Hukum dan Hikmah
Shalat Berjama’ah
1.
Pengertian Shalat Berjamaah
Istilah
“Berjama’ah”mencakup pengertian lebih dari seorang, Walaupun salat yang terdiri
dari seorang imam dan seorang makmumnya, sekalipun makmumnya hanya seorang anak
kecil atau wanita saja.
Sayid
Sabiq mengatakan: terjadinya salat berjamaah dengan seorang makmum. Makmum itu
boleh laki-laki, perempuan bahkan anak-anak yang masih kecilpun sah berjamaah
dengannya, apalagi dengan anak yang telah sampai umur akan lebih baik lagi.
2.
Hukum Shalat Berjama’ah
Hukum
shalat berjama’ah pada shalat fardhu lima waktu menurut kesepakatan para ulama
diperintahkan dengan tuntutan yang kuat (mathlub). Oleh karena tegasnya
tuntutan agama, maka tidak pantas meninggalkannya. Beberapa Hadits Rasulullah
yang menunjukkan bahwa shalat fardhu dianjurkan untuk dilaksanakn secara
berjamaah, diantaranya:
عن ابى هريرة رضي الله عنه قال: اتى النبي صلى الله عليه وسلم رجل اعمى فقال:
يارسول الله ليس لى قائد يقودنى الى المسجد، فسال رسول الله صلى الله عليه وسلم ان
يرخص له، فيصلى فى بيته فرخر له، فلما ولى دعاه فقال له: هل تسمع النداء بالصلاة؟
قال: نعم، قال: فاجب. (رواه مسلم)
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: ada seorang
buta datang kepada Nabi SAW dan ia berkata: “Wahai Rasulullah, tidak ada
seorangpun yang menuntun saya untuk datang ke masjid,” kemudia ia minta
keringanan kepada beliau agar diperkenankan shalat di rumahnya, maka beliau pun
mengizininya, tetapi ketika ia bangkit hendak pulang, beliau bertanya
kepadanya: “Apakah kamu mendengar azan?” ia menjawab: “Ya” Beliau bersabda:
“Kamu harus datang ke masjid” (HR. Muslim)[1]
Selanjutnya hadits yang lain berbunyi:
عن ابى هريرة رضى الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: والذى نفسى
بيده، لقد هممت امر بحطب فيحتطب، ثم امر بالصلاة فيؤذن لها ثم امر رجلا فيؤم
الناس، ثم اخالف الى رجال فاحرق عليهم بيوتهم. (متفق عليه)
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a bahwasanya Rasulullah SAW.
bersabda: “Demi Zat yang menguasaiku. Sungguh aku benar-benar pernah bermaksud
menyuruh mengumpulkan kayu bakar. Kemudian aku memerintah shalat dengan
mengumandangkan azan lebih dulu. Lalu aku menyuruh seseorang mengimami orang
banyak. Kemudian aku pergi ke rumah orang-orang yang tidak memenuhi panggilan
shalat, lalu aku bakar rumah-rumah mereka dengan mereka sendiri.” (HR. Bukhari
dan Muslim).[2]
Namun demikian para Imam Mazhab empat berbeda pendapat
mengenai masalah shalat berjama’ah: [3]
a
Mazhab Hambali, menyatakan
bahwa shalat berjam’ah pada shalat fardhu ialah fardhu ‘ain.
b
Sedangkan menurut Mazhab Maliki
bahwa: hukum shalat berjama’ah pada shalat fardhu, mashur dan mendekati
fardhu. Mashur, artinya bahwa shalat berjama’ah itu sunat muakat
bagi tiap-tiap mushala, masjid. Bila setiap mushalla dan mesjid telah
dilaksanakan shalat berjama’ah oleh setiap penduduk maka yang lain sudah bebas
dari ancaman agama atau tidak diperangi, tetapi jika tidak seorangpun
melaksanakan shalat fardhu berjama’ah maka diperangi. Mendekati fardhu, artinya
shalat berjamaah hukumnya fardhu kifayah dalam suatu negeri, jika semua orang
meninggalkan shalat fardhu berjama’ah mereka diperangi, jika sebagian telah
melaksanakan bebaslah hak tersebut atas orang lain. Dan bagi tiap-tiap mesjid
shalat berjama’ah ini hukunya sunat dan sunat juga shalat berjama’ah ini
diadakan di mushalla-mushalla.
c
Mazhab Hanafi bahwa shalat
berjamaah hukumnya adalah sunat muakadah ini lebih baik dikatakan wajib, tetapi
tingkatan wajib kurang dari tingkatan fardhu, jika seseorang meninggalkan wajib
maka mendapat suatu dosa, tetapi dosa itu kurang dari dosa meninggalkan fardhu.
d.
Menurut Mazhab Syafi’i bahwa
shalat berjama’ah pada shalat fardhu itu hukumnya fardhu kifayah. Sebagian yang
lain mengatakan sunat muakad, ini pendapat yang lebih masyur diantara mereka.
Setelah
kita lihat kepada hadits-hadits Rasulullah SAW, pendapat ulama mazhab mengenai
hukum shalat berjama’ah pada shalat fardhu ‘ain ini dapat kita ambil kesimpulan
bahwa, hukum berjama’ah pada shalat fardhu ‘ain sangat kuat. Memang tidak
sampai tingkatannya kepada fardhu, tetapi jika orang meninggalkannya atau
memudah-mudahkan, mereka itu mendapat dosa dari Allah SWT, tetapi dosa itu
tidak sama dengan meninggalkan fardhu.
3.
Hikmah Shalat Berjama’ah
Shalat
berjamaah merupakan salah satu wujud syiar agama Islam. Dengan mengerjakan
shalat berjamaah berarti seseorang telah menyiarkan agama Islam kepada umat
yang ada di sekitarnya. Meskipun sebagian ulama berbeda pendapat tentang hukum
shalat berjamaah, namun banyak hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan
shalat berjamaah baik di mushallah maupun di mesjid.
a.
Dapat terjadi suatu ikatan yang
kuat antara umat Islam, baik antara Imam dengan makmumnya, antara pemimpin
dengan rakyatnya, antara orang tua dengan anaknya, walaupun shalat jama’ah itu
hanya dikerjakan oleh hanya dua orang saja dan shalat itu merupakan
keistimewaan agama Islam dengan agama lain.
b.
Kita telah maklum bahwa Allah
SWT menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan berbagai coraknya, yang tujuannya
supaya kita saling mengenal antara sesama. Maka salah satunya adalah melalui
shalat berjama’ah.
c.
Allah menyuruh hambanya supaya
berpegang teguh pada tali Allah atau agamanya yaitu Islam, jangan
bercerai-berai, mka untuk memenuhi seruan bersatu itu ialah dengan cara kita
melaksanakan shalat berjama’ah, paling kurang lima kali sehari semalam, baik di
rumah, mesjid maupun tempat-tempat lain untuk melaksanakan shalat secara
berjama’ah.
Shalat
berjamaah juga dapat memberikan manfaat dari segi hubungan dengan Allah
(hablumminallah) dan hubungan dengan sesama manusia (hablumminannas). Siswanto
menjelaskan bahwa manfaat yang dapat diperoleh dengan menegakkan shalat
berjamaah antara lain:
1.
Memperoleh keutamaan di sisi
Allah
2.
Beribadah kepada Allah dengan
pahala yang berlipat ganda.
3.
Mempermudah umat mengenal
seseorang sebagai muslim
4.
Mempererat tali silaturrahmi
dan ukhuwah islamiyah.
5.
Mewujudkan kepemimpinan umat
dalam jamaah-imamah yang kokoh.
6.
Mewujudkan syiar Islam dan
persatuan umat.
7.
Memudahkan Pengurus Remaja
Mesjid dalam mengelola aktivitas memakmurkan Masjid.[4]
Dari
kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa Shalat berjamaah memiliki manfaat yang
luar biasa banyaknya untuk perkembangan umat Islam baik berhubungan dengan
Allah maupun dengan sesama manusia. Artinya dengan mengerjakan shalat berjamaah
baik di meunasah, Masjid maupun di balai-balai pengajian berarti setiap kita
telah berupaya untuk menyemarakkan syiar Islam ke segala penjuru dan sekaligus
dapat meningkatkan solidaris Islam supaya lebih kuat.
[1] Imam Nawawi, Terjemah Riyadhus
Shalihin, Jilid 2, terjemahan Achamd Sunarto, Cet. IV, Edisi revisi,
(Jakarta: Pustaka Amani, 1999), hal. 154.
[2] Ibid., hal. 155.
[3] Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima
Mazhab, Cet. 19, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 135.
[4] Siswanto, Panduan Praktis Organisasi
Remaja Mesjid, Editor M. Yasir Abdul Muthalib, Cet. I, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2005), hal. 252.
No comments:
Post a Comment