06 September 2015

PENGAJARAN AGAMA DI SEKOLAH DASAR

BAB II
PENGAJARAN AGAMA DI SEKOLAH DASAR

A.    Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama di Sekolah Dasar
Agama Islam adalah agama universal yang mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan baik duniawi maupun ukhrawi. Salah satu di antara ajaran Islam tersebut adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakn pendidikan karena menurut ajaran Islam pendidikan merupakan kebutuhan hidup manusia mutlak yang harus dipenuhi, demi tercapainya kesejahteraan dan kebahagian dunia dan akhirat. Dengan pendidikan ini pula manusia akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal dalam kehidupannya.
Fuad Ihsan menyebutkan bahwa pendidikan adalah "aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani) dan jasmani (panca indera serta ketrampilan-ketrampilan)".[1]
            Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan sarana utama menuju masyarakat bahagia dan sejahtera. Manusia merupakan makhluk yang dinamis, dan bercita-cita ingin meraih kehidupan yang sejahtera dan bahagia dalam arti luas, baik lahiriah maupun bathiniah, dunia dan akhirat.

Oleh karena itu pendidikan agama sebagai usaha untuk membentuk manusia yang mempunyai landasan kemana kegiatan perumusan tujuan pendidikan agama itu diarahkan. Dasar pendidikan agama adalam Al-Qur'an daan Hadist. Sebagaimana penjelasan dari Ahmad D. Marimba, sebagai berikut :
Dasar pendidikan agama tegasnya ialah firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW, kalu pendidikan diibaratkan bangunan, maka isi Al-Qur'an dan Hadist yang menjadi fundamennya… Al-Qur'an adalah sumber kebenaran dalam Islam. Kebenarannya tidak dapat diragukan lagi. Sedangkan sunnah Rasulullah iala perilaku, ajaran-ajaran dan perkataan-perkataan Rasulullah sebagai pelaksanaan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur'an.[2]

Berdasarkan pendapat di atas jelas bahwa dasar pendidikan agama adalah Al-Qur'an dan Hadist, apabila diupayakan secara optimal memungkinkan terwujudnya suatu sistem pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Sedangkan dasar pendidikan agama di sekolah dasar ialah berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945. "Khusus untuk Daerah Istimewa Aceh dengan deberlakukan Undang-Undang Nomor 44 tahun 1999, tentang keistimewaan Aceh dan pemberlakuan Syaria't islam, pendidikan agama Islam mutlak harus dilaksanakan secara efektif sejak di sekolah dasar.[3]
Pendidikan agama di sekolah dasar, bukan sekedar mengajar siswa agar mampu menghafal bacaan shalat atau sejenisnya, lebih dari itu pendidikan agama di sekolah dasar untuk meningkatkan keimanan, ketaqwaan dan pembinaan akhlak. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh A. Qodri A. Azizy menyebutkan bahwa "Pendidikan agama di sekolah dasar bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta pembinaan akhlak mulia dan budi pekerti luhur". [4]
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama di sekolah dasar bertujuan bukan hanya sekedar siswa mampu melaksanakan dan menghafal do'a-do'a shalat, akan tetapi lebih dari itu diharapkan kepada siswa mampu meningkatkan keimanan, ketaqwaan serta berbudi pekerti luhur yang dicerminkan dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah, di rumah maupun dalam masyarakat.
            Selanjutnya, pendidikan agama Islam pada tingkat dasar bertujuan memberikan kemampuan dasar kepada siswa tentang agama Islam untuk mengembangkan kehidupan beragama sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia.
            Rumusan tujuan pendidikan agama Islam pada Sekolah dasar merupakan penjabaran dari bunyi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar yaitu "Pendidikan Dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah".[5]
            Pendidikan agama di sekolah dasar hendaknya mampu mengajarkan akidah anak didik atau siswa sebagai landasan keberagamaannya. Dengan kata lain agama di ajarkan di sekolah untuk menjaga akidah siswa. Di samping itu pendidikan agama juga mengajarkan kepada siswa/siswi pengetahuan tentang ajaran agama Islam.
            Pendidikan agama di sekolah dasar harus mampu mengajarkan agama sebagai landasan atau dasar bagi semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Agama harus mampu menjadi pendorong kemajuan dan keberhasilan siswa/siswi untuk semua mata pelajaran dan sekaligus agama harus menjadi landasan moralitas semua jenis mata pelajaran.
            A. Qodri A. Azizy, dalam buku "Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika Sosial" menyebutkan bahwa :
Agama harus mampu memberi makna lebih dalam mengenai maksud dan kegunaan ilmu yang diajarkan bagi kehidupan manusia secara umum. Dalam waktu bersamaan agama harus mampu menjadi landasan aturan main agar ilmu yang diajarkan tidak bertentangan dengan moralitas bangsa. Agama harus pula menjadi petunjuk (hudan) dan cahaya (nur) yang mampu menghindarkan siswa/siswi dari kegelapan dan kesesatan.[6]

            Dari pendapat di atas, jelaslah bahwa tujuan pendidikan agama yang dipelajari di sekolah harus bermanfaat dan berguna bagi kehidupan umat manusia. Orientasi dari mempelajari pendidikan agama untuk memberi petunjuk dan cahaya dalam berbagai kehidupan umat manusia serta mampu menjalankan fungsi manusia sebagai khalifah Allah dipermukaan bumi.

B.     Kurikulum Pengajaran Agama di Sekolah Dasar
Kurikulum pendidikan dasar yang berciri khas agama Islam disusun untuk mencapai tujuan pendidikan dasar yang berciri khas agama Islam. Kurikulum ini merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar pada tingkat dasar (MI/MTs dan SD/SLTP).
Dalam kurikulum tingkat dasar, kegiatan pengajaran agama dilaksanakan dengan sistem guru kelas dan sistem guru bidang studi. Untuk kelas I sampai kelas III masih menganut sistem guru kelas, sedangkan kelas IV sampai kelas VI menganut sistem guru bidang studi (mata pelajaran).
Selanjutnya dalam satu tahun ajaran, pelaksanaan kurikulum pendidikan dasar sesuai dengan kurikulum PAI 1994 menganut sistem Catur Wulan, artinya setiap satu tahun ajaran terdiri dari tiga tahap belajar yaitu caturwulan I, II dan III. Dalam buku Landasan, Program dan Pengembangan di cantumkan bahwa satu tahun ajaran terdiri dari tiga caturwulan dengan jumlah hari efektif sekurang-kurangnya 204 hari dan disebarkan dalam tiga caturwulan dengan rincian 72 hari percawu kecuali cawu III yang hanya memuat 60 hari”.[7]
Namun setelah terjadi perubahan, pada tahun ajaran 2003/2004 kembali menganut sistem semesteran, yaitu dalam satu tahun ajaran hanya terdiri dari dua semester (semester I dan II). Hal ini dilakukan agar pencapai kurikulum pendidikan dasar dapat tercapai secara maksimal. Serta pola pelaksanaan pengajaran baik guru maupun siswa lebih leluasa dalam mengatur program pendidikannya.
Materi Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan rumpun mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok dasar yang terdapat dalam agama Islam. Rumpun mata pelajaran pendidikan agama Islam yaitu Qur’an Hadits, Fiqih, Aqidah Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam merupakan mata pelajaran yang dijadikan dasar meningkatkan imtaq di madrasah-madrasah.[8] Adapun kurikulum pengajaran agama di Sekolah Dasar adalah sebagai berikut:
1.      Qur’an Hadits
Mata pelajaran qur’an hadits merupakan salah satu bagian mata pelajaran PAI pada tingkat MI (dasar) yang digunakan untuk mengarahkan pemahaman dan penghayatan isi yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits yang diharapkan dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.Pembelajaran Qur’an Hadits di tingkat dasar bertujuan untuk memberikan kemampuan dasar kepada siswa dalam membaca, menulis, membiasakan dan menggemari membaca Al-Qur’an dan Hadits serta menanamkan pengertian, pemahaman, penghayatan isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits.
Pembelajaran Qur’an Hadits (ruang lingkup) ditingkat dasar, seperti yang disebutkan oleh Departemen Agama dalam buku “Kurikulum Pendidikan Dasar Berciri Khas Agama Islam” yaitu :
a.       Pengetahuan dasar membaca dan menulis Al-Qur’an yang benar sesuai dengan ilmu tajwid
b.      Penjelasan tentang keutamaan membaca Al-Qur’an
c.       Hafalan surat-surat pendek Al-Qur’an
d.      Pemahaman kandungan ayat-ayat/surat-surat pendek Al-Qur’an
e.       Hadits-hadits tentang keutamaan belajar dan membaca Al-Qur’an, hadits tentang iman, Islam dan ihsan, berbakti kepada orang tua, persaudara, penggunaan waktu, shalat, akhlak yang baik dan yang buruk dan amal saleh.[9] 

2.      Aqidah Akhlak
Mata pelajaran aqidah akhlak merupakan salah satu bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang digunakan sebagai wahana pemberian pengetahuan, bimbingan dan pengembangan kepada siswa agar dapat memahami, menyakini dan menghayati kebenaran ajaran Islam, serta bersedia mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Memberikan kemampuan dasar kepada siswa tentang aqidah Islam untuk mengembangkan kehidupan beragama sehingga menjadi muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah serta berakhlak mulia, sebagai pribadi, sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga negara.
Ruang lingkup aqidah akhlak meliputi dua unsur pokok, sebagaimana yang disebutkan oleh Departemen Agama yaitu:
a.       Aqidah, yaitu berisi aspek pelajaran untuk menanamkan pemahaman dan keyakinan terhadap aqidah Islam sebagaimana yang terdapat dalam rukun iman dan dalam hal bertauhid dapat dipahami dan diamalkan secara terpadu dua bentuk tauhid yaitu Rububiyah dan Uluhiyah.
b.      Akhlak, yaitu akhlak terpuji, akhlak tercela, kisah-kisah keteladanan para Rasul Allah, Sahabat Rasul, Orang saleh, serta adab dalam hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam lingkungannya.[10]

