02 September 2015

Urgensi Pengelolaan Kelas dalam Proses Belajar Mengajar

Urgensi Pengelolaan Kelas dalam Proses Belajar Mengajar
Pengelolaan kelas merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki guru dalam mengelola kelas. Pengelolaan kelas merupakan hal yang berbeda dengan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut dalam suatu pembelajaran. Sedangkan "pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya--upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan raport, penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu, penetapan norma kelompok yang produktit), didalamnya mencakup pengaturan orang (peserta didik) dan fasilitas"[1]


"Adapun urgensi pengelolaan kelas dalam proses belajar mengajar disebabkan antara lain";
1.      Kegagalan murid dalam belajar.
2.      Menurunnya motivasi belajar.
3.      Menurunnya kedisiplinan murid.
4.    Kurang memadainya sarana dan prasarana belajar mengajar yang menunjang.[2]

Padahal terdapat kemungkinan besar bahwa keadaan tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan seorang guru dalam mengelola kelas secara efektif sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi membosankan.
Dengan pengelolaan kelas yang berorientasi pada siswa artinya guru harus memberi penekanan dan pengalaman secara langsung serta merancang proses belajar mengajar di kelas yang memberi kesempatan yang banyak kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan menerapkan hal-hal yang telah dipelajarinya sehingga siswa mampu menggunakan fakta-fakta yang suda.h dipelajarinya untuk menjelaskan situasi atau untuk menerapkan informasi pada situasi baru serta mampu mengembangkan pemikiran dan keterampilan yang digunakannya serta dapat diterapkan claim kehidupan sehari-hari.

Terdapat dua macam masalah pengeloiaan kelas, yaitu :
  1. Masalah Individual :
a.       Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian).
b.      Power seeking behaviors (pola perilaku menujukkan kekuatan)
c.       Revenge seeking behaviors (pola perilaku rnenunjukkan balas dendatn).
d.      Helplessness (peragaan ketidakmampuan). [3]

Keempat masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok.
  1. Masalah Kelompok, diantaranya :
a.       Kelas kurang kohesif, karena alasan jenis kelamin, suku, tingkatan social ekonomi, dan sebagainya.
b.      Penyimpangan dari norma-norma perilaku yang telah disepakati sebelumnya.
c.       Kelas mereaksi secara negatif terhadap salah seorang anggotanya.
d.      Membimbing anggota kelas yang melanggar norma kelompok.
e.       Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah digarap.
f.       Semangat kerja rendah atau semacam aksi protes kepada guru, karena menganggap tugas yang diberikan kurang fair. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru.
Pengajaran merupakan sub set dari suatu pendidikan atau pengajaran disekolah termasuk dalam kontek dalam ruang pendidikan. Kegiatan pengajaran berarti kegiatan pendidikan, tetapi bukan sebaliknya. Pencapaian tujuan pengajaran adalah dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Demikian.pun kegiatan pengajaran dengan sendirinya ada dalam ikatan situasi dan tujuan pendidikan. Interaksi pengajaran yang terikat oleh situasi dan tujuan pendidikan disebut interaksi edukatif.
Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan dalam pengelolaan kelas, yaitu :
1.      Pendekatan Perilaku
Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa perilaku "baik" dan "buruk" individu merupakan hasil belajar. Upaya memodifikasi prilaku dalam mengelola kelas dilakukan melalui pemberian positive reinforcement (untuk membina perilaku positif) dan negative reinforcement (untuk mengurangi perilaku negatif). Kendati demikian, dalam penggunaan reinforcement negatif seyogyanya dilakukan secara hati-hati, karena jika tidak tepat malah hanya akan menimbulkan masalah baru.
2.      Pendekatan Sosial

Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa proses belajar mengajar yang baik didasari oleh adanya hubungan interpersonal yang baik antara peserta didik - guru dan atau peserta didik - peserta didik dan guru menduduki posisi penting bagi terbentuknya ik.lim sosio-emosional yang baik.
3.      Pendekatan Kelompok
Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa pengalaman belajar berlangsung dalam konteks kelompok sosial dan tugas guru adalah membina dan memelihara kelompok yang produktif dan kohesif.
Guru merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan. Keberhasilan suatu pendidikan tidak dapat dilepaskan dari peran guru. Guru harus senantiasa didorong untuk mampu mengembangkan dirinya sendiri untuk mencapai tingkat kualitas tertentu, mempertahankan dan memelihara kualitas itu dalam bentuk penjaminan kualitas, untuk senantiasa melakukan upaya peningkatan kualitas kerjanya secara berkelanjutan.
"Kualitas kinerja professional seorang guru tidak hanya sebatas menguasai bahan ajar dan menerapkan metode pembelajaran yang baik. Lebih dari itu, guru harus memahami keadaan dan kebutuhan peserta didik yang unik dan bervariasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya dan selalu berkembang dengan cepat dan sulit untuk diperkirakan sebelumnya. Pendekatan kearah pencapaian kualitas guru seperti itu akan berhasil melalui metode penelitian tindakan kelas (PTK) atm I classroom action research (CAR). Dalam pendekatan ini, guru senantiasa berusaha untuk mengintegrasikan ilmu ke dalam praktek, baik ilmu tentang bahan yang diajarkan, maupun ilmu tentang bagaimana mengajar, dan bagairnana bergaul dengan peserta didik. Dengan demikian, dia akan menjadi guru peneliti yang reflektif”.[4]

Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Dalam konteks pengajaran strategi bisa diartikan sebagai suatu. pola umum tindakan pengajar atau guru dengan peserta didik atau siswa dalam memanifestasi aktivitas pengajaran. Sifat umum pola itu berarti bahwa macam-macam dan sekuensi ( urutan ) tindakan yang dimaksud nampak di gunakan atau di peragakan guru dengan siswa atau peserta didik pada berbagai ragam event pengajaran. Dengan kata lain, konsep strategi dalam konteks ini dimaksudkan pada karakteristik abstrak serangkaian tindakan guru dan peserta didik atau siswa dalam pengajaran.
Secara tersirat dibalik karakteristik abstra.k itu terdapat perbedaan rasional antara strategi yang satu dengan strategi yang lainnya secara fundamental atau mendasar. Adapun serangkaian tindakan guru dan peserta didik dalam suatu event pengajaran aktual tertentu, disebut prosedur pengajaran.
Pendidikan dapat dirumuskan dari sudut normatif, karena pendidikan menurut hakikatnya memang sebagai suatu peristiwa yang memiliki norma. Artinya bahwa dalam peristiwa pendidikan, pendidik yang dalam hal ini guru atau pengajar dan anak didik yang dalam hal ini siswa atau pelajar berpegang pada ukuran, norma hidup, nilai-nilai moral, kesusilaan yang kesemuanya merupakan sumber norma di dalam pendidikan.
Aspek itu sangat dominan dalam merumuskan tujuan secara umum. Oleh karena itu persoalan ini akan menipakan bidang pembahasan teori dan filsafat ilmu pendidikan. Tetapi di samping perumusan secara normatif pendidikan dapat pula dirumuskan dari sudut proses teknis, yakni terutama dilihat dari segi peristiwanya. Peristiwa dalam hal ini merupakan suatu kegiatan praktis yang berlangsung dalarn suatu masa dan terikat dalam satu situasi serta terarah pada satu tujuan. Peristiwa tersebut adalah satu rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia, rangkaian kegiatan yang saling mempengaruhi. Satu rangkaian perubahan dan pertumbuhan -­pertumbuhan fungsi jasmaniah, pertumbuhan watak, pertumbuhan intelek dan pertumbuhan sosial. Semua ini tercakup dalam peristiwa pendidikan. Dengan demikian pendidikan itu merupakan himpunan kultural yang sangat kompleks yang dapat digunakan sebagai perencanaan kehidupan manusia.
Kemudian sebagai ilustrasi, misalnya pendidikan yang dikaitkan sebagai usaha pembentukan manusia yang bertanggung jawab, bersusila dan demokratis, adalah normatif dalam perumusannya. Sedangkan peristiwa atau proses interaksi pendidikannya adalah suatu proses teknis. Di dalam proses teknis inilah, secara spesifik sebagai gambaran berlangsungnya proses belajar mengajar dalam pengajaran. Proses belajar mengajar akan senantiasa merupakan kegiatan interaksi antara dua unsur manusia, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subyek pokoknya. "Dalam proses interaksi antara siswa dan guru, dibutuhkan komponen komponen pendukung antara lain ciri --ciri interaksi edukatif”.[5]
Pengajaran merupakan subset dari suatu pendidikan atau pengajaran disekolah termasuk dalam kontek dalam ruang pendidikan. Kegiatan pengajaran berarti kegiatan pendidikan, tetapi bukan sebaliknya. Pencapaian tujuan pengajaran adalah dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Demikianpun kegiatan pengajaran dengan sendirinya ada dalam ikatan situasi dan tujuan pendidikan. interaksi pengajaran yang terikat oleh situasi dan tujuan pendidikan disebut interaksi edukatif.
Terjadinya interaksi edukatif dalam pengajaran sangat ditunjang oleh nuansa yang terjadi dalam belajar mengajar dari segala lingkupnya yang paling penting dan utama menyangkut tentang metode system dan cara yang diterapkan masing-masing komponen dalam pembelajaran tersebut baik bagi peserta didik sebagai objek belajar maupun pendidik sebagai orang yang memberikan pengajaran dalam hal transfer ilmu p-engetahuan. Pada fenomena diatas akan dapat dilihat begitu eratnya hubungan yang terjadi antara strategi penyelenggaraan pendidikan agama islam dengan situasi benar­-benar aman tertib dan terkendali dalam pelaksanaan pengajaran. Hubungan antara strategi penyelenggaraan agama islam dengan penciptaan suasana kondusif dalam penyelenggaran dalam proses pengajaran yakni denga.n mengefektifkan suatu system belajar mengajar akan dapat terpola suatu mekanisme pengajaran yang efektif pula. Melalui peranan dan hubungan strategi penyelenggaraan pendidkan agama islam dalam menciptakan situasi dan suasana yang kondusif dalam pengajaran itu akan dapat terimplementasi secara akurat mengenai perwujudan suatu insane muda yang mempunyai bobot intelektual yang memadai sehingga akan terbentuk pula generasi penerus harapan bangsa dimasa akan datang, khususnya dalam melestarikan norma - norma dan nilai–nilai pendidikan secara luas dan menyeluruh


[1] Raka, Teknik Pengelolaan Kelas (Jakarta, Grasindo, 2002) hal. 2

[2] Hasan Basri, Pengelolaan Kelas Terpadu (Bandung, Prenada, 2005) hal 47
[3]  Ibid., hal.3
[4] Sri Haryani, dkk. Diklat Teknis Penelittan Tindakan Kelas Direktorat Pendidikan Luar biasa, (Jakarta, UNI, 2006) hal. 2

[5]  Arthani, M. Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Bandung, Armico, 1985) hal. 15

No comments: