08 June 2015

Pola Pendidikan Anak dalam Keluarga




Pola Pendidikan Anak dalam Keluarga
Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama yang menyediakan kebutuhan biologis anak dan sekaligus memberikan pendidikannya, sehingga menghasilkan pribadi-pribadi yang dapat hidup dalam masyarakatnya, sambil menerima dan mengelola serta mewariskan kebudayaannya.


            Adapun pola pendidikan anak dalam keluarga adalah :
  1. Pendidikan dengan adat kebiasaan
Setelah anak lahir pertama sekali yang harus dilaksanakan oleh orang tuanya adalah memperdengarkan azan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya, agar memperdengarkan pada pendengarannya sejak dini kebesaran asma Allah dan kalimah syahadat yang merupakan pintu gerbang masuknya seseorang ke dalam Islam.
Kata-kata, sikap, tindakan  dan  perbuatan  orang  tua  sangat  mempengaruhi perkembangan agama dan pengenalan akhlak bagi anak. Sebelum anak dapat bicara, dia telah dapat melihat dan mendengar kata-kata yang barang kali belum mempunyai arti apa-apa baginya, namun pertumbuhan agama telah mulai ketika itu.
Setiap  yang  dilahirkan  dalam  keluarga  muslim  hendaknya  ditanamkan  ketauhidan kepada allah SWT. Agama harus dikenalkan sejak dini kepada anak, bahwa sejauh ia masih dalam kandungan pengenalan agama dilaksanakan secara terus menerus melalui pembiasaan-pembiasaan dan perilaku yang dilaksanakan keluarga.
Dalam hal ini Zakiah Daradjat, mengatakan :
Setiap pengalaman yang dilalui dalam hidupnya, baik melalui pengalaman, mendengar, perlakuan, yang diterimanya dan sebagainya. Maka si anak yang sering mendengar orang tuanya mengucapkan nama Allah yang kemudian dapat menolong bertumbuhnya jiwa agama padanya, dan apabila si anak sering melihat orang tuanya atau semua orang yang dikenalnya menjalankan ibadah, maka hasil penglihatannya itupun merupakan bibit lainnya dalam Pembinaan jiwa agama padanya. Demikian selanjutnya dengan perlakuan orang tua sesama mereka. Perlakuan yang diterima secara pribadi atau bersama-sama dengan saudaranya. Jika mencerminkan kasih sayang dan ketentraman, akan bertambah pulalah pada jiwanya rasa kasih sayang dan rasa aman. Hal itu akan menolongnya dalam mencintai tuhan. Tapi sebaliknya jika pengalaman-pengalaman yang dilalui sianak dalam masa permulaan dari pembinaan pribadi (dalam keluarga) jauh dari unsur-unsur keagamaan, maka akan jauh pulalah rasa agama pada sianak dan pribadinya kosong.[1]

Keluarga sangat besar pengaruhnya bagi anak-anak dalam membina pertumbuhan dan perkembangan pribadinya ke arah yang baik dan diharapkan oleh agama. Apabila orang tua mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam rumah tangganya di saat berhubungan dengan Allah dan sesama mereka. Dapat menjadikan pula bagi anak-anak suatu pengalaman, serta dapat dijadikan modal dalam kehidupanya baik untuk melaksanakan ibadah kepada Allah maupun  di kala mengadakan interaksi sesamanya.
  1. Pendidikan dengan contoh Teladan
Pendidikan dengan keteladanan, baik berupa tingkah laku sifat, cara berfikir, dan sebagainya. Banyak para ahli berpendapat bahwa pendidikan dengan contoh teladan merupakan metode yang paling berhasil guna. Abdullah ’Ulwan, mengatakan “bahwa orang tua akan merasa mudah mengkomunikasikan pesannya secara lisan. Namun anak akan merasa kesulitan dalam memahami peran itu apabila ia melihat pendidiknya tidak memberi  contoh tentang pesan yang disampaikannya”.[2]
Oleh karena itu orang tua dalam melaksanakan pendidikan tidak hanya memberikan petunjuk dan binbingan, tetapi harus memberikan contoh teladan yang baik terhadap anak sebagaimana yang dijelaskan oleh Aisyah Dahlan :
Anak-anak lebih mudah meniru dan mencontoh dari pada mengerti ajaran- ajaran yang abstrak, mereka akan membuat seperti orang tuanya dan bertingkah laku meniru mereka, maka oleh karenanya kewajiban ibu bapak adalah memberikan bimbingan, pinpinan dan suri teladan yang baik kepada anak-anaknya.[3]

Dari kutipan di atas dapat penulis simpulkan bahwa keluarga memegang  peranan penting dalam kehidupan anak. Karena semua anggota keluarga harus memberikan contoh teladan yang baik dalam hidupnya, baik tingkah laku, perkataan, perbuatan dan pergaulan, hal ini memberi pengaruh langsung dalam kehidupan si anak.
  1. Pendidikan dengan Kebijaksanaan.
Dalam melaksanakan pendidikan dirumah, orang tua harus bijaksana, tidak Boleh menerapkan pola otoriter, tetapi yang bersifat demokratis, yaitu memberikan kesempatan kepada anak untuk berbuat, mengembangkan dirinya, tetapi di pihak lain orang tua turut serta berperan aktif dalam mengontrol perilaku anak.
Hal ini sesuai dengan pendapat Umar Hasyim :
Anak-anak kita adalah buah hati dan sandaran punggung kita. Kita adalah bagaikan langit yang memayungi mereka dan bagaikan bumi tempat mereka berpijak, jika mereka jengkel, usahakan agar mereka berhati penuh kerelaan. Jika mereka meminta sesuatu usahakanlah engkau memenuhi permintaan mereka. Dan janganlah kita menjadi pintu penutup atau kayu penghalang bagi mereka, sehingga mereka bosan akan hidup kita dan berpengharapan agar kita segera mati.[4]

            Begitu juga dalam mendidik anak orang tua tidak boleh pilih kasih atau berat sebelah, karena sikap orang tua yang dimikian akan mengakibatkan perasaan sedih dan dendam atau permusuhan antara satu anak dengan anak lainnya, akhirnya antara sesama saudara timbul cekcok dan tidak rukun, maka orang tua harus pandai-pandai membawa sikap dalam mendidik anak.
  1. Pendidikan dengan memberikan hukuman
Hukuman merupakan suatu metode yang diterapkan dalam keluarga, agar si anak jera dan berhenti dari hal-hal yang buruk. Dalam memberikan hukuman janganlah memukul anak sampai ia menjerit-jerit menolong, yang tentu saja amat sakit, tetapi dalam memberikan hukuman orang tua harus bijaksana, misalnya apabila anak malas shalat malas mengaji maka hukuman yang diberikan kepadanya yaitu tidak memberikan uang jajan.
Hukuman baru dilakukan apabila metode lain, seperti nasehat dan peringatan tidak berhasil guna memperbaiki anak, sebelum dijatuhi hukuman, anak hendaknya lebih dahulu diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Hukuman yang dijatuhkan kepada anak hendaknya dapat dimengerti olehnya, sehingga ia sadar akan kesalahannya dan tidak akan mengulanginya.
Sebenar tanggung jawab mengenai keagamaan bukanlah hanya tanggung jawab negara, akan tetapi hak dan tugas setiap kepala keluarga, dalam hal ini orang tua. Mereka mempunyai hak yang lebih utama terhadap pendidikan anak-anaknya. Orang tua harus mampu memberikan hal-hal yang terbaik kepadanya.
Pada dasarnya hal-hal yang mempengaruhi pendidikan anak banyak sekali tetapi di sini penulis hanya menguraikan beberapa saja, di antaranya adalah :
a.  Biologis Anak
Dalam pembentukan dan pendidikan keagamaan anak ikut di pengaruhi oleh faktor biologisnya karena hal ini berkenaan dengan jasmani atau tubuh yang diturunkan sifat ke turunan dari orang tua. Sifat pendiam ataupun periang kemungkinan anaknya juga memiliki sifat-sifat tersebut. Demikian juga kalau orang tuanya memiliki bentuk tubuh yang pendek ataupun sebaliknya kemungkinan anaknya juga memiliki bentuk tubuh yang demikian. Walaupun hal ini terbentuk oleh keturunan namun tidak terlepas bagaimana individu itu membentuk dirinya sendiri, menjadi seorang yang beragama.
Keturunan itu bisa menimbulkan pengaruh pada anak, karena kalau keturunan sudah tidak baik walaupun kita didik dalam lingkungan pendidikan yang baik anak itu tetap tidak baik, sesuai dengan aliran Nativisme, bahwa anak tumbuh menurut kemampuan dari dalam yang bersifat kodrati, sedangkan pengaruh luar/lingkungan sama sekali tidak memberi bekas pada pertumbuhan anak.[5]

Apabila orang tua baik, maka anaknya akan baik dan sebaliknya apabila orang tua seorang penjahat akan diwarisi sifat jahatnya. Seseorang yang mempunyai faktor itu akan mewarnai pada pendidikan agama sebagai pembawaan sejak lahir karena faktor keturunan lebih menonjol dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi perkembangan anak.
Keluarga adalah tempat pertama pembentukan kepribadian seseorang. Justru itu orang tualah yang bertanggung jawab terhadap seluruh anggota keluarganya. Pangkal ketentraman dan kedamaian hidup adalah terletak dalam keluarga yang harmonis.
Supaya tidak terjadinya pengaruh yang tidak baik terhadap anggota keluarga. Orang tualah yang dahulu membina dan membimbing mereka, agar benar-benar memahami dan menghayati nilai-nilai agama secara menyeluruh, dan norma akhlak yang mulia lagi terpuji. Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada keluarga, maka orang tua mampunyai tanggung jawab untuk mendidik anggota keluarganya dengan pendidikan yang baik dan terpuji, karena pada dasarnya anak itu adalah suci, bersih dari segala ukiran dan gambaran. Maka untuk selanjutnya diserahkan kepada orang tuanya apakah hendak diselamatkan atau di jerumuskan.
Oleh sebab itu kedua orang tua dalam memberikan bimbingan dalam pembinaan agama mempunyai kedudukan yang menentukan terhadap hari depan anaknya di dalam segala bidang, terutama di bidang keyakinan agama dan sebagainya. Maka dengan demikian bila anak itu diarahkan atau dibiasakan kepada kebaikan, besar kemungkinan menjadi baik, dan bila anak dibiasakan yang jelek atau dalam kejelekan, maka akan rusak dan binasalah anak tersebut dalam kehidupannya baik di dunia maupun di akhirat kelak. Karena orang tua besar sekali pengaruh terhadap pembinaan anaknya di dalam keluarga.
b. Psikologis Anak
Dalam keluarga yang baik akan melahirkan anak yang baik pula begitu juga dengan pendidikan keagamaan anak dan dalam hal ini sikap baik atau tidaknya orang tua akan menurunkan kepada anaknya. Islam memandang bahwa pembawaan pribadi seseorang secara mutlak akan berpengaruh kepada pembentukan kepribadian seseorang. Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak dalam memperoleh pendidikan, baik buruknya pendidikan yang diperoleh anak yang pertama sekali sangat tergantung pada kaluarga. Oleh sebab itu Islam menganjurkan untuk selalu menanamkan nilai-nilai pendidikan Islami kepada anak semenjak dini, karena yang demikian akan membawa pengaruh besar bagi perkembangan anak itu sendiri dimasa yang akan datang. Orang tualah yang dapat memberi pendidikan anak secara dini.
Orang tua diharapkan untuk selalu berbuat baik dan berlaku sopan, menyerukan kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar agar anak dapat mengambil contoh dari sikap orang tua tersebut. Abdurrahman An-Nahlawi mengatakan : "Anak-anak akan tumbuh dan dibesarkan di dalam rumah yang dibangun dengan dasar ketaqwaan kepada Allah. Ketaatan pada syariat Allah, dan keinginan menengahkan syariat Allah. Dengan sangat mudah, anak-anak akan meniru kebiasaan orang tua dan akhirnya terbiasa untuk hidup yang Islami".[6]
Anak-anak merupakan cermin dari keluarga apabila keluarga baik maka akan baik pula anak, demikian pula sebaliknya. Mengingat anak tumbuh dan berkembang pertama sekali dalam keluarga.



[1] Zakiah Daradjat, Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, (Jakarta : Bulan Bintang, 2001), hal. 80

[2] Abdullah ‘Ulwan, Tarbiyah Al-Aulad Fill Islam (Bairut : Dar Al-Salam, 2000), hal. 178

[3] Aisyah Dahlan, Membina Rumah Tangga Bahagia dan Peranan Agama dalam Rumah Tangga, (Jakarta : Yamunu, 2000), hal. 20

[4] Umar Hasyim, Cara Mendidik Anak Dalam Islam, (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 2001), hal. 166

[5] H.M. Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia, (Jakarta : Bulan Bintang, 2001), hal. 23

[6] Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta : Gema Insani Press, 1996), hal. 168