3.      Fiqih
Mata pelajaran Fiqih merupakan salah satu bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang membahas ajaran agama Islam dari segi Syariat Islam tentang cara-cara manusia melaksanakan ibadah kepada Allah dan mengatur kehidupan sesama manusia serta alam sekitarnya.
Mata pelajaran fiqih tingkat dasar diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina siswa untuk mengetahui, memahami dan menghayati syariat Islam untuk dapat diamalkan dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari secara sederhana.
Mata pelajaran Fiqih di tingkat dasar ini diberikan untuk mengembangkan minat siswa mengenal dan mempelajari syariat Islam agar tanggap terhadap kehidupan lingkungannya. Juga untuk menumbuhkan sikap keingintahuanterhadap syariat Islam, menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab dalam mengamalkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Secara garis besar ruang lingkup pelajaran Fiqih tingkat dasar dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah seperti yang  disebutkan oleh Departemen Agama, yaitu :
a.       Hubungan manusia dengan Allah. Hubungan vertikal antara manusia dengan Khaliknya mencakup segi Ibadah meliputi: Thaharah, Shalat, Puasa, Zakat dan Haji.
b.      Hubungan manusia dengan sesama manusia. Hubungan horizontal antara manusia dengan sesamanya mencakup segi Mu’amalah yang meliputi: pinjam meminjam, sewa menyewa, upah, shadaqah, imfaq,  wakaf, makanan dan minuman yang halal dan haram, qurban, aqiqah, khitan, jual beli, khiar, riba, barang titipan dan barang temuan, mengunjungi orang sakit, kewajiban terhadap jenazah, ta’ziah, ziarah kubur dan harta warisan.[11]

4.      Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)
Sejarah Islam merupakan bahan kajian tentang peristiwa-peristiwa penting berkenaan dengan perkembangan agama Islam yang memungkinkan terjadinya pengenalan, penghayatan dan penanaman nilai pada peserta didik atas ajaran dan semangat Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dengan mempelajari Sejarah Islam dapat pula ditumbuhkembangkan nilai-nilai luhur dari semangat Islam, sehingga mempengaruhi pola dan sikap hidup untuk senantiasa memberi manfaat bagi masyarakat, bangsa, negara dan agama.
Pengajaran Sejarah Islam di tingkat dasar bertujuan untuk menumbuh kembangkan kemampuan peserta didik dalam memahami peristiwa sejarah dan produk peradaban Islam, mengahargai para tokoh pelaku sejarah dan pencipta peradaban yang membawa kemajuan dan kejayaan Islam, sehingga tertanam nilai-nilai kepahlawanan pada diri peserta didik.
Ruang lingkup Sejarah Kebudayaan Islam pada tingkat dasar dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut :
a.       Letak geografis jazirah Arab, keadaan sosial, ekonomi dan kepercayaan masyarakat penduduk Mekkah dan sekitarnya.
b.      Riwayat kelahiran Nabi Muhammad, kehidupan masa kanak-kanaknya, masa remaja dan masa dewasa sebelum kenabian.
c.       Riwayat kehidupan Nabi Muhammad setelah menjadi Rasul, turunnya wahyu pertama, dakwah secara sembunyi, permusuhan kaum Quraisy terhadap Rasulullah dan kaum muslimin, hijrah kaum muslimin ke Abessinia (Ethiopia)
d.      Dakwah secara terang-terangan, peristiwa Isra Mi’raj, penduduk Mekah memeluk Islam, hijrah kaum muslimin dan Rasulullah ke Madinah.
e.       Membina masyarakat Madinah, mempersatukan kaum Anshar dan kaum Muhajirin, menghadapi kaum Yahudi Madinah, menghadapi kaum kafir Quraisy, fathul Makkah dan wafatnya Nabi Muhammad saw.
f.       Riwayat dan perjuangan Khulafaurrasyidin dalam membina masyarakatm muslimin dan penyiaran agama Islam.
g.      Nilai-nilai yang terkandung dalam prilaku Nabi Muhammad saw dan para sahabat serta Khulafaurrasyidin.[12]

Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum pengajaran agama Islam pada sekolah dasar dikembangkan atas tiga kerangka dasar yaitu aqidah, syariah dan akhlak yang bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi pekerti yang luhur serta memilki pengetahuan tentang ajaran pokok agama Islam.

C.    Metode Pengajaran Aqidah Akhlak di MI dan SD
Metode merupakan salah satu komponen pengajaran yang menempati peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak ada satupun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pengajaran. Oleh karena demikian penggunaan metode merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan pengajaran.
Menurut bahasa metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari "meta" yang berarti "melalui", dan "hodos" yang berarti "jalan". Jadi metode berarti jalan yang dilalui".[13] Dengan demikian dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi atau cara yang harus dilalui untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa sehingga siswa dapat belajar secara efektif dan efisien. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian yang biasa disebut dengan metode belajar.
Dalam sejarah pendidikan Islam dapat diketahui bahwa para pendidik muslim dalam berbagai situasi dan kondisi yang berbeda, telah menerapkan berbagai macam metode pendidikan atau pengajaran. Metode yang dipergunakan tidak hanya metode mendidik/mengajar dari para pendidik, melainkan juga metode belajar yang harus dipergunakan oleh anak didik.
Metode mengajar yang digunakan dalam situasi belajar mengajar banyak jenisnya, baik metode tradisional maupun metode modern. Semua metode yang digunakan akan memberi dampak yang signifikan terhadap pencapaian hasil belajar baik secara individual maupun kelompok.
Adapun metode pengajaran Aqidah Akhlak yang sering digunakan pada Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah adalah sebagai berikut :
1.      Metode Ceramah
Syaiful Bahri Djamarah, menyebutkan bahwa "Metode ceramah adalah cara mengajar yang paling tradisional, karena sejak dahulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar".[14]
Dalam bidang studi Aqidah Akhlak, metode ceramah masih tepat untuk dilaksanakan misalnya untuk memberikan pengertian tentang tauhid. Karena tauhid tidak dapat diperagakan, sukar didiskusikan, maka guru harus memberikan uraian menurut caranya masing-masing dengan tujuan murid dapat mengikuti jalan pikiran guru.
Berkaitan dengan penggunaan metode ceramah dalam pengajaran aqidah akhlak,  Slameto menyebutkan bahwa :
Dalam menjelaskan keimanan, murid-murid cukup mendengarkan saja dengan tertib dan gembira, yang penting bagaimana ceramah guru dapat menyentuh jiwa murid-muridnya sehingga murid dapat mengikuti jalan pikiran guru. Sikap pasif dari murid tidak ada negatifnya apabila murid dapat mengikuti hal-hal yang sangat mendasar yaitu meyakinkan murid bahwa Allah itu benar Esa. Oleh karena itu metode ceramah cocok digunakan untuk pelajaran agama Islam".[15]

Dari keterangan di atas, dapat dijelaskan bahwa metode ceramah tepat digunakan untuk pelajaran agama Islam. Karena sebagian materi pelajaran cocok disajikan dengan ceramah. Oleh karena itu yang penting dari penyajian ini adalah perhatian dan konsentrasi siswa pada apa yang diceramahkan guru adalah syarat mutlak bagi berhasilnya pelajaran-pelajaran.
2.      Metode diskusi
Metode diskusi merupakan salah satu teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh guru di sekolah. Di dalam diskusi proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja.
Syaiful Bahri Djamarah menyebutkan bahwa "Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa siswi diharapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama".[16]
Dalam dunia pendidikan metode diskusi mendapat perhatian serius, karena dengan berdiskusi akan merangsang murid-murid berpikir atau mengeluarkan pendapat sendiri. Oleh karena itu, metode diskusi bukanlah hanya percakapan adat debat biasa, tetapi diskusi timbul karena ada masalah yang memerlukan jawaban atau pendapat yang bermacam-macam. Dalam metode diskusi peranan guru sangat penting dalam rangka menghidupkan kegairahan murid berdiskusi. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Aswan Zain, yaitu :
  1. Guru atau pemimpin diskusi harus berusaha dengan semaksimal mungkin agar semua murid turut aktif dan berperan dalam diskusi.
  2. Guru memimpin diskusi sebagai pengatur lalu lintas pembicaraan, harus bijaksana dalam mengarahkan diskusi, sehingga diskusi berjalan lancar dan aman.
  3. Membimbing diskusi agar sampai kepada suatu kesimpulan.[17]

