan ), bakat, minat, konsentrasi, dan motivasi.
( 1 ). Intelegensi ( kecerdasan )
Intelegensi adalah kecerdasan atau ketajaman pikiran dimana orang dapat mempergunakan dengan mudah, cepat dan tepat untuk menguasai sesuatu atau memecahkan sesuatu masalah[7]. Hal ini seperti dikemukakan oleh Abu Ahmadi bahwa “faktor intelegensi adalah faktor indogin yang sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan anak. Bilamana pembawaan intelegensi anak memang rendah, maka anak tersebut akan sukar mencapai hasil belajar yang baik”[8]. 
Untuk meningkatkan kecerdasan atau intelegensi harus diperhatikan faktor gizi dan kesehatan , karena gizi yang baik sangat membantu dalam meningkatkan kesehatan. Dengan kesehatan selalu terjaga, maka dipastikan anak akan berhasil dalam belajarnya.   
( 2 ). Bakat.
Bakat merupakan salah satu aspek potensi yang ada pada diri anak yang dibawa sejak lahir, bakat menentukan prestasi belajar sianak[9]. Oleh karena itu untuk meningkatkan kemampuan belajar individu harus diusahakan yang sesuai dengan bakat yang dimilikinya.
( 3 ). Minat.
Minat merupakan suatu keinginan untuk melakukan sesuatu kegiatan seperti belajar, berorganisasi, bermain menyalurkan hobbi, dan lain- lain. Dalam hal ini Slameto mengemukakan bahwa “minat adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang”[10]. Dari pendapat tersebut maka jelaslah bahwa minat merupakan faktor penggerak yang utama dalam pencapaian hasil belajar yang baik.
( 4 ). Konsentrasi.
Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap sesuatu hal yang ingin kita lakukan dengan mengesampingkan hal- hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaan tersebut. Dalam konteks belajar, konsentrasi berarti pemusatan pikiran terhadap mata pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan cermat dan teliti. 
Kemampuan konsentrasi dalam belajar mutlak diperlukan siswa, karena adanya konsentrasi akan sangat membantu dalam mengingat dan memahami materi yang telah disampaikan oleh guru.   
( 5 ). Motivasi.
Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan yang datang dari dalam diri individu atau karena dirangsang oleh faktor luar[11]. Hal ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Herman Hudoyo bahwa “ kekuatan pendorong yang ada pada diri seseorang untuk melakukan aktivitas- aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan disebut motif, segala sesuatu yang berkaitan dengan timbulnya dan berlangsungnya motif itu disebut motivasi“[12].
2.      Faktor ekstern
Di samping faktor intern tersebut, maka ada juga faktor ekstren. Faktor ekstren adalah faktor yang datang dari luar individu itu sendiri[13]. Faktor ini dapat timbul dari lingkungan- lingkungan sosial antara lain lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
1.      Lingkungan keluarga
Dalam lingkungan keluarga, khususnya orang tua bersifat merangsang, mendorong, dan membimbing anaknya terhadap aktifitas belajar, maka faktor ini sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan si anak tersebut dalam belajar. Hal ini sesuai apa yang dikemukakan oleh Siti Rahayu bahwa :” Suasana rumah tangga yang selalu tegang dan ramai selalu cekcok dan sebagainya akan menghambat cara belajar si anak”[14]. 
Keadaan ekonomi keluarga juga dapat berpengaruh terhadap hasil belajar sianak, walau tidak dapat dipungkiri tentang adanya kemungkinan anak yang serba kekurangan dan selalu mmenderita akibat ekonomi keluarga yang lemah; justru keadaannya yang begitu menjadi cambuk baginya untuk belajar lebih giat dan akhirnya berhasil dalam belajarnya[15].  
2.      Faktor lingkungan
Masalah lingkungan adalah salah satu aspek yang sangat urgen dan tidak dapat dipisahkan dari suatu permasalahan yang di hadapi seseorang dalam proses pembelajaran, hal ini dikarenakan belajar adalah suatu proses mental dan fisik, sehingga dengan adanya lingkungan tersebut maka proses mental dan fisik itu dapat dikembangkan serta menjadi pemikiran pada diri seseorang. Faktor lingkungan ini sangat kuat mempengaruhi terhadap sikap dan kemampuan seseorang yang dapat melahirkan tanggapan dan daya pemahaman terhadap lingkungan yang ada disekitarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat pakar lingkungan, yaitu Koentjaraningrat yang mengatakan bahwa “ suatu sikap adalah suatu keadaan mental didalam jiwa dan diri seseorang individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya (baik lingkungan alamiah maupun lingkungan fisiknya)”.[16]
Berdasarkan hal diatas dapatlah dilihat bahwa sikap yang menimbulkan semangat atau gairah siswa ( anak didik ) dalam belajar adalah akibat dari adanya reaksi seseorang terhadap lingkungan disekitarnya, baik itu lingkungan yang banyak (masyarakat ) maupun Lingkungan yang kecil ( Keluarga ). Dengan demikian faktor lingkungan menjadi faktor yang paling utama yang dapat mempengaruhi terbentuknya kepribadian, kematangan dalam melakukan aktivitasnya sebagai siswa ( anak didik ).
2.      Faktor pendidikan
Tinggi rendahnya pendidikan seseorang sangat mempengaruhi dan menentukan dalam berbagai proses usaha seseorang. Oleh karena itu pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Hal di atas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Harsya W. Bachtiar, yaitu pendidikan itu penting karena :
a.       Pendidikan adalah suatu cara yang mapan untuk memperkenalkan si pelajar pada keputusan sosial yang timbul.                           .
b.      Pendidikan telah memperlihatkan kemampuan yang meningkat untuk menerima alternatif- alternatif baru.
c.       Pendidikan merupakan cara terbaik yang dapat ditempuh masyarakat untuk     membimbing perkembangan manusia itu sendiri.[17] .

