Macam-Macam Motivasi Siswa
Pada dasarnya, setiap tindakan selalu
dipengaruhi oleh motivasi, maka dia bawah ini penulis menguraikan berbagai
macam motivasi yang dapat mengerakkan seseorang untuk berbuat atau bertingkah
laku, termasuk keinginan orang tua menyekolahkan anaknya ke suatu lembaga
pendidikan, tentu punya motivasi tersendiri.
Berdasarkan
atas terbentuknya motif, maka dapat digolongkan ke dalam beberapa macam, di
antaranya: motif biogenetis, motif sosiogenetis dan motif tiogenetif.
1.
Motif biogenetis
Menurut W.A. Gerungan motif biogenetis
adalah sebagai berikut:
Motif-motif yang berasal dari
kebutuhan-kebutuhan oraganisme orang demi selanjutan kehidupannya secara
biologis. Motif ini bercorak universal dan kurang terikat pada lingkngan tempat
manusia itu kebetulan berada dan berkembang. Motif biogenetis adalah asli di
dalam diri orang dan berkembang dengan sendirinya. [1]
Sebagai contoh misalnya: dorongan untuk
makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk bekerja, untuk istirahat dan
dorongan seksual. Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa motif biogenetis
ini merupakan motif yang berasal dari dalam diri manusia atau motif bawaan dan
bukan karena pengaruh lingkuangan. Sumadi Suryabarata mengemukakan bahwa motif
biogenetis yaitu “motif yang dibawa semenjak lahir. Jadi, motif ini timbul
karena dipelajari.”[2]
Motif biogenetis ini bersifat alamiah yang muncul
dengan sendirinya sesuai dengan perkembangan dan penyesuaian diri sesorang
dengan alam sekitarnya. Motif biogenetis seperti dorongan untuk makan, minum,
dorongan seksuial, bergerak, istirahat dan sebagainya.
2.
Motif sosiogenetis
Mengenai
motif sosiogenetis, W.A. Gerungan mengatakan bahwa:
Motif-motif sosiogenetis adalah motif-motif yang
dipelajari orang yang berasal dari lingkungan di mana ia berkembang. Motif
sosiogenetis tidak berkembang dengan sendirinya, mau tak mau, tetapi berdasarkan
interaksi sosial dengan orang-orang atau hasil kebudayaan orang. Macam motif
sosiogenetis itu banyak sekali dan berbeda-beda sesuai dengan
perbedaan-perbedaan yang terdapat corak kebudayaan dunia.[3]
Sebagai contoh motif sosiogenetis adalah
dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengajar
sesuatu didalam masyarakat. Dari kutipan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
motif biogenetis ini merupakan akibat adanya hubungan interaksi dengan sesama
manusia dengan lingkungannya di mana individu itu dilahirkan hidup dan
berkembang. Motif sosiogenetis ini
sangat erat kaitannya dengan perkembangan masyarakat. Misalnya, keingainan
untuk mengikuti sesuatu. Sumadi Suryabrata “mengatakan seseorang mau mengikuti
sesuatu disebakan karena pada sesuatu itu dapt memnuhi kebutuhannya terhadap
apa-apa yang diinginkannya.”[4]
Kaitanya dengan keinginan orang tua
menyekolahkan ananya ke suatu lembaga pendidikan tentu punya kaitan, sebab
orang tua menyekolahkan anaknya ke suatu lembaga pendidikan sesuai dengan
perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Kalau dianggap sesuatu
itu lagi berkembang biasanya orang tua ikut menyekolahkan anaknya ke lembaga
tersebut. Artinya, adanya pengaruh dari lingkungan terhadap keinginan orang
tua.
3.
Motif teogenetis
Motif
teogentis merupakan suatu kebutuhan yang ada pada diri manusia yang mengarah
kepada penyembahan terhadap sesuatu hal yang diangap gaib. Manusia adalah
sebagai makhluk Allah SWT yang paling sempurna.