Dari pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam metode diskusi peranan seorang guru sangat diutamakan, karena kemampuan dan ketrampilan guru dalam membimbing diskusi sangat besar pengaruhnya terhadap hdiupnya suasana diskusi. Kekurang mampuan guru dalam mengarahkan aktivitas diskusi dapat menimbulkan berbagai peristiwa yang tidak diinginkan.
3.      Metode Demonstrasi
M. Arifin menyebutkan bahwa "Metode demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupunn tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan".[18]
Dari pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa dengan metode demonstrasi proses penerimaan siswa terhadap materi pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan selama pelajaran berlangsung. Dengan metode demonstrasi guru atau murid memperlihatkan pada seluruh anggota kelas sesuatu proses, misalnya bagaimana cara shalat yang sesuai dengan ajaran Rasulullah saw.
Penggunaan metode demonstrasi sangat menunjang proses belajar mengajar di dalam kelas. Keuntungan yang diperoleh adalah perhatian siswa lebih dapat terpusatkan pada pelajaran yang sedang diberikan, kesalahan-kesalahan yang terjadi bila pelajaran itu diceramahkan dapat diatasi melalui pengamatan dan contoh kongkrit.
4.      Metode Pemberian Tugas (Resitasi)
Kegiatan interaksi belajar mengajar harus selalu ditingkatkan efektifitas dan efisiensinya. Dengan banyaknya kegiatan pendidikan di sekolah, dalam usaha meningkatkan mutu dan frekuensi isi pelajaran, maka sangat menyita waktu siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar tersebut. Untuk mengatasi keadaan tersebut guru perlu memberikan tugas-tugas di luar jam pelajaran.
Rostiyah, NK menyebutkan bahwa "Metode pemberian tugas adalah suatu cara dalam proses belajar mengajar bila mana guru memberi tugas tertentu dan murid-murid mengerjakannya, kemudian tugas tersebut dipertanggung jawabkan kepada guru".[19]
Metode pemberian tugas atau resitasi digunakan bertujuan agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi. Hal ini terjadi karena siswa mendalami situasi atau pengalaman yang berbeda, waktu menghadapi masalah-masalah baru.
Sekolah berkewajiban mempersiapkan murid-murid agar tidak canggung hidup di tengah-tengah masyarakat. Karenanya guru hendaklah berusaha melatih teknik kemampuan nanak untuk mencocokkan berbagai masalah yang mungkin akan dihadapinya kelak.
Dalam memberi tugas kepada murid-murid pendidik harus mengetahui beberapa syarat, kemudian syarat-syarat tersebut harus diketahui pula oleh murid-murid yang akan diberi tugas. Hal ini sebagaimana dikemukan oleh Cece Wijaya yaitu :
  1. Tugas yang diberikan harus berkaitan dengan pelajaran yang telah mereka pelajari, sehingga murid di samping sanggup mengerjakannya juga sanggup menghubungkannya dengan pelajaran tertentu.
  2. Guru harus dapat mengukur dan memperkirakan bahwa tugas yang diberikan kepada murid akan dapat dilaksanakannya karena sesaui dengan kesanggupan dan kecerdasan yang dimilikinya.
  3. Guru harus menanamkan kepada murid bahwa tugas yang diberikan kepada mereka akan dikerjakan atas kesadaran sendiri yang timbul dari hati sanubarinya.
  4. Jenis tugas yang diberikan kepada murid harus dimengerti benar-benar, sehingga murid tidak ada keraguan dalam melaksanakannya.[20]

Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa guru perlu mempertimbangkan apakah tujuan-tujuan yang akan dicapai cukup jelas, cukup dipahami siswa, sehingga mereka melaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian tugas yang diberikan kepada anak didik perlu petunjuk-petunjuk dari para guru, agar anak-anak tidak keliru dalam mengerjakannya.
5.      Metode Latihan (drill)
Syaiful Bahri Djamarah, menyebutkan bahwa "Metode latihan (drill) adalah suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu, juga sebagai sarana untuk memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik."[21]
Dengan demikian metode drill atau latihan digunakan untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan, ketangkasan, ketepatan, dan kesempatan. Dengan latihan yang sungguh-sungguh siswa akan memperoleh hasil yang maksimal.
Pengajaran yang diberikan dengan metode latihan dengan baik selalu akan menghasilkan hal-hal sebagai berikut :
  1. Anak didik akan dapat mempergunakan daya pikirnya yang makin lama makin bertambah baik, karena dengan pengajaran yang baik maka anak didik akan menjadi lebih teratur dan lebih teliti dalam mendorong daya ingatnya.
  2. Pengetahuan anak didik bertambah dari berbagai segi, dan anak didik tersebut akan memperoleh paham yang lebih baik dan lebih mendalam. Guru berkewajiban menyelidiki sejauhmana kemajuan yang telah dicapai oleh anak didik dalam proses belajar mengajar.[22]

Dari keterangan di atas, dapat dijelaskan bahwa metode latihan digunakan sebagai salah satu metode belajar mengajar yang digunakan untuk meningkatkan daya pikir anak didik serta menambah pemahaman anak didik terhadap materi yang telah diajarkan.
6.      Metode tanya jawab
Metode tanya jawab adalah suatu cara penyajian materi pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru".[23]
Dari keterangan di atas, dapat dijelaskan bahwa dengan metode tanya digunakan untuk membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah. Hal ini disebabkan karena para guru dapat memperoleh gambaran sejauh mana murid dapat mengerti dan dapat mengungkapkan apa saja yang telah diceramahkan.
Para siswa yang kurang perhatiannya terhadap metode ceramah yang digunakan guru, akan berhati-hati terhadap pelajaran yang diajarkan melalui metode tanya jawab. Sebab anak didik tersebut sewaktu-waktu akan mendapat giliran untuk menjawab suatu pertanyaan yang akan diajukan kepadanya. Metode tanya jawab dapat dipakai oleh guru untuk menetapkan perkiraan secara umum apakah anak didik yang mendapat giliran pertanyaan sudah memahami bahan pelajaran yang diberikan. Metode tanya jawab tidak dapat digunakan sebagai ukuran untuk menetapkan kadar pengetahuan setiap anak didik dalam suatu kelas, karena metode ini tidak memberi kesempatan yang sama pada setiap murid untuk menjawab pertanyaan.
Untuk menghindari sesuatu yang dapat terjadi dalam metode tanya jawab terutama yang bersifat negatif maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
  1. Pertanyaan harus singkat, jelas dan merangsang berpikir
  2. Sesuai dengan kecerdasan dan kemampuan anak didik yang menerima pertanyaan
  3. Memerlukan jawaban dalam bentuk kalimat atau uraian kecuali yang bersifat objektif tes dapat menggunakan ya atau tidak
  4. Usahakan pertanyaan yang punya jawaban pasti bukan pertanyaan yang mempunyai jawaban beberapa alternatif.[24]

Dari keterangan di atas, dapat jelaskan bahwa guru yang menggunakan metode tanya jawab harus benar-benar menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan dampak negatif dari pemakaian metode tersebut. Sikap guru dalam menerima jawaban dari anak didik juga tidak mematahkan semangat siswa, tetapi memberi suatu pujian untuk menggairahkan mereka belajar.
                       
D.    Media-Media Pengajaran Agama Islam
Pada dasarnya media merupakan alat bantu yang digunakan oleh guru untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dalam hal ini Zakiah Daradjat menyebutkan bahwa:
         Media adalah suatu benda yang dapat diindrai, khususnya penglihatan dan pendengaran (alat peraga pengajaran), baik yang terdapat di dalam maupun di luar kelas, yang digunakan sebagai alat bantu penghubung (medium komunikasi) dalam proses interaksi belajar mengajar untuk meningkatkan efektifitas hasil belajar siswa.[25]
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media dalam pengajaran agama Islam sangat penting artinya selain dapat memperjelas materi yang disajikan, juga dapat mempermudah bagi guru untuk menyajikan pelajaran kepada siswa. Di samping itu media juga salah satu sarana yang ikut menunjang keberhasilan proses belajar mengajar.
Dalam proses belajar mengajar, ada dua unsur yang amat penting dikuasai dan dimanfaatkan oleh guru di sekolah yaitu metode mengajar dan media pengajaran. Kedua unsur ini saling berkaitan, pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media yang sesuai. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pendidikan adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.
Oemar Hamalik dalam bukunya "Media Pendidikan" menyebutkan bahwa fungsi media pendidikan adalah:
         Pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologi terhadap siswa. Penggunaan media pengajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantyu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan isi pelajaran pada saat itu.[26]

Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa media pengajaran membawa dan membangkitkan rasa senang dan gembira bagi murid-murid dan memperbarui semangat mereka, membantu memantapkan pengetahuan pada benak para siswa serta menghidupkan pelajaran.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa media pengajaran sangat luas jangkauannya, terdapat di mana-mana baik di kelas/sekolah maupun di luar kelas/sekolah. Pada dasarnya semua alat tersebut dipergunakan untuk kepentingan pengajaran. Di dalam kelas/ sekolah kita dapatkan bentuk-bentuk bahan bacaan, alat-alat audiovisual atau alat pandang dengar serta kelakuan-kelakuan yang diperlihatkan guru. Demikian juga di luar kelas/sekolah kita dapati bentuk-bentuk yang bersumber dari kegiatan dan pengalaman masyarakat yang bersumber dari benda-benda alam atau alam itu sendiri, serta contoh-contoh kelakuakan masyarakat.
Dalam pengajaran agama Islam, terdapat konsep-konsep di luar jangkauan indera dan bukan terbentuk dari hasil pemikiran atau budi manusia. Konsep-konsep tersebut berasal dari wahyu Ilahi, yang sebagian terbuka untuk diindrai dan sebagian lainnya sulit diindrai bahkan terdapat hal-hal yang tabu untuk dipikirkan oleh manusia. Pengajaran yang efektif memerlukan perencanaan yang baik. Media yang akan digunakan dalam proses pengajaran itu juga memerlukan perencanaan yang baik pula. Meskipun demikian kenyataan di lapangan menunjukan bahwa seorang guru memilih salah satu media dalam kegiatannya di kelas atas dasar berbagai pertimbangan. Dalam hal ini setiap guru akan berhadapan dengan lima tantangan menyangkut dengan media pendidikan yaitu :
1.      Apakah ia memiliki pengetahuan, pemahaman dan pengertian yang cukup tentang media pendidikan.
2.      Apakah ia memiliki ketrampilan tentang cara menggunakan media tersebut ndalam proses belajar mengajar di kelas.
3.      Apakah ia mampu membuat sendiri alat-alat media pendidikan yang dibutuhkan.
4.      Apakah ia mampu melakukan penilaian terhadap media yang akan atau yang telah digunakan.
5.      Apakah ia memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang administrasi media pendidikan.[27]

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, di samping itu juga guru harus memiliki ketrampilan memilih dan menggunakan media tersebut dengan baik. Sehingga proses belajar mengajar pendidikan agama Islam dapat berjalan dengan efektif dan lancar.
Pada dasarnya para guru dan ahli audio visual menyambut baik perubahan-perubahan dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Guru-guru sekarang mulai merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan tingkah laku siswa. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, mulai dipakai berbagai format media. Dari pengalaman itu guru mulai belajar bahwa cara belajar siswa itu berbeda-beda.
            Proses belajar mengajar pada hakekatnya merupakan proses komunikasi, yakni proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran/media dan penerima pesan merupakan komponen-komponen proses komunikasi. Oleh karena itu penggunaan berbagai jenis media/saluran harus diperhatikan manfaat, fungsi dan tujuan penggunaan media.
            Dari berbagai jenis media yang dapat diguanakan untuk kepentingan pengajaran, namun secara garis besarnya media dibagi atas tiga jenis. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Azhar Asyad yaitu: "Media grafis, media audio, dan media proyeksi diam"[28]
1.      Media Grafis
Media grafis merupakan media visual yang berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber kepada penerima pesan, yang salurannya menyangkut dengan indera penglihatan.
Oemar Hamalik menyebutkan bahwa "Media grafis adalah media visual berupa simbol-simbol yang berfungsi untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan".[29]
Dilihat dari bentuk dan jenis serta fungsinya, maka media grafis ini dibedakan atas beberapa jenis yaitu:
  1. Gambar/foto
            Media gambar atau foto merupakan media yang paling umum digunakan dan merupakan bahasa umum, yang mudah dimengerti dan dinikmati di mana-mana. Oleh karena itu sebuah gambar yang disajikan kehadapan siswa dapat berbicara lebih banyak daripada seribu kata.
            Kelebihan-kelebihan media gambar atau foto yang digunakan dalam pengajaran agama Islam antara lain adalah:
1.      Sifatnya konkrit, gambar lebih realitis menunjukan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal lainnya.
2.      Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Karena tidak semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas.
3.      Gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan siswa. Sel atau penampang daun yang tak mungkin kita lihat dengan mata telanjang dapat disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar atau foto.
4.      Dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman.
5.      Murah harganya dan mudah di dapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus. [30]

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media gambar sangat cocok digunakan dalam pengajaran di sekolah. Karena dengan media gambar seorang guru lebih mudah menjelaskan permasalahan serta mudah untuk di bawa masuk ke dalam kelas.
Dalam pengajaran agama Islam, media gambar dapat digunakan untuk menjelaskan pokok bahasan tertentu misalnya yang menyangkut dengan pelajaran fiqh dijelaskan tentang haji, shalat, dan materi ibadah lainnya. Dalam materi haji guru dapat menyajikan gambar Ka'bah, gambar Hajarul Aswad dan gambar lainnya. Dengan gambar tersebut guru dapat menjelaskan kepada siswa tata cara melaksanakan ibadah haji. Demikian juga gambar orang melaksanakan wudhuk dan tayamum, di sini guru dapat menjelaskan cara-cara bersuci.
  1. Sketsa
Sketsa merupakan gambar yang sederhana atau yang melukiskan bagian-bagian pokoknya tanpa detail. Karena kita ketahui bahwa setiap orang yang normal dapat diajarkan menggambar, maka setiap guru yang baik haruslah dapat menuangkan ide-idenya ke dalam bentuk sketsa. Sketsa selain dapat menarik perhatian siswa, juga menghindari verbalisme dan dapat memperjelas penyampaian pesan, serta sketsa ini dapat dibuat langsung oleh guru sehingga tiadak perlu dikhawatirkan dengan harga.
Seorang guru agama dapat menerangkan proses pengambilan wudhuk mulai dari mencuci tangan sampai kaki dengan benar dan tertib dengan menggunakan sketsa. Demikian juga tata laksana shalat dapat digambarkan dengan sketsa mulai dari berdiri betul sampai tertib. Di sini guru hanya menjelaskan apa yang telah digambarkan dengan sketsa dengan menunjukan satu persatu gambar yang dipaparkan.
  1. Charta/Bagan
Bagan atau charta termasuk media visual, yang fungsinya menyajikan ide-ide atau konsep-konsep yang sulit bila hanya disampaikan secara tertulis atau lisan. Charta juga mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari suatu presentasi. Pesan yang akan disampaikan melalui bagan biasanya berupakan ringkasan visual suatu proses, perkembangan atau hubungan-hubungan penting.
Dalam pengajaran agama Islam, charta/bagan sering digunakan untuk menjelaskan silsilah keluaga Nabi, dan silsilah keluarga yang berhak menerima harta warisan (mawaris). Dengan bantuan charta ini guru lebih mudah menjelaskan kepada siswa silsilah keturunan Nabi. Tanpa charta atau bagan ini guru sulit menjelaskan keturunan-keturunan Nabi karena siswa sulit menerima secara lisan atau tulisan.
  1. Peta dan Globe
Pada dasarnya peta dan globe berfungsi untuk menyajikan data-data lokasi. Tetapi secara khusus peta dan globe dapat memberi informasi tentang keadaan permukaan bumi, daratan, sungai-sungai, gunung dan bentuk-bentuk daratan serta perairan lainnya.
Dalam pengajaran agama di sekolah guru dapat menggunakan peta atau globe untuk menjelaskan letak suatu daerah. Misalnya Jazirah Arab, lokasi letaknya kota Mekkah, Madinah serta keadaan daerah-daerah Arab. Dengan bantuan peta ini guru dengan mudah menjelaskan kepada siswa situasi dan kondisi, serta letak Jazirah Arab. Tanpa bantuan peta atau globe siswa sulit memahami tentang letak kota-kota penting di suatu daerah, jika hanya disampaikan dengan tulisan atau lisan.
2.      Media Audio
Berbeda dengan media grafis, media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif, baik verbal maupun non verbal. Azhar Arsyad, menyebutkan bahwa ada beberapa jenis media yang dapat dikelompokkan dalam media audio yaitu radio, alat perekam pita magnetik, piringan hitam dan laboratorium bahasa".[31]
Dalam pengajaran agama Islam, media audio jarang digunakan, dikarenakan belum tersedianya alat-alat tersebut, juga kurangnya pengetahuan tentang media audio. Maka dalam hal ini yang sering digunakan adalah alat perekam pita magnetik (Tipe recorder).
Tipe recorder dalam pengajaran agama sangat besar pengaruhnya yakni dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk mempelajarinya. Misalnya guru dapat menggunakan tipe recorder untuk menjelaskan cara-cara berpidato (muhadarah) yang baik. Juga dapat menjelaskan tehnik membaca Al-Qur'an yang benar, azan dan lain-lain yang dapat direkam melalui pita magnetik.
Oemar Hamalik, menyebutkan bahwa ada beberapa kelebihan menggunakan tipe recorder sebagai media pengajaran yaitu:
1.      Mempunyai fungsi ganda yang efektif sekali, untuk merekam, menampilkan rekaman dan menghapusnya.
2.      Pita rekaman dapat diputar berualng-ulang tanpa mempengaruhi volume
3.      Rekaman dapat dihapus secara otomatis dan pitanya bisa dipakai lagi
4.      Pita rekaman dapat digunakan sesuai jadwal yang ada. Guru dapat langsung mengontrolnya.
5.      Program kaset dapat menyajikan kegiatan-kegiatan atau hal-hal di luar sekolah.
6.      Program kaset bisa menimbulkan berbagai kegiatan (diskusi, dramatisasi dan lain-lain)[32]

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perekam pita magnetik sangat bermanfaat bagi dunia pendidikan terutama dalam pengajaran agama, di mana pita rekaman tidak dapat diabaikan karena dengan kaset siswa dapat dengan mudah mempelajarinya.
3.      Media Proyeksi Diam
Media proyeksi diam mempunyai persamaan dengan media grafis dalam hal menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Perbedaannya media grafis dapat langsung berinteraksi dengan pesan media yang bersangkutan. Sedangkan media proyeksi, pesan harus diproyeksikan dengan proyektor agar dapat dilihat oleh siswa terlebih dahulu.
Beberapa jenis media proyeksi diam antara lain, film bingkai, film rangkai, overhead proyektor, proyektor opaque, tachitoscope, microprojection, dan microfilm".[33] Namun dalam pengajaran agama Islam di sekolah dasar jarang digunakan media jenis ini, dengan alasan tidak tersedia sarana tersebut. Maka dalam hal ini penulis tidak menguraikan tentang jenis-jenis media proyeksi diam.



[1] Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1995),  hal. 163
[2] Ahmad D.Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : PT. Al-Ma'arif, 1989), hal. 41

[3] Dinas Pendidikan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kurikulum Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar, (Banda Aceh : Dinas Pendidikan  NAD, 2001), hal. 2

[4] A. Qodri A. Azizy, Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika Sosial, (Semarang : Aneka Ilmu, 2003), hal. 73

[5] Peraturan Pemerintah,  Nomor 28 Tahun 1990, Tentang Pendidikan Dasar, (Jakarta : 1990), hal. 2
[6] A. Qodri A. Azizy, Pendidikan Agama …………..hal. 75
[7] Departemen Agama RI, Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar, (Jakarta : Dirjend Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2000), hal. 4

[8] Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Pendidikan Agama Islam Untuk Madrasah, (Jakarta : Departemen Agama RI, 2003), hal. 3
[9] Departemen Agama, Kurikulum Pendidikan Dasar Berciri Khas Agama Islam, GBPP Madrasah Ibtidaiyah (MI),  (Jakarta : Dirjend Pembinaan Kelembaga Agama Islam, 1995), hal. 5
[10] Ibid, hal. 39
[11] Ibid, hal. 91
[12] Ibid, hal. 135
[13] Rostiyah, NK, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 4
[14] Ibid., hal. 117

[15] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal. 175
[16] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 155

[17] Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 201
[18] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal. 97
[19] Rostiyah, NK, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 231
[20] Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan, Kemapuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), 51

[21] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi... hal. 211
[22] Ibid., hal. 215

[23] Zakiah Daradjat., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hal. 224
[24] Ibid., hal. 232
[25] Zakiah Daradjat, Metodik ………..hal. 226
[26] Ibid., hal. 27
[27] Miarso, Tehnologi Komunikasi Pendidikan, (Jakarta : Rajawali, 1984), hal. 72

[28] Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1992), hal. 31
[29] Oemar Hamalik, Media Pendidikan, (Bandung : citra Aditya Bakti, 1989), hal. 54
[30] Zakiah Daradjat, Metodik ……, hal. 231
[31]Azhar Arsyad, Media ………. hal. 49
[32] Oemar Hamalik, Media …………..hal.53

[33] Arief S. Sadiman, Filsafat Pendidikan ……….hal. 56

No comments: