Hikmah Dibalik Pelaksanaan Shalat Berjamaah
Pelaksanaan shalat berjamaah sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Hal
ini sebagaimana dapat dijumpai dalam beberapa hadits Rasulullah yang
menganjurkan kepada umatnya untuk melaksanakan shalat berjamaah. Bahkan beliau
dalam salah satu haditsnya menjelaskan bahwa terdapat 5 perkara yang sangat
bermanfaat bagi seorang muslim apabila tidak meninggalkan shalat berjamaah.
Nabi SAW bersabda:
من صلى الصلوات الخمس
مع الجماعة فله خمسة اشياء الاول، لايصيبه ففر فى الدنيا. والثانى يرفع الله تعالى
عنه عذاب القبر، والثالث: يعطى كتابه بيمينه. والرابع: يمر على الصراط كالبرق
والخاطف والخامس يدخله الله تعالى الجنة بلاحساب ولا عذاب. (مصابيح)
Artinya: Siapa aktif shalat 5 waktu berjamaah, maka
baginya 5 perkara, yaitu: 1) tidak bakal menderita fakir / melarat di dunia;
2) selamat dari siksa kubur; 3) Menerima
catatan amalnya dengan tangan kanan; 4) Melintasi shirath bagaikan kilat
menyambar, karena cepatnya; 5) Allah memasukkannya ke sorga tanpa proses perhitungan ataupun
hukuman dosa (tanpa batas). (Masbahih)[1]
Selain memiliki hikmah dan kelebihan-kelebihan, shalat berjamaah juga
memungkinkan umat Islam mengembangkan kepribadian anak. Anak akan terbiasa
untuk disiplin dalam melaksanakan sesuatu. Misalnya kedisiplinan dan lain-lain.
1.
Terbinanya Kedisiplinan
Belajar
Pengaruh shalat berjama’ah di dalam rumah
tangga muslim memang sangat baik, karena dengan shalat berjama’ah dapat
terbinanya kedisiplinan dalam belajar. Shalat berjama’ah adalah suatu bentuk
peribadatan yang sangat dianjurkan oleh agama Islam. Lebih-lebih shalat
berjama’ah di rumah tangga, karena peribadatan secara demikian besar sekali efeknya
terhadap pendidikan kedisiplinan pada anak serta terbinanya kedisiplinan
belajar.
Sebagaimana kita ketahui bahwa rumah tangga
itu merupakan salah satu lembaga pendidikan pertama dan utama bagi anak. Rumah
tangga yang mereka lalui dan satu-satunya alam yang pertama sekali dijumpainya,
maka kedua orang tuanya harus selalu mengawasi untuk terbinanya kedisiplinan
belajar pertama ini dengan sebaik-baiknya, karena semua itu adalah penentuan untuk hari depan anak nanti. Bila
waktu ini orang tua salah dalam memberikan motivasi belajar kepadanya, seperti
kedua orang tuanya selalu berbuat hal yang bertentangan dengan agama. Jika
keadaan ini semua nanti dicontohkan dan dikerjakan oleh si anak, ini adalah
kesalahan orang tuanya, sebab semua perbuatan yang dikerjakan oleh anak adalah
pengaruh dari ajaran kedua orang tuanya, baik secara sadar maupun tidak sadar.
Rasulullah SAW memperingatkan dalam sebuah
haditsnya, bahwa si anak waktu lahir keadaannya masih suci murni (fitrah) dari
pada noda dan dosa. Tingkah laku ia nanti terserah kepada pengajaran dari kedua
orang tuanya, apakah mau dijadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi. Hadits tersebut
berbunyi:
عن
ابى هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم كل مولود يولد على
الفطرة فابواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه. (رواه البخارى)
Artinya : Semua anak yang dilahirkan itu dalam keadaan
bersih atau suci maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani
atau Majusi.[2]
Menurut hadits di atas jelaslah bahwa semua
kecendrungan sifat anak-anak itu terbentuk dari orang tuanya. Jika anak itu
bersikap baik berarti percontohan atau pengasuhan dari kedua orang tuanya,
tetapi jika anak itu bersikap jahat, berarti tingkah laku dan asuhan kedua
orang tuanya dalam membina kedisiplinan belajar anak sangat besar pengaruhnya.
