1. Persiapan
Dalam mempelajari A1-Qur’an, orang mukmin
hendaknya bisa menyesuaikan dengan kemampuannya dalam membaca mempelajari
isinya dan menggali kandungan ilmu dari dasarnya tidak pemah mengabaikan
apalagi membiarkannya.
Belajar membaca Al-Qur’an dapat dibagi kepada
beberapa tingkatan yaitu belajar membaca sampai lancar, belajar arti, belajar
memahami maksud dan belajar membaca
Al-Qur’an sebagaimana ahli mengajar membaca al-qur’an yang harus didahului
menurut sebahagian ahli mengajar baca Al-Qur’an meliputi :
a. Pengenalan huruf-huruf hijaiyah
b. Cara membunyikan huruf-huruf hijaiyah
c. Memperkenalkan sifat huruf, bentuk, fungsi tanda
baca seperti baris, waqaf dan lain sebagainya
d. Membaca dengan bermacam-macam qira’ah yang sesuai
dengan hukum tajwid[1]
Persiapan mengajar pada hakikatnya merupakan suatu
perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan tentang apa
yang dilakukan.
Langkah awal yang dimiliki keterampilan dasar dan
pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan situasi pembelajaran.
Sedangkan ruang lingkupnya adalah :
a. Pengetahuan dasar membaca dan menulis al-qur’an yang
benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid
b. Hafalan surat-surat pendek dalam al-qur’an dan
pemahaman sederhana tentang arti dan makna kandungan
c. Pemahaman dan pengalaman melalui keteladanan dan
pembinaan membaca al-qur’an[2]
2. Materi
Materi yang diajarkan kepada santri dalam
pembelajaran al-qur’an menurut sebagian besar adalah ejaan huruf hijaiyah,
menghafal dan menulis ayat-ayat al-qur’an.
Silabusnya
Kompetensi dasar :
Hafalan Surat-surat Pendek
Materi :
a. Surat Annas
b. Surat Ikhlas
c. Surat Al-Lahab
d. Surat Al-Kafirun
e. Surat Al-Kausar
Indikatornya :
a. Santri mampu menghaal surat-surat pendek
b. Membimbing kemampuan dasar Santri dalam
membaca surat-surat pendek
c. Membina dan membimbng perilaku
santri
d.
Memberikan
pengertian pemahaman dan penghayatan
3. Metode
a. Metode Iqra’
Metode Iqra’, yaitu seorang guru engajar santri
berkelompok dan dengan sistim ini guru mengajar mereka satu persatu hingga
tidak ada seorang pun dan santri yang tidak diperhatikan.
Dalam proses pembalajaran baca Al-Qur’an metode
mempunyai kedudukan yang sangat penting mencapai tujuan, sebab metode merupkan
sarana untuk memberikan makna terhadap materi yang tersusun dalam kurikulum
sehingga dapat dipahami serta diserap oleh santri. Ketiadaan metode pendidikan
yang efektif, berkat menghambat atau membuang sia-sia waktu dalam upaya
pembelajaran.
b. Metode bagdadiyah
Metode bagdadiyah merupakan “metode lama dan
santri lama sekali baru dapat membaca AL-Qur’an dengan fasih, pada umumnya
orang tua telah membiasakan mengajarkan Al Qur’an Sejak anaknya masih kecil
walaupun dala tingkat pengenalan huruf”.[3]
Mulai diajarkan nama huruf yaitu Alif dan
seterusnya metode iqra merupakan metode modem dan cana baca capat agar anak didik
menguasai tulis bacaan Al-Qur’an lain halnya dengan metode bagdadiya metode ini
merupakan metode lama dan santri lama sekari baru mampu membaca Al-Qur’an
dengan fasih. Adapun metode iqra’ dilaksanakan dengan cara melafdhkan langsung
huruf-huruf Hijaiyah tanpa mengaja satu persatu.
