Pengaruh PAKEM Terhadap Pembelajaran Anak
Belajar merupakan “suatu proses perubahan yaitu
proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dan interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan perubahan-perubahan
itu akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.”[1]
Pendapat di atas juga dipertegas oleh
Sardiman “belajar berarti usaha merubah tingkah laku”[2].
Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan
itu tidak hanya berkaitan dengan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk
percakapan, ketrampilan, pengertian, harga diri minat, watak dan
penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku
pribadi seseorang.
Pendidikan tidak cukup diselenggarakan secara tradisional, berjalan
apa adanya tanpa adanya target yang jelas dan tidak adanya prosedur pencapaian
target yang terbukti efektif dan efesien. Perkembangan yang pesat dalam dunia
pendidikan pada abad ke-20 ini membawa kita untuk mempertimbangkan suatu pandangan tentang
kemampuan siswa yang dapat ditingkatkan semaksimal mungkin dengan usaha yang
efekif dan efesien. Dalam hal ini bakat bukan berarti sebagai kapasitas belajar
akan tetapi sebagai kecepatan belajar atau laju belajar. Ini berarti bahwa siswa
yang berintelegensi tinggi akan dapat menguasai bahan dengan cepat sedangkan
yang berintelgensi rendah dalam menguasai sesuatu lamban.
Dalam pembelajaran model PAKEM seorang guru mau tidak mau hams
berperan aktif, proaktif dan kreatif untuk mencari dan merancang medial bahan
ajar alternatif yang mudah, murah dan sederhana. Media pembelajaran adalah
suatu alat atau sarana dalam proses belajar mengajar yang berguna untuk
mendukung proses belajar mengajar. Media pembelajaran disebut juga alat peraga.
Proses belajar mengajar pada hakikatnya merupakan proses komunikasi antara guru
dan siswa, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Mulyono antara guru
dan siswa, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Mulyono bahwa “Proses
belajar path hakikatnya adalah komunikasi yaitu proses penyimpanan pesan dan
sumber pesan melalui media tertentu ke penerima pesan.”[3]
Secara harfiah media memiliki anti “perantara atau pengantar,
pembawa.”[4]
Penggunaan media secara kreatif akan memungkinkan audien (siswa) untuk belajar
lebih baik dan dapat meningkatkan performan mereka sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Kebanyakan para ahli pendidikan membedakan antara media dan alat
peraga. Namun penggunaan istilah tersebut juga digunakan saling bergantian.
Berdasarkan pernyataan tersebut dalam proses belajar mengajar yang bertindak
sebagai komunikator adalah guru dan yang bertindak sebagai penerima komunikasi
adalah siswa.
Pesan yang dikomunikasikan adalah ajaran atau didikan yang ada dalam
kurikulum. Sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku
dan produser media. Salurannya adalah media pendidikan dan penerima pesannya
adalah siswa atau juga guru.
Tetapi tetap memiliki
relevansi dengan tema mata pelajaran yang sedang dipelajari siswa. Penggunaan
perangkat multimedia seperti ICT sungguh sangat ideal, tetapi tidak semua
sekolah mampu mengaksesnya. Tanpa merendahkan sifat dan nilai multimedia
elektronik, para guru dapat memillh dan merancang media bahan baku
yang murah dan mudah di dapat, seperti bahan baku kertas/ plastic,
tumbuh-tumbuhan, kayu dan sebagainya, guna memotivasi dan merangsang proses
pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan.
Dalam aspek pendidikan kita lihat dengan
diberlakukannya pembelajaran PAKEM yang sudah dicanangkan pelaksanaannya pada
tahun 2003 yang lalu, pelaksanaannya pada setiap lembaga pendidikan diterapkan
untuk semua bidang studi baik eksakta maupun non eksakta. Sedangkan dalam manajemen adalah mewujudkan pembentukan manajemen
berbasis masyarakat atau sekolah, merevisi kurikulum pendidikan Agama Islam,
membentuk KKG, MGMP, KKM dan lain sebagainya yang mengarah kepada perbaikan
manajemen pendidikan.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya PAKEM tidak seperti membalikkan
telapak tangan, karena peserta didik merupakan manusia yang penuh dengan
perbedaan, baik letak geografis, pendapatan, dan lain sebagainya. Untuk itu
penerapan PAKEM dalam pembelajaran Agama Islam mengalami beberapa kesulitan,
antara lain:
1. Perbedaan tingkat kecerdasan siswa
2. Perbedaan tingkat kreativitas siswa
3. Perbedaan fisik siswa
4. Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
5. Kesiapan guru dalam penerapannya
6. Media pembelajaran yang kurang dan minim
7. Evaluasi yang digunakan.[5]
Jadi dalam penerapan PAKEM guru harus melakukan
berbagai upaya untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada path siswa, untuk
menjamin tercapainya standar kualitas lulusan lembaga tertentu.
Pembelajaran merupakan suatu proses yang terjadi
antara peserta didik dan anak didik baik secara individual maupun secara
kelompok, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sebagaimana yang telah
dirumuskan sebelumnya.
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan baliwa pembelajaran Agama Islam adalah
suatu proses pembelajaran Agama Islam yang mencakup kepada “Pelajaran A1-Qur’an
Hadits, Fiqh, Aqidah Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam.”[6]
Agar pelaksanaan PAKEM berjalan sebagaimana
diharapkan paling tidak ada 12 aspek dan sebuah pembelajaran kreatif, yang
harus dipahami dan dilakukan oleh seorang guru yang baik dalam proses
pembelajaran terhadap siswa, sebagaimana dinyatakan oleh Sumardi Suryasubrata:
1.
Memahami potensi siswa yang
tersembunyi dan mendorongnya untuk berkembang sesuai dengan kecenderungan bakat
dan minat mereka,
2.
Memberikan kesempatan kepada
siswa untuk belajar meningkatkan rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas
dan bantuan jika mereka membutuhkan,
3.
Menghargai potensi siswa yang
lemah/lamban dan memperlihatkan entuisme terhadap ide serta gagasan mereka,
4.
Mendorong siswa untuk terus
maju mencapai sukses dalam bidang yang diminati dan penghargaan atas prestasi
mereka,
5.
Mengakui pekerjaan siswa dalam
satu bidang untuk memberikan semangat pada pekerjaan lain berikutnya.
6.
Menggunakan kemampuan fantasi
dalam proses pembelajaran untuk membangun hubungan dengan realitas dan
kehidupan nyata.
7.
Memuji keindahan perbedaan
potensi, karakter, bakat dan minat serta modalitas gaya belajar individu siswa.
8.
Mendorong dan menghargai
keterlibatan individu siswa secara penuh dalam proyek-proyek pembelajaran
mandiri,
9.
Menyatakan kepada para siswa
bahwa guru-guru merupakan mitra mereka dan perannya sebagai motivator dan
fasilitator bagi siswa.
10.
Menciptakan suasana belajar
yang kondusif dan bebasr dan tekanan dan intimidasi dalam usaha meyakinkan
minat belajar siswa.
11.
Mendorong terjadinya proses
pembelajaran interaktif, kolaboratif, inkuiri dan diskaveri agar terbentuk
budaya belajar yang bermakna (meaningful learning) pada siswa.
12.
Memberikan tes/ujian yang bisa
mendorong terjadinya umpan balik dan semangat/gairah pada siswa untuk
ingin mempelajari materi lebih dalam.[7]
Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pengaruh penerapan PAKEM dalam pembelajaran di sekolah dapat
meningkatkan proses pembelajaran yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu
pendidikan dan pembelajaran itu sendiri. Untuk itu
diharapkan kepada guru untuk mampu menerapkan konsep pembelajaran PAKEM di
sekolah-sekolah, sehingga mampu meningkatkan kompetensi belajar siswa.
[1] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor
yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Bina Ilmu,1998), hal. 23
[2] Sardiman, Interaksi dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hal.26
[3] Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi
Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2003), hal 109
[4] Asnawir dan M.
Basyiruddm Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002),
hal. 11
[5] Depdikbud, Kurikulum
Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Pengembangan Kurikulum Balitbang Depdikbud
RI, 2002), hal. 27
[6] Hadirja Paraba, Wawancara
Tugas Guru dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2001), hal.
82.
[7] Sumardi Suryabrata, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), hal. 76.