Motif
yang menggerakkan manusia yang berhubungan dengan orang yang menciptakannnya
dinamakan motif teogenetis. Mengenai
motif teogenetis ini W.A. Gerungan
mengatakan bahwa:
Motif tersebut berasal dari interaksi
antara manusia dengan Tuhan seperti yang nyata dalam ibadahnya dan dalam kehidupannya
sehari-hari di mana ia berusaha merealisasikan norma-norma agama dlam
kehiddupannya. Dalam pada itu, manusia memerlukan interaksi dengan Tuhannya
untuk dapat menyadari akan tugasnya sebagai manusia yang berketuhanan di dalam
masyarakat yang serba ragam ini.[5]
Contoh sebagai motif teogenetis ialah
dorongan untuk mengabdi kepada masyarakat dan dorongan untuk mengabdi kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian jelas bahwa motif tiogenetis ini timbul
dari keinsafan manusia karena manusia adalah ciptakaan Tuhan, maka dengan
keinsafan ini maka timbullah yang namanya dorongan untuk mengabdi dan berserah
diri kepada-Nya. Motif ini terdapat pada orang-orang yang mengakui adanya
Tuhan, beruapa keinginan untuk mengabdi dan keinginan untuk melaksanakan
norma-norma agama sesuai dengan petunjuk kitab sucinya.
Ucu Ali Basyah dalam bukunya “Ilmu Jiwa
Sosial” mengelompokan motivasi secara umum dalam tiga kategori, yaitu:
1.
Motivasi yang timbul karena
badaiah atau kebutuhan organis, seperti: lapar, haus, bernafas, motif seksuil.
2.
Emergensi motif, yang merupakan
motif darurat untuk menjaga kebutuhan organisme tubuh, seperti melepaskan diri
dari bahaya, motif melawan, mengatasi rintangan, dan motif mengajar.
3.
Objektif motif dan minat yaitu
motif yang ditujukkan untuk berhubungan secara efektif dengan orang lain dalam
lingkungannya, seperti motif memeriksa dan menyelidiki, manipulasi dan minat. [6]
4.
Motif yang berhubungan dengan
oragan tubuh
Kebutuhan organisme tubuh ini merupakan
suatu bentuk dorongan yang berpusat pada manusia, baik secara biologis atau
kebutuhan vital yang menentukan hidup atau matinya manusia. Dorongan-dorongan
yang termasuk dalam kelompok ini, yaitu:
a)
Lapar dan haus
Lapar dan haus berhubungan dengan
kebutuhan biologis yang memyebabkan manusia berusaha untuk memenuhinya. Manusia
tidak akan berdiam diri apabila merasa lapar, ia akan berusaha untuk
mendapatkan makanan yang akan menyenangkan, kegiatan ini tidak hanya timbul
pada diri manusia, tetapi juga pada makhluk lain yang disebabkan adanya
dorongan untuk makan dan minum. S. Soestio mengatakan bahwa “Yang termasuk
dalam kebutuhan ini adalah kebutuhan makanan, air dan oksigen. Kebutuhan ini
sangat vital untuk dapat melangsungkan hidup, artinya bila kebutuhan ini tidak
terpenuhi, maka individu tidak dapat melangsungkan kehidupannya”.[7]
b)
Kebutuhan pernapasan
Oksigen hanya terdapat dalam udara yang
hanya dapat dapat dicapai dengan bernafas. Bernafas berarti menghirup udara ke
dalam tubuh setelah digunakan menurut kebutuhannya, setelah zat-zat yang
dipakai lagi dikeluarkan. “Dalam kebutuhan
sehari-hari kebutuhan bernafas tidak begitu terasa karena pernafasan
berlangsung secara otomatis. Bila seseorang tidak dapat bernnafas, seperti
tenggelam dalam air maka kebutuhan ini akan sangat dirasakan perlunya, maka timbulah
kegiuatan untuk mencari udara.”[8]
[1]W.A. Garungan, Psikologi Sosial, terj. (Jakarta: Eresco, 1998),
hal. 24.
[2]Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Rake
Perss, 1989), hal. 58.
[3]W.A. Garungan, Psikologi … hal.
87.
[4]Sumadi Suryabrata, Psikologi
… hal. 135.
[5]W.A. Garungan, Psikologi … hal.
143.
[6]Ucu Ali Basyah, dkk., Ilmu Jiwa Sosial, (Banda Aceh: Unsiyah,
t.t), hal. 159.
[7]S. Soestio, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Gununga Agung,
1999), hal. 159.