1.
Pengertian Guru
Guru menurut bahasa adalah
“orang yang mengajar”.[1]
Sedangkan pengertian guru menurut istilah adalah “pendidik dan pengajar pada
pendidikan formal, pendidikan dasar dan menengah”.[2]
Selanjutnya secara legal formal yang dimaksud dengan guru adalah “sesiapa yang
memperoleh Surat Keputusan (SK), baik dari pemerintah maupun swasta untuk
melaksanakan tugasnya, dan karena itu ia memiliki hak dan kewajiban untuk
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dilembaga pendidikan sekolah”.[3]
Dari
pengertian-pengertian diatas dapat diketahui bahwa guru merupakan sosok yang terhormat
lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di
sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk
mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal dan kejalan yang benar.
Adapun sifat-sifat yang harus
dimiliki oleh seseorang guru adalah sebagai berikut :
a. Baik hati.
b. Jenaka.
c. Sabar.
d. Bertanggung jawab.
e. Yakin.
f. Kepemimpinan.[5]
Dari sekian banyak sifat-sifat
guru yang tersebut diatas, namun belum begitu sempurna apabila seseorang guru
kurang memperhatikan penampilannya. Penampilan sebagai seseorang guru agama
yang adalah panutan bagi para muridnya sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a. “Pakaian yang dikenakan sederhana, sopan,
berkesan baik dan rapi, dan
b. Bagi guru wanita, memakai make up yang wajar dan tidak memakai
perhiasan yang berlebihan”.[6]
Penampilan dari seorang guru akan membuat peserta didik berkesan dan
semangat dalam proses belajara mengajar, peserta didik merasa lebih senang
kepada guru yang bernampilan menarik dan sopan. Disamping dari pada penampilan,
seseorang guru harus adanya kemampuan dan dapat mengembangkan kemampuannya.
Adapun kemampuan-kemampuan
yang harus dimiliki seseorang guru adalah sebagai berikut :
a. Kemampuan memahami dan menetapkan tujuan
pengajaran.
b. Kemampuan mengelola kelas dengan baik.
c. Kemampuan memilih metode mengajar yang
cocok dengan tujuan dan bahan pengajaran.
d. Kemampuan dan keterampilan dalam
menyajikan pelajaran.
e. Kemampuan menciptakan suasana belajar yang
baik.
f. Perencanaan dan pelaksanaan evaluasi.[7]
Dengan adanya
kemampuan-kemampuan tersebut diatas, maka PBM akan berjalan lebih optimal. Oleh
karena itu, kesuksesan pembelajaran adalah tergantung pada kemampuan guru dalam
menguasai dan menyampaikan materi yang diajarkan.
2.
Fungsi Guru Agama
Dalam Proses Belajar Mengajar
(PBM), guru berfungsi sebagai derektur belajar, artinya setiap guru diharapkan
untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan
belajar sebagaimana yang telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan PBM.
Fungsi guru agama dalam interaksi edukatif sama dengan guru pada umumnya.
Guru agama mempunyai fungsi dan peran yang penting dalam interaksi edukatif di
sekolah. Karena tugasnya yang mulia, guru agama menempati posisi yang mulia
yang berfungsi sebagai berikut :
a. Sebagai pemberi pengetahuan yang benar
kepada muridnya.
Sebagai pemberi pengetahuan
yang benar, maka guru agama senantiasa mendidik anak bangsa menjadi manusia
yang berguna, insan yang kamil serta seorang mujahid dan mujtahid. Penat dan
lelah bukanlah kamus hidup seorang insan yang bergelar guru. Dengan demikian, guru
agama berkewajiban memberikan ilmu yang bermanfaat kepada anak bangsa dengan
harapan anak didiknya mendapat kecermelangan dunia dan akhirat.
Dalam hal ini, Abdul Khaliq dalam bukunya
menjelaskan bahwa guru agama berkewajiban memberi pengetahuan yang benar kepada
muridnya, karena setiap materi yang diajarkan ada kaitannya dengan al-Qur’an
dan al-Hadits. Oleh karena itu, guru agama sangat hati-hati dalam menyampaikan
materi dalam proses belajar mengajar.[8]
b. Sebagai pembina akhlak yang mulia.
Guru agama paling dominan
dalam mempengaruhi akhlak siswa disekolah setelah kedua orang tuanya. Guru
agama merupakan wakil wali murid didalam mendidik anaknya. Oleh karena itu, guru
tidak hanya mencerdaskan para siswanya tetapi bagaimana ia membentuk dan
meningkatkan akhlak para siswa. Inilah tujuan pendidikan agama yang urgen.
Untuk memperjelas hal ini, sebagai pembina akhlak
yang mulia yaitu guru agama harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh
murid-muridnya dan masyarakat. Sifat-sifat itu sangat diperlukan terutama pada
diri guru agama itu sendiri dan kemudian dapat membina murid-muridnya sebagai
suri teladan yang baik agar supaya dapat melaksanakan pengajaran secara
efektif. Oleh karena itu, guru agama adalah guru utama yang membina akhlak
peserta didik untuk menjadi lebih baik dan mengarahkannya kepada jalan yang
benar yaitu jalan yang diridhai Allah SWT.[9]
![]() |
c. Sebagai pemberi petunjuk kepada anak didik
tentang hidup yang baik.
Dalam hal ini penulis
menjelaskan sedikit tentang hidup yang baik, yaitu terutama sekali hidup dengan
penuh rasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT kepada kita. Disamping
dari pada itu, hidup rukun dengan tetangga dan teman-teman tanpa ada keributan dan
tidak adanya sifat dengki serta iri hati. Karena sifat yang demikian itu dapat
membuat hati tidak tenang dan dapat membawa hidup kearah yang tidak baik.
Untuk memperjelas hal ini, guru agama berkewajiban
memberikan petunjuk kepada anak didik tentang hidup yang baik, yaitu guru agama
mencohtohkan bagaimana cara kehidupan Rasulullah SAW dari semenjak beliau kecil
sampai beliau wafat. Guru agama perlu memahami tentang tata cara hidup yang
baik, hidup yang disenangi oleh semua manusia. Oleh Karena itu, guru agama
memberikan contoh-contoh yang terbaik kepada anak didik, baik dalam bergaul
sesama teman, bergaul dalam keluarga dan masyarakat.[10]
Sementara peran seorang guru
adalah sebagai berikut :
1. Sebagai Mediator dan Fasilitator
Seseorang guru yang berperan
sebagai mediator dan fasilitator bukanlah seseorang yang mahatahu dan murid
bukanlah yang belum tahu dan karena itu harus diberi tahu. Dalam PBM, siswa
aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan guru membantu
agar pencarian itu berjalan baik. Dalam banyak hal guru dan siswa bersama-sama
membangun pengetahuan. Dalam artian inilah hubungan guru dan siswa sebagai
mitra yang bersama-sama membangun pengetahuan.

2. Guru sebagai Demonstrator
Peran guru sebagai demonstrator
agar guru dapat mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat
siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.
Disamping dari itu, yang dikatakan guru sebagai
demonstrator yaitu guru yang terutama sekali harus menguasai bahan atau materi
pelajaran yang akan diajarkannya serta senatiasa mengembangkannya dalam arti
meningkatkan kemampuannya dalam ilmu yang dimilikinya, karena hal ini akan
sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Sementara yang harus diperhatikan
oleh guru bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti guru harus belajar terus
menerus. Dengan demikian, ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu
pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan
demontrator, sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya supaya apa yang
disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik.[12]
3. Guru sebagai Pembimbing
Guru sebagai pembimbing yaitu
membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Dalam hal
ini guru harus memahami anak didik yang sedang dibimbingnya. Misalnya memahami
tentang gaya dan kebiasaan belajarnya, memahami potensi dan bakatnya.