Dengan adanya peran orang tua dalam rumah
tangga, maka segala aktivitas anak dapat terkontrol, baik tentang shalat,
belajar, bergaul atau bermain sesama teman. Semua itu dapat terbina dengan
kedisiplinan yang diperoleh dari keduanya. Namun demikian, kita juga harus
memberi pengertian dan pembinaan yang sungguh-sungguh tentang maksud shalat
itu, karena pelaksanaan sesuatu dengan kesadaran akan lebih baik dari pada
disiplin yang keras tanpa dipahami apa maksud yang dikerjakan itu.
Shalat berjamaah di dalam rumah tangga mempunyai
kaitan yang erat dalam usaha pembinaan kedisiplinan belajar anak. Hal ini
terbukti di saat akan dimulainya mengerjakan shalat, biasanya pihak imam akan
menganjurkan untuk menyempurnakan shaf-shaf, rapat, rapi dan teratur. Maka di
situ tersirat akan makna yang ditanamkan kepada para jama’ah dan hal itu pula
yang akan mewarnai apabila shalat berjamaah itu dihidupkan dalam rumah tangga
muslim, yang akan membawa pengaruh yang lebih luas lagi di kalangan anaknya.
Proses belajar yang ditimbulkan bagi anak
dalam rumah tangga akan membawa pengaruh positif bagi kelanjutan pendidikan di
masa yang akan datang. Jadi terjadinya shalat secara berjamaah dalam rumah
tangga amat besar pengaruhnya bagi proses belajar secara pembinaan sejak dini
dalam hal belajar.
Selanjutnya Sardiman yang mendefinisikan:
“Belajar
adalah berubah”. Dalam hal ini dimaksudkan belajar berarti usaha mengubah
tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu
yang belajar. Perubahan ini tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu
pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian
dan harga diri. Jelasnya menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku
pribadi seseorang.[3]
Jadi
berdasarkan keterangan di atas jelaslah bahwa, hakikat belajar itu untuk
merubah sikap dan pola pikir kearah yang positif. Dengan belajar seseorang akan
memperoleh cara-cara yang tepat menyelesaikan segala permasalahan yang
disodorkan kepadanya dan akan lebih mengetahui teknik-teknik penyelesaian yang
akurat, tepat dan terencana.
Selanjutnya
shalat secara berjamaah dalam rumah tangga akan membawa pengaruh bagi
terbinanya kedisiplinan belajar pada diri anak. Kita lihat pada peraturan
berjamaah berikutnya, yaitu makmum wajib mengikuti imam, sehingga haram
mendahulukannya atau berbuat menyimpang dari pelaksanaan imam itu, jadi efek
shalat berjamaah dalam rumah tangga sangat luas, karena dapat meningkatkan
kedisiplinan belajar bagi diri si anak secara teratur dan mandiri.
2. Tertanamnya Sifat
Disiplin Beribadah
Hikmah lain dari pelaksanaan shalat berjamaah adalah tertanamnya sifat
disiplin beribadah. Umat Islam yang telah mengakui dan mengucapkan kalimah
Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka memiliki suatu
tekad untuk menegakkan kalimah yang haq di atas permukaan bumi. Salah satunya
adalah dengan mengerjakan shalat berjamaah sebagai salah satu syiar Islam.
