Ciri – ciri Active Learning
Ciri – ciri active learning bertujuan agar pola
pembelajaran yang diterapkan oleh guru dapat berjalan dengan maksimal dan
sempurna. Karena pola belajar siswa
adalah suatu cara atau tindakan yang dilakukan dalam proses belajar
antara pendidik dengan peserta didik agar dapat tercapai kepada target pendidikan
yang telah di tetapkan bersama secara nasional. Perubahan besar yang terjadi
pada masyarakat dan bangsa Indonesia
khususnya serta masyarakat dan bangsa- bangsa di dunia pada umumnya menuntut
adanya penyesuaian- penyesuaian tertentu dalam bidang pendidikan. Pendidikan
tidak lagi cukup diselenggarakan secara tradisional, berjalan apa adanya tanpa
adanya target yang jelas dan tidak adanya prosedur pencapaian target yang
terbukti efektif dan efesien.
Adapun pola
pembelajaran siswa tersebut dapat digolongkan ke dalam tujuh tipe dimana yang
satu merupakan pra syarat bagi yang lainnya yang saling membutuhkan satu sama
lain menurut tingkatannya, dimana tipe tersebut dapat dibedakan berdasarkan
kondisi yang diperlukan dilapangan. Ketujuh tipe tersebut adalah:
- Signal learning ( belajar isyarat )
Signal
learning dapat diartikan sebagai “proses penguasaan pola dasar perilaku yang
bersifat involuntary atau tidak disengaja dan tidak disadari tujuannya.”[1]
Tipe ini merupakan tipe dasar dari semua pola belajar siswa, sehingga tidak
menuntut persyaratan, namun merupakan tingkat yang harus dilalui oleh semua
tipe untuk tipe belajar yang lebih tinggi. Dalam tipe ini lebih banyak
melibatkan aspek emosional didalamnya.
- Stimulus- Respon Learning (belajar tanggapan rangsangan )
Proses belajar
ini dapat diartikan dengan “proses belajar bahasa pada anak- anak, dan ada juga
yang mengartikan pola belajar ini pola trial and error.”[2]
Tipe ini digolongkan dalam jenis classical condition atau tipe instrumental
condition. Tipe ini lebih menitik
beratkan kepada panca indra sianak (siswa).
- Chaining ( mempertautkan )
Tipe ini
diartikan dengan “belajar mengajar yang menghubungkan rangsangan tanggapan
antara satu sama lainnya.”[3]
Dalam hal ini anak didik harus sudah menguasai sejumlah satuan belajar baik itu
secara psikomotorik maupun verbal.
- Discrimination learning ( belajar membedakan ).
Tipe pola
pembelajaran ini berguna untuk “kemahiran melakukan pembedaan serta pengalaman
dapat dikembangkan dalam pola pembelajaran ini.”[4]
Dan dalam tipe ini, peserta didik mengadakan seleksi atau pengujian antara dua
perangsang yang dapat diterimanya, kemudian siswa dapat memilih mana yang cocok
menurutnya.
- Concept learning ( belajar pengertian ).
Pola
pembelajaran ini lebih menitik beratkan kepada “kemahiran dan kognitif
fundamentalis siswa untuk mendiskriminasikan segala sesuatu hal yang
dianggapnya tidak sesuai dengan kaedah pembelajaran yang sedang dijalaninya.”[5]
Hal ini dapat mereka lakukan dengan cara mencari kesamaan dari ciri- ciri
objek- objek dalam pendidikan.
- Rule learning ( belajar membuat hukum atau kaidah ).
Pada pola
pembelajaran ini siswa belajar mengadakan kombimasi berbagai konsep dengan cara
mengoperasikan atau menjalankan kaidah sesuai dengan sistem pendidikan,
sehingga peserta didik dapat memberikan kesimpulan tertentu yang mungkin
selanjutnya dapat dipandang sebagai sebuah aturan. Dalam tipe ini “peserta
harus dapat memegang peran aktif.”[6]
- Problem solving ( belajar memecahkan masalah ).
Pada tahap ini
siswa belajar untuk dapat merumuskan dan memecahkan masalah, memberi respon
terhadap ransangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi permasalahan,
mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya. Dalam pola pembelajaran
ini peserta didik dihadapkan pada situasi keraguan dan kekaburan sehingga
merasakan adanya kesulitan untuk merumuskan dan menegaskan masalah, mencari
fakta pendukung dan merumuskan hipotesis, mengevaluasi alternatif pemecahan
yang perlu dikembangkan, dan mengadakan pengujian alternatif pemecahan yang
akan dipilih.
Ketujuh pola
pembelajaran tersebut tetap didasari atas aspek kompetensi sebagai acuan dalam
penerapan belajar aktif, yaitu: “Pengetahuan (Knowlegde), Pemahaman (Understanding),
Kemampuan (Skill), Nilai (Value), Sikap (Attiude), dan Minat (Interest).”[7]
Dalam
kurikulum berbasis kompetensi (KBK) mencakup seleksi kompetensi yang sesuai,
spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan kesuksesan pencapaian
kompetensi dan pengembangan sistem pembelajaran. Di samping itu KBK memiliki
sejumlah kompetensi yang harus dikuasai peserta didik, penilaian dilakukan
berdasarkan standar khusus sebagai hasil demontrasi kompetensi yang ditunjukkan
oleh peserta didik.
Pembelajaran
lebih ditekankan pada kegiatan individual personal untuk menguasai kompetensi yang
disyaratkan, peserta didik dapat dinilai kompetensinya kapan saja bila mereka
telah siap, dan dalam pembelajaran peserta didik dapat maju sesuai dengan
kecepatan dan kemampuan masing- masing. Dari gambaran tersebut maka jelas
terlihat bahwa kurikulum berbasis kompetensi (KBK) mempunyai beberapa ciri
dalam pelaksanaannya, antara lain:
- Menekankan pada pencapaian kompetensi siswa, baik secara individual maupun klasikal.
- Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman.
- Menggunakan multi-metode dalam penyampaian materi.
- Sumber belajar tidak hanya guru, tetapi juga sumber lain yang mempunyai unsur educatif. dan
- Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar.”[8]
Berdasarkan gambaran tersebut di atas maka
dalam pembelajaran aktif belajar (active
learning) dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain sebagai
berikut:
1. Kebiasaan; seperti :
peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan
kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan
bahasa secara baik dan benar.
2. Keterampilan; seperti
: menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik,
keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan
kesadaran yang tinggi.
3. Pengamatan; yakni
proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui
indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian
yang benar.
4. Berfikir asosiatif;
yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan
menggunakan daya ingat.
5. Berfikir rasional dan
kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam
menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
6. Sikap yakni
kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk
terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
7. Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
8. Apresiasi (menghargai
karya-karya bermutu.
9. Perilaku afektif
yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira,
kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya. [9]
[1]
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar,
( Jakarta :
Rineka Cipta dan Departemen Pendidikan Dan kebudayaan, 2003 ), hal 98
[2] Ibid,
hal 100
[3] Melvin
L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif.., hal 24
[4] Ibid,
hal 50
[5] B.
Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, …, hal 24
[6] Ibid,
hal 26
[7] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep,
Karakteristik, dan Implementasi, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2001), hal 38
[8] Ibid,
hal 42
[9] Mulyono
Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar …, hal. 142
No comments:
Post a Comment