Berdasarkan kepada hal diatas dapatlah dilihat bahwa dengan adanya pendidikan, daya memehami atau menanggapi manusia terhadap sekelilingnya akan lebih kuat. Semangat atau gairah seseorang akan mengalami perkembangan dalam pendidikannya, karena semangat adalah sebagai bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah manusia mengembangkan dirinya dalam pendidikan.
Oleh karena itu untuk menghilangkan perbedaan, terlebih- lebih yang negatif terhadap segala sesuatu hal diperlukan penanganan oleh orang- orang yang profesional menurut bidangnya masing- masing, dalam hal ini guru sebagai pendidik.
Selain dari faktor yang mempengruhi belajar dari sisi positif, maka kita juga perlu menyadari adanya faktor yang bersifat negatif (faktor penghambat). Menurut M. Alisuf Sabri : “ Perbedaan yang terjadi pada manusia bisa di sebabkan banyak faktor atau lebih dikenal dengan istilah Multi faktor.”[18]
Dari pengertian pakar di atas, maka kesulitan belajar yaitu suatu kendala atau kesukaran yang di hadapi oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar, dimana kesukaran tersebut dapat muncul ketika siswa sedang mengikuti proses belajar mengajar atau ketika adanya penugasan oleh guru terhadap dirinya. Kesulitan atau kesukaran yang di hadapi oleh peserta didik dalam mengikuti suatu pelajaran tidak bisa di biarkan berlarut- larut, karena apabila dibiarkan berlarut- larut pada akhirnya dalam diri siswa tersebut akan muncul rasa benci terhadap pendidikan dimana nantinya siswa tersebut mengalami penyakit fobia terhadap dunia pendidikan.
Begitu juga halnya lingkungan sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa, karena sekolah tempat berlangsung proses belajar mengajar secara formal. Sekolah yang disertai fasilitas yang memadai dapat mempercepat proses belajar mengajar yang meliputi : keadaan gedung sekolah, perlengkapan sekolah, guru, dan buku- buku bacaan.
Hal di atas sesuai seperti yang dikemukakan Darwis. A. Soelaiman bahwa “hubungan yang baik, serasi, erat saling mempercayai, saling menghormati dan menghargai serta bersahabat antara guru dan siswa serta dilengkapi fasilitas yang memadai maka dapat menjadi motor penggerak dalam belajar.”[19]
3.      Lingkungan Masyarakat
Begitu juga halnya peran masyarakat bagi pendidikan siswa, karena pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah dan orang tua, tetapi juga tanggung jawab masyarakat. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.[20]
Lingkungan masyarakat yang maju sangat mempengaruhi proses berfikir anak, dimana anak juga akan berfikir maju. Hal ini sesuai seperti yang dikemukakan oleh B. Simanjuntak bahwa
“lingkungan tempat anak berpijak sebagai makhluk sosial adalah masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat melepaskan diri dari masyarakat, anak dibentuk oleh masyarakat, membutuhkan masyarakat. Jadi pendidikan anak sangat dipengaruhi pula oleh lingkungan masyarakat”[21].

Jadi jelas bahwa kepribadian anak tergantung pada kondisi lingkungan masyarakat, jika masyarakat teratur dan baik maka efeknya juga akan baik terhadap kepribadian anak, jika masyarakatnya mencintai pendidikan maka anakpun akan terarah kearah pendidikan, dan begitu juga sebaliknya.



[1] John Morgan, Tujuh Kecerdasan Gardner, di bacakan pada pelatihan Dayah Development Project, Ausaid, pada tanggal 23 Oktober 2006.

[2] Ahmad Muzakir, Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan, (Bandung, Pustaka Setia, 1996), hal 154

[3] Ibid, hal 154

[4] Wirda Hayati, Pendidikan dalam Kesehatan, ( Jakarta, UI Press, 2000), hal 76.

[5] R. C. Poespoprodjo, Metodologi Studi di Universitas, (Bandung, Bina Cipta, 1969), hal 10

[6] Abu Ahmadi, Tehnik Belajar Yang Efektif, ( Jakarta, PT. Rhineka Cipta, 1991), hal 94

[7] Ibid, hal 97

[8] Ibid, hal 99

[9] Slameto, Belajar dan Faktor- Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta, Bina Aksara, 1996), hal 58

[10] Ibid, hal 59

[11] Herman Hudoyo, Strategi Belajar Matematika, (Malang, IKIP, 1990), hal 97

[12] Ibid, hal 100

[13] W. S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar,  (Jakarta, Gramedia, 1984), hal 27

[14] Siti Rahayu, Psikologi Perkembangan, (Jogjakarta ,UGM, 1985), hal 62

[15] Kartini Kartono ( ed ), Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi,  (Jakarta, CV. Rajawali, 1997), hal 6.  

[16] Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan,  (Jakarta, Gramedia, 1987), hal 32.

[17] Harsya W. Bachtiar, Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, (Jakarta, Rajawali Perss, 1984), hal 42.

[18] M. Ali Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1996), hal 88.

[19] Darwis. A. Soelaiman, Pengantar kepada Teori dan Praktek Pengajaran, (Semarang, Semarang Press, 1979), hal 137

[20] Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta, Aksara Baru, 1985), hal 146

[21] B. Simanjuntak, Latar Belakang Kenakalan Remaja,  Bandung ,Tarsito, 1989 , hal 142

No comments: