08 June 2015

Pengertian Minat dan Belajar



1.      Pengertian minat (interest)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, minat atau keinginan adalah “kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu”.[1] Berdasarkan arti kata tersebut dapat dipahami bahwa minat merupakan suatu kecenderungan yang sangat tinggi. Minat dapat dipahami sebagai rasa ingin memiliki, maka rasa ingin memiliki tersebut sangat tinggi dalam arti bersedia mengorbankan apapun demi memperolehnya. Jika dihubungkan dengan rasa ingin tahu, maka rasa ingin tahu tersebut juga sangat tinggi. Sehingga untuk mengetahui yang diminati tersebut seseorang dengan rela melakukan apapun, seperti belajar sampai larut malam.
Sementara itu pengertian minat telah banyak pula diberikan oleh para ahli, terutama ahli psikologi. Menurut Getzel sebagaimana dikutip oleh Depdiknas, minat adalah “suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi”. [2]
Definisi lain tentang minat juga dikemukakan oleh Muhibbin Syah. Menurutnya, minat (interest) merupakan “kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu”.[3]
Senada dengan pendapat tersebut, Tohirin mengemukakan bahwa minat adalah “perasaan senang atau tidak senang terhadap suatu objek. Misalnya minat siswa terhadap mata pelajaran PAI akan berpengaruh terhadap usaha belajarnya, dan pada gilirannya akan dapat berpengaruh terhadap hasil belajarnya”.[4]
Selain itu, Hilgard sebagaimana dikutip oleh Slameto mendefinisikan minat atau interest sebagai “persisting tendency to pay attention to and enjoy some activity or content”. [5] Dalam Bahasa Indonesia adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.
Definisi ini membedakan minat dengan perhatian. Perhatian sifatnya sementara (tidak dalam waktu yang lama) dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sementara minat berlangsung secara terus menerus dan diikuti dengan perasaan senang.
Berdasarkan pendapat Getzel dapat disimpulkan bahwa minat suatu kondisi afektif seseorang yang berintesitas tinggi dan terorganisir melalui pengalaman. Adanya minat ini akan melahirkan dorongan bagi individu bersangkutan untuk memiliki hal yang diminatinya. Akibatnya untuk memperoleh hal yang diminati tersebut ia akan dengan rela melakukan semua kegiatan yang memuluskannya untuk meraih hal yang diminatinya.
Pendapat Muhibbin Syah mengantarkan kita pada suatu pemahaman bahwa minat merupakan suatu kondisi jiwa seseorang yang sangat bergairah untuk memperoleh sesuatu. Ini merupakan suatu kondisi yang amat penting bagi seseorang siswa dalam mempelajari sesuatu. Adanya keinginan yang sangat tinggi ini melahirkan suatu tindakan yang diperlukan untuk mendapatkan yang diminatinya. Sementara itu pendapat Tohirin memberikan pemahaman bahwa minat adalah rasa senang atau tidak senang terhadap sesuatu. Rasa senang berarti memiliki minat yang tinggi, sebaliknya rasa tidak senang menunjukkan kepada tidak ada minat. Minat belajar siswa dengan sendirinya akan berpengaruh kepada belajar dan hasil belajar dalam mata pelajaran, misalnya PAI.
Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa minat adalah suatu kecenderungan jiwa yang terorganisir melalui pengalaman sehingga melahirkan dorongan untuk memiliki sesuatu yang ditunjukkan oleh perasaan senang. Minat tersebut akan melahirkan usaha sungguh-sungguh dari individu yang bersangkutan untuk memilikinya. Misalnya, minat siswa terhadap pelajaran Pendidikan Agama Islam akan menyebabkan siswa tersebut untuk belajar dengan baik.
2.      Pengertian belajar
Jika kita telusuri buku-buku yang berhubungan dengan belajar maka akan kita temukan bermacam redaksi tentang pengertian belajar. Pengertian yang diberikan tersebut umumnya didasarkan pada aliran psikologi yang dianut ahli yang bersangkutan.
Menurut pandangan Behavioris, belajar adalah “perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon”.[6] Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Pengertian tersebut juga memberikan gambaran bahwa para behavioris lebih mementingkan input (stimulus) dan output (respon) serta cenderung mengeyampingkan proses.
Menurut Syamsu Yusuf belajar adalah “suatu proses perubahan prilaku sebagai hasil usaha individu berdasarkan pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.[7] Pengertian ini senada dengan yang dinyatakan oleh Oemar Hamalik bahwa belajar adalah “suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya...Belajar bukan hanya mengingat akan tetapi lebih luas dari itu, yaitu mengalami”.[8]
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan prilaku atau tingkah laku individu sebagai akibat dari interaksinya dengan lingkungan. Pengertian belajar ini mengisyaratkan bahwa perubahan prilaku seorang individu hanya dapat terwujud apabila individu yang bersangkutan berinteraksi dengan lingkungannya.
Reber dalam kamusnya “Dictionary of Psychology” sebagaimana dikutip oleh Muhibbin Syah membatasi belajar dengan dua pengertian, yakni :
Pertama, belajar adalah The process of acquiring knowlwdge, yakni proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar adalah A relatively permanent change in respons potentiality which occurs as a result of reinforced practice, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.[9]

Dari definisi di atas terdapat empat macam istilah yang mendasar dan perlu mendapat perhatian khusus untuk memahami tentang belajar. Adapun istilah-istilah tersebut adalah relatively permanent (yang secara umum menetap), respons potentiality (kemampuan bereaksi), reinforced (yang diperkuat), dan practice (praktik atau latihan).
Istilah relatively permanent (yang secara umum menetap) menunjukkan bahwa perubahan yang bersifat sementara tidak dapat dikategorikan dalam belajar. Contoh perubahan yang bersifat sementara seperti perubahan karena lelah, jenuh, mabuk dan perubahan karena kematangan fisik. Perubahan yang dapat dikategorikan sebagai proses belajar adalah perubahan yang bersifat menetap (bertahan).
Adapun istilah respons potentiality (kemampuan bereaksi) menunjukkan pengakuan terhadap adanya perbedaan antara belajar dan penampilan atau kinerja hasil-hasil belajar. Hal ini menggambarkan keyakinan bahwa belajar merupakan kejadian yang bersifat hipotetik, yang hanya dapat dikenali melalui perubahan kinerja akademik yang dapat diukur.
Istilah reinforced (yang diperkuat) bermakna bahwa kemajuan yang didapat dari proses belajar mungkin akan hilang atau sangat lemah jika tidak diberikan penguatan. Sedangkan istilah practice (praktik atau latihan) menunjukkan bahwa proses belajar membutuhkan latihan yang berulang-ulang untuk menjamin kelestarian kinerja akademik yang telah dicapai.
Demikianlah beberapa pendapat ahli tentang pengertian belajar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses atau tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu (siswa) yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Perubahan tingkah laku yang diakibatkan oleh proses kematangan fisik, keadaan gila, mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat dikategorikan dalam proses belajar.


[1]JS. Badudu dan Sutan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet. IV, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), hal. 583.

[2]Depdiknas, Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif, (Jakarta : Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, 2008), hal. 4.
[3]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Edisi Revisi, (Jakarta : Remaja Rosdakarya, 2003), hal. 136.

[4]Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Berbasis Integrasi dan Kompetensi), Edisi Revisi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 131.

[5]Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Edisi Revisi, Cet. IV, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hal. 57.
[6]C. Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Cet. I, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), hal. 20.

[7]Syamsu Yusuf, dkk., Dasar-Dasar Pembinaan Kemampuan Proses Belajar Mengajar, Cet. I, (Bandung : Andira,1993), hal. 4.

[8]Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Cet. III, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004), hal. 28.
[9]Muhibbin Syah, Psikologi ..., hal. 91.