08 June 2015

Pengaruh PAKEM Terhadap Pembelajaran



Pengaruh PAKEM Terhadap Pembelajaran Anak
Belajar merupakan “suatu proses perubahan yaitu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dan interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan perubahan-perubahan itu akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.”[1] Pendapat di atas juga dipertegas oleh         Sardiman “belajar berarti usaha merubah tingkah laku”[2]. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk percakapan, ketrampilan, pengertian, harga diri minat, watak dan penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang.
Pendidikan tidak cukup diselenggarakan secara tradisional, berjalan apa adanya tanpa adanya target yang jelas dan tidak adanya prosedur pencapaian target yang terbukti efektif dan efesien. Perkembangan yang pesat dalam dunia pendidikan pada abad ke-20 ini membawa kita untuk mempertimbangkan suatu pandangan tentang kemampuan siswa yang dapat ditingkatkan semaksimal mungkin dengan usaha yang efekif dan efesien. Dalam hal ini bakat bukan berarti sebagai kapasitas belajar akan tetapi sebagai kecepatan belajar atau laju belajar. Ini berarti bahwa siswa yang berintelegensi tinggi akan dapat menguasai bahan dengan cepat sedangkan yang berintelgensi rendah dalam menguasai sesuatu lamban.
Dalam pembelajaran model PAKEM seorang guru mau tidak mau hams berperan aktif, proaktif dan kreatif untuk mencari dan merancang medial bahan ajar alternatif yang mudah, murah dan sederhana. Media pembelajaran adalah suatu alat atau sarana dalam proses belajar mengajar yang berguna untuk mendukung proses belajar mengajar. Media pembelajaran disebut juga alat peraga. Proses belajar mengajar pada hakikatnya merupakan proses komunikasi antara guru dan siswa, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Mulyono antara guru dan siswa, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Mulyono bahwa “Proses belajar path hakikatnya adalah komunikasi yaitu proses penyimpanan pesan dan sumber pesan melalui media tertentu ke penerima pesan.”[3]
Secara harfiah media memiliki anti “perantara atau pengantar, pembawa.”[4] Penggunaan media secara kreatif akan memungkinkan audien (siswa) untuk belajar lebih baik dan dapat meningkatkan performan mereka sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kebanyakan para ahli pendidikan membedakan antara media dan alat peraga. Namun penggunaan istilah tersebut juga digunakan saling bergantian. Berdasarkan pernyataan tersebut dalam proses belajar mengajar yang bertindak sebagai komunikator adalah guru dan yang bertindak sebagai penerima komunikasi adalah siswa.
Pesan yang dikomunikasikan adalah ajaran atau didikan yang ada dalam kurikulum. Sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku dan produser media. Salurannya adalah media pendidikan dan penerima pesannya adalah siswa atau juga guru.
Tetapi tetap memiliki relevansi dengan tema mata pelajaran yang sedang dipelajari siswa. Penggunaan perangkat multimedia seperti ICT sungguh sangat ideal, tetapi tidak semua sekolah mampu mengaksesnya. Tanpa merendahkan sifat dan nilai multimedia elektronik, para guru dapat memillh dan merancang media bahan baku yang murah dan mudah di dapat, seperti bahan baku kertas/ plastic, tumbuh-tumbuhan, kayu dan sebagainya, guna memotivasi dan merangsang proses pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan.
Dalam aspek pendidikan kita lihat dengan diberlakukannya pembelajaran PAKEM yang sudah dicanangkan pelaksanaannya pada tahun 2003 yang lalu, pelaksanaannya pada setiap lembaga pendidikan diterapkan untuk semua bidang studi baik eksakta maupun non eksakta. Sedangkan dalam manajemen adalah mewujudkan pembentukan manajemen berbasis masyarakat atau sekolah, merevisi kurikulum pendidikan Agama Islam, membentuk KKG, MGMP, KKM dan lain sebagainya yang mengarah kepada perbaikan manajemen pendidikan.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya PAKEM tidak seperti membalikkan telapak tangan, karena peserta didik merupakan manusia yang penuh dengan perbedaan, baik letak geografis, pendapatan, dan lain sebagainya. Untuk itu penerapan PAKEM dalam pembelajaran Agama Islam mengalami beberapa kesulitan, antara lain:
1. Perbedaan tingkat kecerdasan siswa
2. Perbedaan tingkat kreativitas siswa
3. Perbedaan fisik siswa
4. Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
5. Kesiapan guru dalam penerapannya
6. Media pembelajaran yang kurang dan minim
7. Evaluasi yang digunakan.[5]

Jadi dalam penerapan PAKEM guru harus melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada path siswa, untuk menjamin tercapainya standar kualitas lulusan lembaga tertentu.
Pembelajaran merupakan suatu proses yang terjadi antara peserta didik dan anak didik baik secara individual maupun secara kelompok, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sebagaimana yang telah dirumuskan sebelumnya.
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan baliwa pembelajaran Agama Islam adalah suatu proses pembelajaran Agama Islam yang mencakup kepada “Pelajaran A1-Qur’an Hadits, Fiqh, Aqidah Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam.”[6]
Agar pelaksanaan PAKEM berjalan sebagaimana diharapkan paling tidak ada 12 aspek dan sebuah pembelajaran kreatif, yang harus dipahami dan dilakukan oleh seorang guru yang baik dalam proses pembelajaran terhadap siswa, sebagaimana dinyatakan oleh Sumardi Suryasubrata:
1.       Memahami potensi siswa yang tersembunyi dan mendorongnya untuk berkembang sesuai dengan kecenderungan bakat dan minat mereka,
2.       Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar meningkatkan rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan bantuan jika mereka membutuhkan,
3.       Menghargai potensi siswa yang lemah/lamban dan memperlihatkan entuisme terhadap ide serta gagasan mereka,
4.       Mendorong siswa untuk terus maju mencapai sukses dalam bidang yang diminati dan penghargaan atas prestasi mereka,
5.       Mengakui pekerjaan siswa dalam satu bidang untuk memberikan semangat pada pekerjaan lain berikutnya.
6.       Menggunakan kemampuan fantasi dalam proses pembelajaran untuk membangun hubungan dengan realitas dan kehidupan nyata.
7.       Memuji keindahan perbedaan potensi, karakter, bakat dan minat serta modalitas gaya belajar individu siswa.
8.       Mendorong dan menghargai keterlibatan individu siswa secara penuh dalam proyek-proyek pembelajaran mandiri,
9.       Menyatakan kepada para siswa bahwa guru-guru merupakan mitra mereka dan perannya sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa.
10.   Menciptakan suasana belajar yang kondusif dan bebasr dan tekanan dan intimidasi dalam usaha meyakinkan minat belajar siswa.
11.   Mendorong terjadinya proses pembelajaran interaktif, kolaboratif, inkuiri dan diskaveri agar terbentuk budaya belajar yang bermakna (meaningful learning) pada siswa.
12.   Memberikan tes/ujian yang bisa mendorong terjadinya umpan balik dan semangat/gairah pada siswa untuk ingin mempelajari materi lebih dalam.[7]

Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh penerapan PAKEM dalam pembelajaran di sekolah dapat meningkatkan proses pembelajaran yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran itu sendiri. Untuk itu diharapkan kepada guru untuk mampu menerapkan konsep pembelajaran PAKEM di sekolah-sekolah, sehingga mampu meningkatkan kompetensi belajar siswa.


[1] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Bina Ilmu,1998), hal. 23

[2] Sardiman, Interaksi dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hal.26

[3] Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal 109

[4] Asnawir dan M. Basyiruddm Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 11

[5] Depdikbud, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Pengembangan Kurikulum Balitbang Depdikbud RI, 2002), hal. 27

[6] Hadirja Paraba, Wawancara Tugas Guru dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2001), hal. 82.

[7] Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), hal. 76.