Metode ini lebih cepat mempu membaca Al-Qur’an,
bahkan yang mengajarkan tidak hanya membaca Al-Qur’an saja tetapi juga
diberikan pelajaran menulis dan menghafalkan ayat ayat pendek sebagaimana yang
terdapat dalam kurikulum metode iqra’, dengan metode ini proses pembalajaran tulis
baca Al-Qur’an lebih praktis dan tidak membubuhkan waktu yang lama.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
Membaca pada umumnya adalah kemampuan menganali
dan memahami huruf atau lafadh-lafadh dan sebuah teks yang ada membacanya
biasanya terdorong oleh kepentingan yang sangat medasar , disisi lain, membaca
identik dengan belajar. Minat atau keinginan yang mendalam diperngaruhi oleh
faktor internal maupun eksternal. Menurut Herowo, minat seseorang untuk
membaca, dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor diantaranya:
1. Motivasi
2. Kemampuan
3. Bakat
4. Sikap[4]
Jika dikaitkan dengan Al-Qur’an, maka minat baca
Al-Qur’an dengan motivasi, kemampuan, bakat dan sikap. Yang menjadi motivasi
penting dalam membaca Al-Qur’an adalah bahwa AI-Qur’an itu wahyu Allah, yang berisi
tentang petunjuk bagi manusia dan membacanya mcnjadi ibadah.
e. Motivasi
Motivasi adalah “sebagai suatu faktor dorongan
yang datang dari dalam diri individu[5]. Motivasi
timbul karena adanya bermacam-macam kebutuhan, tanpa motivasi, maka minat itu
sulit sekali ditumbuhkan. Mengenai hal ini orang tua dan guru ngaji perlu
memperhatikan dan menumbuhkan minat baca AlQur’an. Motivasi sangat mendorong
seseorang untuk belajar.
Kedudukan AI-Qur’an sebagai kalam Allah dan
berfungsi sebagai dasar ajaran Islam dan bukti keimanan, akan sangat
mempengaruhi minat. Motivasi inilah yang perlu dipelihara terus menerus untuk
menjaga minat baca seseorang.
f. Kemampuan
Kemampuan merupakan “pengertian-pengertian yang
berhubungan dengan potensi-potensi kejiwaan seperti ingatan, pengertian,
potensi untuk menghubungkan dalam pengertian sehari-hari”.[6]
Kemampuan yang bersifat intekusia adalah sesuatu yang bersifat alami (tabi’ah)
yang dapat dilatih dan dikembangkan. Jika dihubungkan dengan kemampuan baca
Al-Qur’an maka proses belajar mengajar sangat mempengaruhi kemampuan ini. Metode,
waktu dan profesional guru ngaji berpotensi besar mempengaruhi kemampuan anak
didik, apalagi dengan Al-Qur’an yang berbahasa arab dan ini adalah bahasa asing
bagi kita.
g. Bakat
Bakat merupakan “anugerah setiap individu. Faktor
bakat sangat besar pula pengaruhnya bagi minat. Berkenaan dengan pernyataan
diatas, mestinya dalam interaksi belajar, pendidikan dapat memahami faktor psikologis
anak didik karena pemahaman faktor ini akan sangat membantu anak didik dalam
pencapaian tujuan dan minat terhadap pelajaran.
h. Sikap (Attitude)
Sikap adalah “daya mental manusia untuk bertindak
kearah atau menentang suatu objek tertentu ini bermakna pula sikap adalah
reaksi bathin seseorang terhadap objek yang dihadapinya”.[7]
Dalam hal minat baca Al-Qur’an, sikap ini sangat
dipengaruhi oleh keimanan dan pengalaman religius si anak yang didapat dari
orang tua dan lingkungan sekitarnya.
Keempat faktor tersebut adalah faktor yang
bersifat internal baik secara kualitatif dan kuantitatif sangat mempengaruhi
minat baca. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pembelajaran
minat baca A1-Qur’an adalah:
- Hadiah
Memberikan hadiah merupakan “salah satu cara dalam
membangkitkan minat anak dalam membaca Al-Qur’an karena sebagai penghibur
terhadap usaha anak yang telah berusaha mencapai keberhasilan”.[8]
Sudah sewajarnya setiap orang tua atau Ustadzah menghargai hasil yang telah
dicapai oleh si anak, lebih-lebih lagi di TPA si anak merasa bangga dan senang
apabila menerima penghargaan dari Ustadzah yang disaksikan oleh teman-temannya,
dengan demikian si anak berjuang keras untuk mempertahankan prestasi yang telah
diperolehnya.
Hadiah tidak hanya dalam bentuk benda tapi dapat
juga diberikan dalam bentuk pujian bila seorang anak berhasil menyelesaikan
sesuatu tugas dengan baik.
- Hukuman
Hukuman adalah “tindakan yang dijalankan kepada
anak secara sadar, dan tidak sengaja sehingga menimbulkan nestafa anak-anak
menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji di dalam hatinya untuk tidak
mengulangi perbuatannya 1agi”.[9] Dari
kutipan tersebut menjelaskan bahwa hukuman merupakan sesuatu yang diberikan
untuk mendorong agar anak didik bertindak sesuai dengan keinsafannya dan dengan
minatnya atau keinginannya sendiri.
- Lingkungan
Lingkungan dan alam sekitar dimana seseorang
berada akan besar pengaruhnya dalam kehidupannya, kemampuan seorang anak dapat
membaca Al-Qur’an dangan baik tidak terlepas dari pengaruh Iingkungan yang
terbiasa membaca AI-Qur’an, jadi pergaulan antara sesama teman, bermain, tempat
tinggal dan beraktifitas apa saja akan menjadi ikatan dan perhatian si anak dan
maka berdampak akan dirinya. Maka lingkungan tempat anak berpijak sebagai
makhluk sosial adalah masyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat
melepaskan dirinya dan lingkungan masyarakat.
Adapun yang menjadi peran Iingkungan dalam
pembelajaran Al-Qur’an adalah sebagai berikut.
a. Keluarga
Pendidikan agama sesungguhnya adalah pendidikan
untuk pertumbuhan total seorang anak. Jika dilihat dan masa dan waktu,
pendidikan untuk anak awal mulanya di mulai dan orang tua dan keluarganya
sebagai unit terkecil dalam struktur kemasyarakatan keluarga, merupakan peletak
dasar dalam pendidikan dan pengajaran anak.
Orang tua sebagai kepala keluarga berkewajiban
untuk mendidik anak-anaknya terutama sekali dalam pemahaman dasar agama,
sehingga si anak kelak tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak yang saleh dan
berkepribadian saleh. Pengajaran Al-Qur’an dalam keluarga dimulai sejak umur
dini, dengan memperkenalkan huruf-huruf hijaiyah kepada si anak. Bentuk
pengajaran ini mungkin sangat sederhana. Pendidikan dan bentuk pengajaran
Al-Qur’an ini hanya mampu dan dapat dilakukan oleh orang tua ataupun keluarga
yang memiliki pengertian dan kesadaran beragama yang tertinggi.
Interaksi
keluarga yang penuh kemesraan akan sangat berperan dalam mendorong si anak
dalam proses pembelajaran. Pendidikan dalam keluarga bukan hanya melihat orang
tua semata tetapi keseluruhan anggota rumah tangga dalam usaha menciptakan
suasana keagamaan yang baik dan benar dalam keluarga. Hal penting ialah adanya
penghayatan kehidupan keagamaan dalam suasana rumah tangga. Model mendirikan
musalla yang sekarang ini cukup banyak dipraktikkan orang dalam Iingkungan
keluarga adalah permulaan, bahkan modal yang cukup baik.
Kehadiran musalla secara fisik dalam lingkungan
keluarga akan menegaskan kehadiran rasa keagamaan dan nuansa religius,
Iingkungan yang agamis akan sangat mendorong pengajaran AI-Qur’an, cinta,
kesadaran, pengertian dan teladan yang baik adalah kunci untuk membangun kultur
religius yang dapat membangkitkan rasa keberagamaan dan semangat untuk
mencintai nilai-nilai dan praktik keagamaan. Peran keluarga dalam pendidikan
adalah bersifàt mutlak dan sangat menentukan karena menurut konsepsi Islam,
keluarga adalah pertanggung jawab utama terpeliharanya fitrah anak.
Tanggung jawab keluarga adalah memenuhi kebutuhan
cinta kasih dan potensi fitrahnya lewat interaksi pendidikan dan pembelajaran
yang dapat menumbuhkan naluri insaniah atas dasar ketakwaan. Jika anggota
keluarga bersatu diatas landasan kasih sayang dan ketentraman psikologis yang
interaktif, anak-anak akan tumbuh dalam suasana bahagia percaya diri, tenteram,
kasih sayang serta jauh dan kekacauan, kesulitan dan penyakit bathin yang
melemahkan kepribadian anak.
Ketika hal tersebut di atas terpenuhi, maka peran
keluarga dalam pengembangan sianak akan cukup maksimal, tinggal lagi langkah
dan metode yang efektif dalam proses pembelajaran.
b. Sekolah
Sebagai lembaga non formal, sekolah mengemban misi
pendidikan yang utuh, selain sebagai tempat membina dan mendidik, sekolah juga
tempat untuk mentransfer ilmu-ilmu agama. Kedudukan sekolah sebagai pusat
pendidikan telah lama melembaga di hati masyarakat, bahkan selama mi pula
sekolah adalah lembaga pilihan rakyat dalam meniti dan membina masa depan
anak-anak mereka.
Begitu juga hanya di desa-desa terdapat juga
lembaga pendidikan non formal yaitu TPA yang bisa mendidik dan membimbing
hal-hal yang mengenai ajaran-ajaran agama terhadap anak-anak menurut usia
dengan cara mengajarkan belajar tajwid bacaan iqra’ dan lain sebagainya.
Secara filosofis, setiap sesuatu memiliki nih atau
asensi dan ruh sebuah lembaga pendidikan terletak pada kualitas proses belajar
mengajar yang diciptakan, sebuah upaya membangun lembaga pendidikan yang
efektif, apapun bentuknya, menjadi tak bermakna bila tidak dibarengi dengan
upaya menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi setiap santri.
Dalam hal mi pembelajaran baca AI-Qur’an di TPA
diajarkan sesuai dengan cara pemahaman membaca terdahulu, setelah mereka bisa
mempelajarinya maka dilanjutkan ke materi yang lain, menunjukkan bahwa
kondisi-kondisi internal tertentu sebuah lembaga pendidikan benar-benar
mempengaruhi prestasi akademik santri kepercayaan dan hubungan yang sehat dalam
lingkungan sekolah dan TPA ini berpengaruh besar terhadap pembelajaran
Al-Qur’an bagi santri.
Kenyataan ini menunjukkan pula betapapun besar
bakat, minat individual seorang santri tidak menjadi jaminan akan keberhasilan
dalam studinya tanpa didukung sistem pembelajaran baca A1-Qur’an yang efektif,
guru yang berkualitas dan lingkungan yang kondusif.
Tidak kalah penting lagi, guna mewujudkan
pembelajaran yang efektif adalah adanya rasa hormat kasih sayang kepada santri,
sikap guru yang seperti
ini akan sangat berarti dalam perkembangan kepribadian santri pada setiap
pertemuan baik di dalam kelas maupun lingkungan sekolah dan TPA yang lebih
luas. Hal ini disebabkan sebagai seorang manusia, pribadi santri membutuhkan
penghargaan insani dalam setiap interaksi sosial dalam bagaimanapun bentuknya,
apalagi di lingkungan sekolah yang seharusnya dihiasi aura hangat dan cerdas.
Sisi lain yang juga sangat berpengaruh dalam
lingkungan sekolah adalah kepala sekolah kedudukan pimpinan sekolah secara
tidak langsung sangat menentukan terhadap efektifitas sekolah dan TPA serta
keberhasilan santri melalui visi, misi, tujuan dan strategi yang dikembangkan
dalam menjalankan roda aktivitas sekolah. Keadilan dan kepuasan yang diberikan
pimpinan sekolah sangat berpengaruh pada prestasi santri.
Membangun kultur dimaksudkan membangun jiwa sebuah
sekolah yang memberi makna terhadap kegiatan Pembelajaran baca Al-Qur’an.
Kultur sekolah secara estitika berhubungan dengan suatu usaha tanpa henti untuk
mencapai sesuatu yang diedealkan, untuk menciptakan realitas dan mencapai
cita-cita.
[1] H. A. Adriman, Metode Pengajaran Agama
Islam, (Banda Aceh: Darussalam, 2002), hal. 14
[2] http.www.//
persiapan/pembelajaran/al-qur’an.blogsport.com
[3] MD. Dahlan, Landasan dan Tujuan
Pendidikan Menurut Al-Qur’an Serta Implementasinya, (Bandung:m Cv.
Diponegoro, 1991) , hal. 211
[4] Hermono, Mengikat Makna, (Bandung:
Mizan, 2002), hal. 64
[5] Ibid, hal 66
[6] Ibid, hal 6
[7] Ibid, hal 72
[8] Amir Dean Indra Kusuma, Pendidikan
Anak dalam Keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hal. 47
[9] Ibid, hal 47
No comments:
Post a Comment