Dengan kata lain, guru sebagai pembimbing yaitu guru berkewajiban
memberikan bantuan kepada murid agar mereka mampu menemukan masalahnya sendiri,
memecahkan masalahnya sendiri, mengenal dirinya sendiri dan menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Karena murid membutuhkan bantuan guru dalam hal mengatasi
kesulitan-kesulitan pribadi, kesulitan pendidikan, kesulitan memilih pekerjaan,
kesulitan dalam hubungan sosial dan interpersonal. Oleh karena itu, setiap guru
perlu memahami dengan baik tentang teknik bimbingan kelompok, penyuluhan
individual, teknik pengumpulan keterangan, teknik evaluasi, statistik penelitian,
psikologi kepribadian dan psikologi belajar. Namun demikian harus dipahami
bahwa pembimbing yang terdekat adalah guru. Karena murid menghadapi masalah
dimana guru tidak sanggup memberikan bantuan cara memecahkannya, baru meminta
bantuan kepada ahli bimbingan untuk memberikan bimbingan kepada anak yang
bersangkutan.[13]
4. Guru sebagai Pribadi
Guru sebagai pribadi merupakan
sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki
kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Tuntutan akan kepribadian
sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan lebih berat dibandingkan profesi
lainnya. Ungkapan yang dikemukakan adalah guru bisa digugu dan ditiru. Digugu maksudnya
bahwa pesan-pesan guru dapat dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya
bisa ditiru atau diteladani.
Dengan kata lain, guru sebagai pribadi yaitu guru
harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh murid-muridnya, oleh orang tua
dan masyarakat. Sifat-sifat itu sangat diperlukan agar ia dapat melaksanakan
pengajaran secara efektif. Karena itu, guru wajib berusaha memupuk sifat-sifat
pribadinya sendiri dan mengembangkan sifat-sifat pribadi yang disenangi oleh
pihak luar. Jadi, setiap guru perlu sekali memiliki sifat-sifat pribadi, baik
untuk kepentingan jabatannya maupun untuk kepentingan dirinya sendiri.[14]
5. Guru sebagai Penghubung
Guru sebagai penghubung adalah guru dapat menghubungkan sekolah dengan
masyarakat. Karena sekolah berdiri ditengah masyarakat maka segala sesuatu yang
diajarkan di sekolah ada hubungan dan kaitannya dengan masyarakat, baik dengan
adat istiadat, sosial serta kebudayaan pada masyarakat itu sendiri.
Untuk memperjelas hal ini, Moh. Uzer Usman dalam bukunya juga menjelaskan
bahwa guru sebagai penghubung yaitu guru harus bisa menghubungkan sekolah
dengan masyarakat. Karena sekolah berdiri diantara dua lapangan, yakni yang
satu pihak mengemban tugas menyampaikan dan mewariskan ilmu, teknologi dan
kebudayaan yang terus menerus berkembang, dan dilain pihak guru bertugas
menampung aspirasi, masalah, kebutuhan minat dan tuntutan masyarakat. Dengan
demikian, sekolah memegang peranannya sebagai penghubung dimana guru untuk
menghubungkan sekolah dengan masayarakat, antara lain dengan publik relation,
bulletin, pameran dan lain sebagainya.[15]
[1]
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, cet. IX, edisi ke II, (Jakarta; Balai Pustaka,
1997), hal. 788
[2] Ibid hal. 330
[3]
Suparlan, Guru Sebagai Profesi, (Yogyakarta; Hikayat, 2006), hal. 11
[4] Pemerintah
Republik Indonesia, UU RI No. 14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, (Jakarta;
Redaksi Sinar Grafika, 2006), hal. 2
[5]Abuddin
Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan
Islam, (Online) http://www.pendidikan-islam.com/bagaimana-sifat-sifat-guru-yang-diharapkan-dalam-sistem-pendidikan-islam, 24 Desember 2010
[6]Paulus
Lie, Mengajar Sekolah Minggu yang Kreatif,
(Yogyakarta; Yayasan Andi, 1997), hal. 113
[7]
Sidjabat, Menjadi Guru Profesional, (Jakarta; Yayasan Kalam
Hidup, 2007), hal. 46
[8] Abdul
Khaliq, Diklat Tentang Pendidik,
(Jakarta; Bulan Bintang, 1990), hal. 8
[9] Ibid, hal. 9
[10] Ibid, hal. 9
[11] Moh.
Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional,
(Bandung; PT.
Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 11
[12] Ibid, hal. 12
[13] Oemar
Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta; PT. Bumi Aksara,
2001), hal. 124
[14] Ibid, hal. 125
[15] Ibid, hal. 126