Urgensi Pengelolaan Kelas dalam Proses Belajar Mengajar
Pengelolaan
kelas merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki guru dalam mengelola kelas. Pengelolaan kelas merupakan hal yang
berbeda dengan pengelolaan pembelajaran.
Pengelolaan pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut dalam suatu
pembelajaran. Sedangkan
"pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya--upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang
optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan raport, penghentian
perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian
kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu, penetapan norma kelompok yang
produktit), didalamnya mencakup pengaturan
orang (peserta didik) dan fasilitas"[1]
"Adapun urgensi pengelolaan kelas dalam proses belajar mengajar
disebabkan antara lain";
1.
Kegagalan
murid dalam belajar.
2. Menurunnya motivasi belajar.
3. Menurunnya kedisiplinan murid.
Padahal terdapat
kemungkinan besar bahwa keadaan tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan seorang guru dalam mengelola kelas
secara efektif sehingga kegiatan
belajar mengajar menjadi membosankan.
Dengan pengelolaan kelas yang berorientasi pada siswa artinya guru harus memberi penekanan dan pengalaman secara langsung serta merancang
proses belajar mengajar di kelas yang memberi kesempatan yang banyak kepada
siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan
menerapkan hal-hal yang telah dipelajarinya sehingga siswa mampu menggunakan fakta-fakta
yang suda.h dipelajarinya untuk menjelaskan
situasi atau untuk menerapkan informasi pada situasi baru serta mampu mengembangkan pemikiran dan keterampilan yang
digunakannya serta dapat diterapkan
claim kehidupan sehari-hari.
Terdapat dua macam masalah pengeloiaan
kelas, yaitu :
- Masalah Individual :
a. Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian).
b. Power seeking behaviors (pola perilaku menujukkan kekuatan)
c. Revenge seeking behaviors (pola perilaku rnenunjukkan balas
dendatn).
Keempat masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang
tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga
dapat merugikan orang lain atau kelompok.
- Masalah Kelompok, diantaranya :
a.
Kelas
kurang kohesif, karena alasan jenis kelamin, suku, tingkatan social ekonomi, dan sebagainya.
b.
Penyimpangan
dari norma-norma perilaku yang telah disepakati sebelumnya.
c.
Kelas
mereaksi secara negatif terhadap salah seorang anggotanya.
d.
Membimbing
anggota kelas yang melanggar norma kelompok.
e.
Kelompok
cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah
digarap.
f.
Semangat
kerja rendah atau semacam aksi protes kepada guru, karena menganggap tugas yang diberikan kurang
fair. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan
keadaan baru.
Pengajaran merupakan sub set dari suatu pendidikan atau pengajaran disekolah termasuk dalam kontek dalam
ruang pendidikan. Kegiatan pengajaran berarti kegiatan pendidikan, tetapi bukan sebaliknya. Pencapaian tujuan
pengajaran adalah dalam
rangka pencapaian tujuan pendidikan. Demikian.pun kegiatan pengajaran dengan sendirinya ada dalam
ikatan situasi dan tujuan pendidikan. Interaksi pengajaran yang terikat oleh situasi dan tujuan pendidikan
disebut interaksi edukatif.
Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan dalam pengelolaan kelas, yaitu :
1.
Pendekatan
Perilaku
Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa perilaku "baik" dan "buruk"
individu merupakan hasil belajar. Upaya memodifikasi prilaku dalam mengelola
kelas dilakukan melalui pemberian positive reinforcement (untuk membina
perilaku positif) dan negative reinforcement (untuk mengurangi perilaku
negatif). Kendati demikian, dalam penggunaan reinforcement negatif seyogyanya
dilakukan secara hati-hati, karena jika tidak tepat malah hanya akan
menimbulkan masalah baru.
2.
Pendekatan
Sosial
Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa proses belajar mengajar yang baik didasari oleh
adanya hubungan interpersonal yang baik antara peserta didik - guru dan atau peserta didik
- peserta didik dan guru menduduki posisi penting bagi terbentuknya ik.lim sosio-emosional yang baik.
3.
Pendekatan Kelompok
Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa pengalaman belajar berlangsung dalam
konteks kelompok sosial dan tugas guru adalah membina
dan memelihara kelompok yang produktif dan kohesif.
Guru merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan. Keberhasilan suatu pendidikan tidak dapat dilepaskan
dari peran guru. Guru harus senantiasa didorong untuk mampu mengembangkan dirinya sendiri
untuk mencapai tingkat kualitas
tertentu, mempertahankan dan memelihara kualitas itu dalam bentuk penjaminan kualitas, untuk senantiasa
melakukan upaya peningkatan kualitas kerjanya secara berkelanjutan.
"Kualitas kinerja professional seorang guru tidak hanya sebatas
menguasai bahan ajar dan
menerapkan metode pembelajaran yang baik. Lebih dari itu, guru harus memahami
keadaan dan kebutuhan peserta didik yang unik dan bervariasi antara siswa yang satu dengan yang
lainnya dan selalu berkembang dengan cepat dan sulit untuk diperkirakan sebelumnya.
Pendekatan kearah pencapaian kualitas guru seperti itu akan berhasil melalui metode penelitian tindakan kelas
(PTK) atm I classroom
action research (CAR).
Dalam pendekatan ini, guru senantiasa berusaha untuk mengintegrasikan ilmu ke dalam praktek, baik ilmu tentang
bahan yang diajarkan,
maupun ilmu tentang bagaimana mengajar, dan bagairnana bergaul dengan peserta didik. Dengan demikian, dia
akan menjadi guru peneliti yang reflektif”.[4]
Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Dalam konteks
pengajaran strategi bisa diartikan sebagai suatu. pola umum tindakan pengajar atau guru dengan
peserta didik atau siswa dalam memanifestasi aktivitas pengajaran. Sifat umum pola itu berarti bahwa
macam-macam dan sekuensi (
urutan ) tindakan yang dimaksud nampak di gunakan atau di peragakan guru dengan siswa atau peserta
didik pada berbagai ragam event pengajaran. Dengan kata lain, konsep strategi
dalam konteks ini dimaksudkan pada karakteristik abstrak serangkaian tindakan guru dan peserta didik atau
siswa dalam pengajaran.
Secara tersirat dibalik karakteristik abstra.k itu terdapat perbedaan
rasional antara strategi
yang satu dengan strategi yang lainnya secara fundamental atau mendasar. Adapun serangkaian tindakan
guru dan peserta didik dalam suatu event pengajaran aktual tertentu, disebut prosedur
pengajaran.
Pendidikan dapat dirumuskan dari sudut normatif, karena pendidikan
menurut hakikatnya memang
sebagai suatu peristiwa yang memiliki norma. Artinya bahwa dalam peristiwa pendidikan, pendidik
yang dalam hal ini guru atau pengajar dan anak didik yang dalam hal ini siswa atau pelajar
berpegang pada ukuran, norma hidup, nilai-nilai moral, kesusilaan yang kesemuanya merupakan sumber norma di
dalam pendidikan.
Aspek itu sangat dominan dalam merumuskan tujuan secara umum. Oleh karena itu persoalan ini akan menipakan
bidang pembahasan teori dan filsafat ilmu pendidikan. Tetapi di samping perumusan secara
normatif pendidikan dapat pula dirumuskan dari sudut proses teknis, yakni
terutama dilihat dari segi peristiwanya. Peristiwa dalam hal ini merupakan suatu kegiatan
praktis yang berlangsung dalarn suatu masa dan terikat dalam satu situasi serta terarah pada satu tujuan.
Peristiwa tersebut adalah
satu rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia, rangkaian kegiatan yang saling mempengaruhi. Satu rangkaian perubahan dan
pertumbuhan -pertumbuhan fungsi jasmaniah,
pertumbuhan watak, pertumbuhan intelek dan pertumbuhan sosial. Semua ini tercakup dalam peristiwa pendidikan. Dengan
demikian pendidikan itu merupakan
himpunan kultural yang sangat kompleks yang dapat digunakan sebagai perencanaan kehidupan manusia.
Kemudian sebagai ilustrasi, misalnya pendidikan yang dikaitkan sebagai usaha pembentukan manusia yang
bertanggung jawab, bersusila dan demokratis, adalah normatif dalam perumusannya. Sedangkan
peristiwa atau proses interaksi pendidikannya adalah suatu proses teknis. Di dalam proses teknis inilah,
secara spesifik sebagai
gambaran berlangsungnya proses belajar mengajar dalam pengajaran. Proses belajar mengajar akan senantiasa
merupakan kegiatan interaksi antara dua unsur manusia, yakni siswa sebagai pihak yang
belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subyek pokoknya. "Dalam proses
interaksi antara siswa dan
guru, dibutuhkan komponen komponen pendukung antara lain ciri --ciri interaksi edukatif”.[5]
Pengajaran merupakan subset dari suatu pendidikan atau pengajaran
disekolah termasuk dalam
kontek dalam ruang pendidikan. Kegiatan pengajaran berarti kegiatan pendidikan, tetapi bukan
sebaliknya. Pencapaian tujuan pengajaran adalah dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.
Demikianpun kegiatan pengajaran dengan sendirinya ada dalam ikatan situasi dan
tujuan pendidikan. interaksi pengajaran yang terikat
oleh situasi dan tujuan pendidikan disebut interaksi edukatif.
Terjadinya interaksi
edukatif dalam pengajaran sangat ditunjang oleh nuansa yang terjadi dalam belajar mengajar dari segala
lingkupnya yang paling penting dan utama
menyangkut tentang metode system dan cara yang diterapkan masing-masing komponen dalam pembelajaran tersebut baik bagi
peserta didik sebagai objek belajar maupun
pendidik sebagai orang yang memberikan pengajaran dalam hal transfer ilmu p-engetahuan. Pada fenomena diatas akan dapat
dilihat begitu eratnya hubungan yang terjadi
antara strategi penyelenggaraan pendidikan agama islam dengan situasi benar-benar aman tertib dan terkendali dalam pelaksanaan
pengajaran. Hubungan antara strategi penyelenggaraan agama islam dengan
penciptaan suasana kondusif dalam penyelenggaran
dalam proses pengajaran yakni denga.n mengefektifkan suatu system belajar mengajar akan dapat terpola suatu mekanisme
pengajaran yang efektif pula. Melalui
peranan dan hubungan strategi penyelenggaraan pendidkan agama islam dalam menciptakan situasi dan suasana yang kondusif
dalam pengajaran itu akan dapat
terimplementasi secara akurat mengenai perwujudan suatu insane muda yang mempunyai bobot
intelektual yang memadai sehingga akan terbentuk pula generasi penerus harapan bangsa dimasa
akan datang, khususnya dalam melestarikan norma - norma dan nilai–nilai
pendidikan secara luas dan menyeluruh
[1] Raka, Teknik Pengelolaan Kelas (Jakarta, Grasindo, 2002)
hal. 2
[2] Hasan Basri, Pengelolaan Kelas Terpadu (Bandung, Prenada,
2005) hal 47
[3] Ibid., hal.3
[4] Sri Haryani, dkk. Diklat
Teknis Penelittan Tindakan Kelas Direktorat Pendidikan Luar biasa, (Jakarta, UNI, 2006) hal. 2
[5] Arthani, M. Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Bandung,
Armico, 1985) hal. 15
No comments:
Post a Comment