Ketika waktu shalat fardhu telah masuk dan mulai didirikan secara
shalat berjamaah, disyaratkan adzan terlebih dahulu sebagai tanda masuk waktu
shalat, atau tanda mulai didirikan shalat berjamaah. Umat Islam yang telah
berikrar dan beriman kepada Allah dan RasulNya, ketika mendengar dikumandangkan
adzan tersebut, maka gemetarlah hatinya. Dan mereka bersegera untuk
melaksanakan shalat berjamaah, baik di rumah maupun di masjid. Karena shalat
berjamaah pahalanya dilipat gandakan oleh Allah SWT. Sebagaimana hadits Rasulullah
SAW yang berbunyi:
عن أبى هريرة، عن النبي صلى الله عليه
وسلم قال: صلاة الجميع تزيد على صلاته فى بيته وصلاته فى سوقه خمسا وعشرين درجة،
فإن أحدكم إذا توضأ بها درجة، وحط عنه خطيئة حتى يدخل المسجد، وإذا دخل المسجد كان
فى صلاة ماكانت تحبسه، وتصلى عليه الملائكة ما دام فى مجليسه الذى يصلى فيه: اللهم
اغفر له: اللهم ارحمه، مالم يحدث فيه. (رواه البخارى و مسلم)
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a berkata: Nabi SAW. bersabda: Sembahyang
jamaah bertambah pahalanya dari shalat di rumah atau di pasar sendirian, dua
puluh lima derajat, karena seorang jika wudhu’ dengan sempurna lalu pergi ke
mesjid, tidak ada tujuan kecuali untuk sembahyang, maka tidak melangkah
selangkah melainkan dinaikkan sederajat, dan dihapuskan satu dosa sehingga
masuk mesjid, maka bila telah masuk mesjid dianggap sembahyang selama ia
tertahan oleh sembahyang (yakni menunggu shalat jamaah) dan didoakan oleh
Malaikat selama dia di majlis yang telah sembahyang sunnat di atasnya, doa
Malaikat: Ya Allah, ampunkan baginya, ya Allah, kasihanilah ia (rahmatillah
ia). Selama ia tidak berhadtas di majlis itu. (HR Bukhari dan Muslim)[4]
Dari
kutipan hadits di atas bahwa, shalat berjamaah sangat penting diperhatikan
dalam kehidupan seseorang yang beragama Islam, atau karena shalat itu merupakan
sendi dari agama Islam, maka pelaksanaannya benar-benar ditegakkan di segala
tempat, baik di mesjid, mushalla, meunasah (surau), bahkan boleh juga
pelaksanaannya di rumah tangga bersama anak dan isteri.
Kaum
muslimin yang taat beragama ketika mendengar adzan segera menghadirinya, maka
sesampai dimesjid dan tempat-tempat ibadah lainnya ditegakkanlah shalat
berjamaah yang dikepalai oleh seorang imam. Shalat itu dimulai dengan takbir:
“Allahu Akbar” dan ucapan-ucapan lainnya yang mengandung unsur kebesaran Allah
dan unsur-unsur mengharap ampunan kepada-Nya, baik dilisankan dengan jihar
(keras) oleh imam atau disirkan (dibisikkan) perlahan-lahan oleh makmum,
kesemua lafadh itu diucapkan untuk disadari dan dihayati oleh hati (jiwa yang
khusyuk) demikian semenjak subuh kaum muslimin bangun dari tidurnya dan mereka
beramai-ramai menghadiri mesjid untuk shalat fardhu yang lima, yang sebaiknya
mereka kerjakan secara berjamaah di mesjid, atau di tempat-tempat yang lain
sehingga tertanamlah kedisiplinan beribadah bagi diri seseorang, sehingga akan
menambah ketaqwaan kepada Allah yang paling tinggi, sebab kita sendiri telah
mengakui secara berjamaah kita tujukan kepada-Nya. Di samping faedah shalat
berjamaah itu menambah ketaqwaan dan kedisiplinan beribadah kepada Allah SWT,
juga menjadi syiar agama Islam yang sebesar-besarnya. Oleh karena demikian
besarnya pengaruh dan efek dari shalat berjamaah ini, maka di dalam buku
“Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam” diperingatkan:
Apabila mesjid tidak lagi menjalankan
fungsinya yaitu menyalakan syiar keyakinan kepada Allah dan tidak adalagi
diadakan shalat berjamaah di dalamnya berakhirlah kejayaan Islam,
berkedip-kedip api keyakinan kepada Allah, menipis kesadaran umat kepada-Nya
dan meranalah kepada Islam.[5]
Jadi jika umat Islam giat menjalankan shalat berjamaah, dengan
sendirinya mereka semua terhindar dari perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada
kufur dan maksiat kepada Allah, behitu juga pebuatan-perbuatan yang membawa
bahaya kepada manusia dan masyarakat, karena
dengan mereka hadir ke tempat shalat berjamaah maka akan timbul
kesadaran yang lebih kuat, sebab di tempat berjamaah itu lazimnya sering
diberikan kuliah-kuliah yang mengandung nasehat-nasehat dan diadakan juga
musyawarah terhadap sesuatu masalah, baik yang menyangkut masalah dunia maupun
akhirat, demikian juga dengan sebab shalat berjamaah itu, akan timbul dan
tertanamlah kedisiplinan dalam beribadah serta persaudaraan sesama muslim,
Al-Qur’an sendiri telah menjelaskan bahwa jika umat Islam itu ada melaksanakan
shalat, mereka akan terhindar dari perbuatan dalam firman Allah surat
Al-Ankabut ayat 45 yang bunyinya sebagai berikut :
وأقم الصلوة، ان الصلوة تنهى عن الفحشاء
والمنكر... (العنكبوت: )
Artinya : Dirikanlah
olehmu shalat, karena sesungguhnya shalat itu dapat mencegah seseorang dari
perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. (QS. Al-Ankabut: 45)[6]
Dalam ayat
tersebut di atas, umat Islam ada melaksanakan shalat dengan khusyuk, maka ia
akan terhindar dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ajaran Islam,
lebih-lebih lagi kalau mereka melaksanakan shalat itu secara berjamaah tentu
akan lebih menjamin lagi, sebab melaksanakan shalat berjamaah itu merupakan
amalan sunat yang muakkad kalau pada selain shalat berjamaah Jum’at menurut
keterangan tadi.
Jadi kalau seorang
muslim sudah banyak amalan-amalan sunat, seperti shalat berjamaah ini di
samping bisa terhindar dari perbuatan keji itu, mereka bisa bertambah lagi rasa
ketaqwaan kepada Allah, karena melaksanakan ibadah shalat bukan yang merupakan
shalat lima waktu saja, melainkan shalat dilakukan.
Oleh sebab itu boleh
kita tandai bahwa, apabila umat Islam itu tidak melaksnakan shalat, apalagi
shalat berjamaah itu lebih lagi tidak dikerjakan, maka mereka akan mudah saja
terjerumus kepada perbuatan yang keji dan mungkar, bahkan secara sengaja
dikerjakan terhadap perbuatanm-perbuatan yang demikian, karena mereka berbuat
sesuatu disebabkan karena memperturut hawa nafsunya tanpa memperdulikan baik
dan buruknya. Hal tersebut dijelaskan dalam firman Allah SWT berikut ini:
فخلف من بعدهم خلف أضاعوا الصلوة واتبعوا الشهوات فسوف يلقون غيا. (مريم: ۵۹)
Artinya : Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti yang jelek-jelek yaitu orang-orang yang
menyia-nyiakan shalat dan mereka berbuat sesuatu perbuatan dengan
memperturutkan hawa nafsunya, niscaya mereka kelak akan menemui kesesatan..(QS.
Maryam: 59)[7]
Berdasarkan uraian kedua ayat tersebut di atas jelaslah bahwa shalat
sangat kuat berpengaruh di dalam menajuhkan manusia dari perilaku buruk. Dengan
shalat dapat menjadikan seseorang itu suci pada iman dan Islam, dihiasi iman
dan Islam, serta menjadikan ia benci pada kekafiran, fasik dan maksiat. Ini
semua dapatlah terwujud jika shalat secara berjamaah didirikan dengan semangat
dan kekuatan, sehingga tertanamlah kedisiplinan dalam beribadah.
[1] Abu H.F. Ramadlan, Tarjamah Duratun
Nasihin, (Surabaya: Mahkota, t.t), hal. 103.
[2] Imam Jamaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar
Sayuthi, Al-Jami’ush-Shaghir, (Lebanon: Darul Kitab Al-Arabi, t.t), hal.
235.
[3] Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar, Cet. III, (Jakarta: Rajawali, 1990), hal 33.
[4] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Al-Lu’lu
wal Marjan: Himpunan Hadits Shahih yang Disepakati oleh Bukhari dan Muslim,
(Surabaya: Bina Ilmu, 2003), hal. 207.
[5] Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan
Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka, 1990), hal. 145.
[6] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an
dan Terjemahannya, Proyek (Jakarta: Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1971),
hal. 635.
No comments:
Post a Comment