BAB II
PENGAJARAN AGAMA DI
SEKOLAH DASAR
A.
Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama di Sekolah Dasar
Agama Islam adalah agama universal yang mengajarkan kepada
umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan baik duniawi maupun ukhrawi.
Salah satu di antara ajaran Islam tersebut adalah mewajibkan kepada umatnya
untuk melaksanakn pendidikan karena menurut ajaran Islam pendidikan merupakan
kebutuhan hidup manusia mutlak yang harus dipenuhi, demi tercapainya
kesejahteraan dan kebahagian dunia dan akhirat. Dengan pendidikan ini pula
manusia akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal dalam
kehidupannya.
Fuad Ihsan menyebutkan bahwa pendidikan adalah
"aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan
jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa,
cipta dan budi nurani) dan jasmani (panca indera serta
ketrampilan-ketrampilan)".[1]
Dari
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan sarana utama
menuju masyarakat bahagia dan sejahtera. Manusia merupakan makhluk yang
dinamis, dan bercita-cita ingin meraih kehidupan yang sejahtera dan bahagia
dalam arti luas, baik lahiriah maupun bathiniah, dunia dan akhirat.
Oleh karena itu pendidikan
agama sebagai usaha untuk membentuk manusia yang mempunyai landasan kemana
kegiatan perumusan tujuan pendidikan agama itu diarahkan. Dasar pendidikan
agama adalam Al-Qur'an daan Hadist. Sebagaimana penjelasan dari Ahmad D.
Marimba, sebagai berikut :
Dasar pendidikan
agama tegasnya ialah firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW, kalu pendidikan
diibaratkan bangunan, maka isi Al-Qur'an dan Hadist yang menjadi fundamennya…
Al-Qur'an adalah sumber kebenaran dalam Islam. Kebenarannya tidak dapat
diragukan lagi. Sedangkan sunnah Rasulullah iala perilaku, ajaran-ajaran dan
perkataan-perkataan Rasulullah sebagai pelaksanaan hukum-hukum yang terkandung
dalam Al-Qur'an.[2]
Berdasarkan pendapat
di atas jelas bahwa dasar pendidikan agama adalah Al-Qur'an dan Hadist, apabila
diupayakan secara optimal memungkinkan terwujudnya suatu sistem pendidikan yang
sesuai dengan ajaran Islam.
Sedangkan dasar
pendidikan agama di sekolah dasar ialah berdasarkan pancasila dan undang-undang
dasar 1945. "Khusus untuk Daerah Istimewa Aceh dengan deberlakukan
Undang-Undang Nomor 44 tahun 1999, tentang keistimewaan Aceh dan pemberlakuan
Syaria't islam, pendidikan agama Islam mutlak harus dilaksanakan secara efektif
sejak di sekolah dasar.[3]
Pendidikan agama di sekolah dasar, bukan sekedar mengajar
siswa agar mampu menghafal bacaan shalat atau sejenisnya, lebih dari itu
pendidikan agama di sekolah dasar untuk meningkatkan keimanan, ketaqwaan dan
pembinaan akhlak. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh A. Qodri A. Azizy
menyebutkan bahwa "Pendidikan agama di sekolah dasar bertujuan untuk
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta pembinaan akhlak mulia dan budi
pekerti luhur". [4]
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
agama di sekolah dasar bertujuan bukan hanya sekedar siswa mampu melaksanakan
dan menghafal do'a-do'a shalat, akan tetapi lebih dari itu diharapkan kepada
siswa mampu meningkatkan keimanan, ketaqwaan serta berbudi pekerti luhur yang
dicerminkan dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah, di rumah maupun dalam
masyarakat.
Selanjutnya,
pendidikan agama Islam pada tingkat dasar bertujuan memberikan kemampuan dasar
kepada siswa tentang agama Islam untuk mengembangkan kehidupan beragama
sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta
berakhlak mulia sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat
manusia.
Rumusan
tujuan pendidikan agama Islam pada Sekolah dasar merupakan penjabaran dari
bunyi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar yaitu
"Pendidikan Dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada
peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota
masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta
didik untuk mengikuti pendidikan menengah".[5]
Pendidikan
agama di sekolah dasar hendaknya mampu mengajarkan akidah anak didik atau siswa
sebagai landasan keberagamaannya. Dengan kata lain agama di ajarkan di sekolah
untuk menjaga akidah siswa. Di samping itu pendidikan agama juga mengajarkan
kepada siswa/siswi pengetahuan tentang ajaran agama Islam.
Pendidikan
agama di sekolah dasar harus mampu mengajarkan agama sebagai landasan atau
dasar bagi semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Agama harus mampu
menjadi pendorong kemajuan dan keberhasilan siswa/siswi untuk semua mata
pelajaran dan sekaligus agama harus menjadi landasan moralitas semua jenis mata
pelajaran.
A. Qodri A.
Azizy, dalam buku "Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika Sosial"
menyebutkan bahwa :
Agama harus mampu memberi makna
lebih dalam mengenai maksud dan kegunaan ilmu yang diajarkan bagi kehidupan
manusia secara umum. Dalam waktu bersamaan agama harus mampu menjadi landasan
aturan main agar ilmu yang diajarkan tidak bertentangan dengan moralitas
bangsa. Agama harus pula menjadi petunjuk (hudan) dan cahaya (nur) yang mampu
menghindarkan siswa/siswi dari kegelapan dan kesesatan.[6]
Dari
pendapat di atas, jelaslah bahwa tujuan pendidikan agama yang dipelajari di
sekolah harus bermanfaat dan berguna bagi kehidupan umat manusia. Orientasi
dari mempelajari pendidikan agama untuk memberi petunjuk dan cahaya dalam
berbagai kehidupan umat manusia serta mampu menjalankan fungsi manusia sebagai
khalifah Allah dipermukaan bumi.
B.
Kurikulum Pengajaran Agama di Sekolah Dasar
Kurikulum pendidikan
dasar yang berciri khas agama Islam disusun untuk mencapai tujuan pendidikan
dasar yang berciri khas agama Islam. Kurikulum ini merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar pada tingkat
dasar (MI/MTs dan SD/SLTP).
Dalam kurikulum
tingkat dasar, kegiatan pengajaran agama dilaksanakan dengan sistem guru kelas
dan sistem guru bidang studi. Untuk kelas I sampai kelas III masih menganut
sistem guru kelas, sedangkan kelas IV sampai kelas VI menganut sistem guru
bidang studi (mata pelajaran).
Selanjutnya dalam
satu tahun ajaran, pelaksanaan kurikulum pendidikan dasar sesuai dengan
kurikulum PAI 1994 menganut sistem Catur Wulan, artinya setiap satu tahun
ajaran terdiri dari tiga tahap belajar yaitu caturwulan I, II dan III. Dalam
buku Landasan, Program dan Pengembangan di cantumkan bahwa satu tahun ajaran
terdiri dari tiga caturwulan dengan jumlah hari efektif sekurang-kurangnya 204
hari dan disebarkan dalam tiga caturwulan dengan rincian 72 hari percawu kecuali
cawu III yang hanya memuat 60 hari”.[7]
Namun setelah terjadi
perubahan, pada tahun ajaran 2003/2004 kembali menganut sistem semesteran,
yaitu dalam satu tahun ajaran hanya terdiri dari dua semester (semester I dan
II). Hal ini dilakukan agar pencapai kurikulum pendidikan dasar dapat tercapai
secara maksimal. Serta pola pelaksanaan pengajaran baik guru maupun siswa lebih
leluasa dalam mengatur program pendidikannya.
Materi Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan rumpun mata
pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok dasar yang terdapat dalam
agama Islam. Rumpun mata pelajaran pendidikan agama Islam yaitu Qur’an Hadits,
Fiqih, Aqidah Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam merupakan mata pelajaran
yang dijadikan dasar meningkatkan imtaq di madrasah-madrasah.[8]
Adapun kurikulum pengajaran agama di Sekolah Dasar adalah sebagai berikut:
1.
Qur’an Hadits
Mata pelajaran qur’an hadits merupakan salah satu bagian
mata pelajaran PAI pada tingkat MI (dasar) yang digunakan untuk mengarahkan
pemahaman dan penghayatan isi yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits yang
diharapkan dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.Pembelajaran Qur’an
Hadits di tingkat dasar bertujuan untuk memberikan kemampuan dasar kepada siswa
dalam membaca, menulis, membiasakan dan menggemari membaca Al-Qur’an dan Hadits
serta menanamkan pengertian, pemahaman, penghayatan isi kandungan ayat-ayat
Al-Qur’an dan Hadits.
Pembelajaran Qur’an Hadits (ruang lingkup) ditingkat dasar,
seperti yang disebutkan oleh Departemen Agama dalam buku “Kurikulum Pendidikan
Dasar Berciri Khas Agama Islam” yaitu :
a.
Pengetahuan dasar membaca dan menulis Al-Qur’an yang benar
sesuai dengan ilmu tajwid
b.
Penjelasan tentang keutamaan membaca Al-Qur’an
c.
Hafalan surat-surat pendek Al-Qur’an
d.
Pemahaman kandungan ayat-ayat/surat-surat pendek Al-Qur’an
e.
Hadits-hadits tentang keutamaan belajar dan membaca
Al-Qur’an, hadits tentang iman, Islam dan ihsan, berbakti kepada orang tua,
persaudara, penggunaan waktu, shalat, akhlak yang baik dan yang buruk dan amal
saleh.[9]
2.
Aqidah Akhlak
Mata pelajaran aqidah akhlak merupakan salah satu bagian
dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang digunakan sebagai wahana
pemberian pengetahuan, bimbingan dan pengembangan kepada siswa agar dapat
memahami, menyakini dan menghayati kebenaran ajaran Islam, serta bersedia
mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Memberikan kemampuan dasar kepada siswa tentang aqidah Islam
untuk mengembangkan kehidupan beragama sehingga menjadi muslim yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah serta berakhlak mulia, sebagai pribadi, sebagai anggota
masyarakat dan sebagai warga negara.
Ruang lingkup aqidah akhlak meliputi dua unsur pokok,
sebagaimana yang disebutkan oleh Departemen Agama yaitu:
a.
Aqidah, yaitu berisi aspek pelajaran untuk menanamkan
pemahaman dan keyakinan terhadap aqidah Islam sebagaimana yang terdapat dalam
rukun iman dan dalam hal bertauhid dapat dipahami dan diamalkan secara terpadu
dua bentuk tauhid yaitu Rububiyah dan Uluhiyah.
b.
Akhlak, yaitu akhlak terpuji, akhlak tercela, kisah-kisah
keteladanan para Rasul Allah, Sahabat Rasul, Orang saleh, serta adab dalam
hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam
lingkungannya.[10]
3.
Fiqih
Mata pelajaran Fiqih merupakan salah satu bagian dari mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam yang membahas ajaran agama Islam dari segi
Syariat Islam tentang cara-cara manusia melaksanakan ibadah kepada Allah dan
mengatur kehidupan sesama manusia serta alam sekitarnya.
Mata pelajaran fiqih tingkat dasar diarahkan untuk
mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina siswa untuk mengetahui,
memahami dan menghayati syariat Islam untuk dapat diamalkan dan dijadikan
pedoman dalam kehidupan sehari-hari secara sederhana.
Mata pelajaran Fiqih di tingkat dasar ini diberikan untuk
mengembangkan minat siswa mengenal dan mempelajari syariat Islam agar tanggap
terhadap kehidupan lingkungannya. Juga untuk menumbuhkan sikap
keingintahuanterhadap syariat Islam, menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab
dalam mengamalkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Secara garis besar ruang lingkup pelajaran Fiqih tingkat
dasar dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah seperti yang disebutkan oleh Departemen Agama, yaitu :
a.
Hubungan manusia dengan Allah. Hubungan vertikal antara
manusia dengan Khaliknya mencakup segi Ibadah meliputi: Thaharah, Shalat,
Puasa, Zakat dan Haji.
b.
Hubungan manusia dengan sesama manusia. Hubungan horizontal
antara manusia dengan sesamanya mencakup segi Mu’amalah yang meliputi: pinjam
meminjam, sewa menyewa, upah, shadaqah, imfaq,
wakaf, makanan dan minuman yang halal dan haram, qurban, aqiqah, khitan,
jual beli, khiar, riba, barang titipan dan barang temuan, mengunjungi orang
sakit, kewajiban terhadap jenazah, ta’ziah, ziarah kubur dan harta warisan.[11]
4.
Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)
Sejarah Islam merupakan bahan kajian tentang
peristiwa-peristiwa penting berkenaan dengan perkembangan agama Islam yang
memungkinkan terjadinya pengenalan, penghayatan dan penanaman nilai pada
peserta didik atas ajaran dan semangat Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Dengan mempelajari Sejarah Islam dapat pula ditumbuhkembangkan nilai-nilai
luhur dari semangat Islam, sehingga mempengaruhi pola dan sikap hidup untuk
senantiasa memberi manfaat bagi masyarakat, bangsa, negara dan agama.
Pengajaran Sejarah Islam di tingkat dasar bertujuan untuk
menumbuh kembangkan kemampuan peserta didik dalam memahami peristiwa sejarah
dan produk peradaban Islam, mengahargai para tokoh pelaku sejarah dan pencipta
peradaban yang membawa kemajuan dan kejayaan Islam, sehingga tertanam nilai-nilai
kepahlawanan pada diri peserta didik.
Ruang lingkup Sejarah Kebudayaan Islam pada tingkat dasar
dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut :
a.
Letak geografis jazirah Arab, keadaan sosial, ekonomi dan
kepercayaan masyarakat penduduk Mekkah dan sekitarnya.
b.
Riwayat kelahiran Nabi Muhammad, kehidupan masa
kanak-kanaknya, masa remaja dan masa dewasa sebelum kenabian.
c.
Riwayat kehidupan Nabi Muhammad setelah menjadi Rasul,
turunnya wahyu pertama, dakwah secara sembunyi, permusuhan kaum Quraisy
terhadap Rasulullah dan kaum muslimin, hijrah kaum muslimin ke Abessinia (Ethiopia )
d.
Dakwah secara terang-terangan, peristiwa Isra Mi’raj,
penduduk Mekah memeluk Islam, hijrah kaum muslimin dan Rasulullah ke Madinah.
e.
Membina masyarakat Madinah, mempersatukan kaum Anshar dan
kaum Muhajirin, menghadapi kaum Yahudi Madinah, menghadapi kaum kafir Quraisy,
fathul Makkah dan wafatnya Nabi Muhammad saw.
f.
Riwayat dan perjuangan Khulafaurrasyidin dalam membina
masyarakatm muslimin dan penyiaran agama Islam.
g.
Nilai-nilai yang terkandung dalam prilaku Nabi Muhammad saw
dan para sahabat serta Khulafaurrasyidin.[12]
Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum
pengajaran agama Islam pada sekolah dasar dikembangkan atas tiga kerangka dasar
yaitu aqidah, syariah dan akhlak yang bertujuan untuk terbentuknya peserta
didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi pekerti yang luhur
serta memilki pengetahuan tentang ajaran pokok agama Islam.
C.
Metode Pengajaran Aqidah Akhlak di MI dan SD
Metode merupakan salah satu komponen pengajaran yang
menempati peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam
kegiatan belajar mengajar. Tidak ada satupun kegiatan belajar mengajar yang
tidak menggunakan metode pengajaran. Oleh karena demikian penggunaan metode
merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan pengajaran.
Menurut bahasa metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri
dari "meta" yang berarti "melalui", dan "hodos"
yang berarti "jalan". Jadi metode berarti jalan yang dilalui".[13]
Dengan demikian dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi
atau cara yang harus dilalui untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa
sehingga siswa dapat belajar secara efektif dan efisien. Salah satu langkah
untuk memiliki strategi itu adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian yang
biasa disebut dengan metode belajar.
Dalam sejarah pendidikan Islam dapat diketahui bahwa para
pendidik muslim dalam berbagai situasi dan kondisi yang berbeda, telah
menerapkan berbagai macam metode pendidikan atau pengajaran. Metode yang
dipergunakan tidak hanya metode mendidik/mengajar dari para pendidik, melainkan
juga metode belajar yang harus dipergunakan oleh anak didik.
Metode mengajar yang digunakan dalam situasi belajar
mengajar banyak jenisnya, baik metode tradisional maupun metode modern. Semua
metode yang digunakan akan memberi dampak yang signifikan terhadap pencapaian
hasil belajar baik secara individual maupun kelompok.
Adapun metode pengajaran Aqidah Akhlak yang sering digunakan
pada Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah adalah sebagai berikut :
1.
Metode Ceramah
Syaiful Bahri Djamarah, menyebutkan bahwa "Metode
ceramah adalah cara mengajar yang paling tradisional, karena sejak dahulu
metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan
anak didik dalam proses belajar mengajar".[14]
Dalam bidang studi Aqidah Akhlak, metode ceramah masih tepat
untuk dilaksanakan misalnya untuk memberikan pengertian tentang tauhid. Karena
tauhid tidak dapat diperagakan, sukar didiskusikan, maka guru harus memberikan
uraian menurut caranya masing-masing dengan tujuan murid dapat mengikuti jalan
pikiran guru.
Berkaitan dengan penggunaan metode ceramah dalam pengajaran
aqidah akhlak, Slameto menyebutkan bahwa
:
Dalam menjelaskan keimanan, murid-murid cukup mendengarkan
saja dengan tertib dan gembira, yang penting bagaimana ceramah guru dapat
menyentuh jiwa murid-muridnya sehingga murid dapat mengikuti jalan pikiran
guru. Sikap pasif dari murid tidak ada negatifnya apabila murid dapat mengikuti
hal-hal yang sangat mendasar yaitu meyakinkan murid bahwa Allah itu benar Esa.
Oleh karena itu metode ceramah cocok digunakan untuk pelajaran agama
Islam".[15]
Dari keterangan di atas, dapat dijelaskan bahwa metode
ceramah tepat digunakan untuk pelajaran agama Islam. Karena sebagian materi
pelajaran cocok disajikan dengan ceramah. Oleh karena itu yang penting dari
penyajian ini adalah perhatian dan konsentrasi siswa pada apa yang diceramahkan
guru adalah syarat mutlak bagi berhasilnya pelajaran-pelajaran.
2.
Metode diskusi
Metode diskusi merupakan salah satu teknik belajar mengajar
yang dilakukan oleh guru di sekolah. Di dalam diskusi proses interaksi antara
dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman,
informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif tidak ada yang
pasif sebagai pendengar saja.
Syaiful Bahri Djamarah menyebutkan bahwa "Metode
diskusi adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa siswi diharapkan kepada
suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat
problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama".[16]
Dalam dunia pendidikan metode diskusi mendapat perhatian
serius, karena dengan berdiskusi akan merangsang murid-murid berpikir atau
mengeluarkan pendapat sendiri. Oleh karena itu, metode diskusi bukanlah hanya
percakapan adat debat biasa, tetapi diskusi timbul karena ada masalah yang
memerlukan jawaban atau pendapat yang bermacam-macam. Dalam metode diskusi
peranan guru sangat penting dalam rangka menghidupkan kegairahan murid
berdiskusi. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Aswan Zain, yaitu :
- Guru atau
pemimpin diskusi harus berusaha dengan semaksimal mungkin agar semua murid
turut aktif dan berperan dalam diskusi.
- Guru memimpin
diskusi sebagai pengatur lalu lintas pembicaraan, harus bijaksana dalam mengarahkan
diskusi, sehingga diskusi berjalan lancar dan aman.
- Membimbing
diskusi agar sampai kepada suatu kesimpulan.[17]
Dari pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam metode
diskusi peranan seorang guru sangat diutamakan, karena kemampuan dan ketrampilan
guru dalam membimbing diskusi sangat besar pengaruhnya terhadap hdiupnya
suasana diskusi. Kekurang mampuan guru dalam mengarahkan aktivitas diskusi
dapat menimbulkan berbagai peristiwa yang tidak diinginkan.
3.
Metode Demonstrasi
M. Arifin menyebutkan bahwa "Metode demonstrasi adalah
cara penyajian bahan pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukan kepada
siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik
sebenarnya ataupunn tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan".[18]
Dari pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa dengan metode
demonstrasi proses penerimaan siswa terhadap materi pelajaran akan lebih
berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan
sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan
selama pelajaran berlangsung. Dengan metode demonstrasi guru atau murid
memperlihatkan pada seluruh anggota kelas sesuatu proses, misalnya bagaimana
cara shalat yang sesuai dengan ajaran Rasulullah saw.
Penggunaan metode demonstrasi sangat menunjang proses
belajar mengajar di dalam kelas. Keuntungan yang diperoleh adalah perhatian
siswa lebih dapat terpusatkan pada pelajaran yang sedang diberikan,
kesalahan-kesalahan yang terjadi bila pelajaran itu diceramahkan dapat diatasi
melalui pengamatan dan contoh kongkrit.
4.
Metode Pemberian Tugas (Resitasi)
Kegiatan interaksi belajar mengajar harus selalu
ditingkatkan efektifitas dan efisiensinya. Dengan banyaknya kegiatan pendidikan
di sekolah, dalam usaha meningkatkan mutu dan frekuensi isi pelajaran, maka
sangat menyita waktu siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar
tersebut. Untuk mengatasi keadaan tersebut guru perlu memberikan tugas-tugas di
luar jam pelajaran.
Rostiyah, NK menyebutkan bahwa "Metode pemberian tugas
adalah suatu cara dalam proses belajar mengajar bila mana guru memberi tugas
tertentu dan murid-murid mengerjakannya, kemudian tugas tersebut dipertanggung
jawabkan kepada guru".[19]
Metode pemberian tugas atau resitasi digunakan bertujuan
agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan
latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam
mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi. Hal ini terjadi karena siswa
mendalami situasi atau pengalaman yang berbeda, waktu menghadapi
masalah-masalah baru.
Sekolah berkewajiban mempersiapkan murid-murid agar tidak
canggung hidup di tengah-tengah masyarakat. Karenanya guru hendaklah berusaha
melatih teknik kemampuan nanak untuk mencocokkan berbagai masalah yang mungkin
akan dihadapinya kelak.
Dalam memberi tugas kepada murid-murid pendidik harus
mengetahui beberapa syarat, kemudian syarat-syarat tersebut harus diketahui
pula oleh murid-murid yang akan diberi tugas. Hal ini sebagaimana dikemukan
oleh Cece Wijaya yaitu :
- Tugas yang
diberikan harus berkaitan dengan pelajaran yang telah mereka pelajari,
sehingga murid di samping sanggup mengerjakannya juga sanggup
menghubungkannya dengan pelajaran tertentu.
- Guru harus dapat
mengukur dan memperkirakan bahwa tugas yang diberikan kepada murid akan
dapat dilaksanakannya karena sesaui dengan kesanggupan dan kecerdasan yang
dimilikinya.
- Guru harus
menanamkan kepada murid bahwa tugas yang diberikan kepada mereka akan
dikerjakan atas kesadaran sendiri yang timbul dari hati sanubarinya.
- Jenis tugas yang
diberikan kepada murid harus dimengerti benar-benar, sehingga murid tidak
ada keraguan dalam melaksanakannya.[20]
Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa guru perlu
mempertimbangkan apakah tujuan-tujuan yang akan dicapai cukup jelas, cukup dipahami
siswa, sehingga mereka melaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Dengan
demikian tugas yang diberikan kepada anak didik perlu petunjuk-petunjuk dari
para guru, agar anak-anak tidak keliru dalam mengerjakannya.
5.
Metode Latihan (drill)
Syaiful Bahri Djamarah, menyebutkan bahwa "Metode
latihan (drill) adalah suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan
kebiasaan-kebiasaan tertentu, juga sebagai sarana untuk memelihara
kebiasaan-kebiasaan yang baik."[21]
Dengan demikian metode drill atau latihan digunakan untuk
memberikan pengetahuan, ketrampilan, ketangkasan, ketepatan, dan kesempatan.
Dengan latihan yang sungguh-sungguh siswa akan memperoleh hasil yang maksimal.
Pengajaran yang diberikan dengan metode latihan dengan baik
selalu akan menghasilkan hal-hal sebagai berikut :
- Anak didik akan
dapat mempergunakan daya pikirnya yang makin lama makin bertambah baik,
karena dengan pengajaran yang baik maka anak didik akan menjadi lebih
teratur dan lebih teliti dalam mendorong daya ingatnya.
- Pengetahuan anak
didik bertambah dari berbagai segi, dan anak didik tersebut akan
memperoleh paham yang lebih baik dan lebih mendalam. Guru berkewajiban
menyelidiki sejauhmana kemajuan yang telah dicapai oleh anak didik dalam
proses belajar mengajar.[22]
Dari keterangan di atas, dapat dijelaskan bahwa metode
latihan digunakan sebagai salah satu metode belajar mengajar yang digunakan
untuk meningkatkan daya pikir anak didik serta menambah pemahaman anak didik
terhadap materi yang telah diajarkan.
6.
Metode tanya jawab
Metode tanya jawab adalah suatu cara penyajian materi
pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada
siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru".[23]
Dari keterangan di atas, dapat dijelaskan bahwa dengan
metode tanya digunakan untuk membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada
metode ceramah. Hal ini disebabkan karena para guru dapat memperoleh gambaran
sejauh mana murid dapat mengerti dan dapat mengungkapkan apa saja yang telah
diceramahkan.
Untuk menghindari sesuatu yang dapat terjadi dalam metode
tanya jawab terutama yang bersifat negatif maka perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
- Pertanyaan harus
singkat, jelas dan merangsang berpikir
- Sesuai dengan
kecerdasan dan kemampuan anak didik yang menerima pertanyaan
- Memerlukan
jawaban dalam bentuk kalimat atau uraian kecuali yang bersifat objektif
tes dapat menggunakan ya atau tidak
- Usahakan
pertanyaan yang punya jawaban pasti bukan pertanyaan yang mempunyai
jawaban beberapa alternatif.[24]
Dari keterangan di atas, dapat jelaskan bahwa guru yang
menggunakan metode tanya jawab harus benar-benar menghindari hal-hal yang dapat
menimbulkan dampak negatif dari pemakaian metode tersebut. Sikap guru dalam
menerima jawaban dari anak didik juga tidak mematahkan semangat siswa, tetapi
memberi suatu pujian untuk menggairahkan mereka belajar.
D.
Media-Media Pengajaran Agama Islam
Pada dasarnya media merupakan alat bantu yang digunakan oleh
guru untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dalam hal ini Zakiah
Daradjat menyebutkan bahwa:
Media
adalah suatu benda yang dapat diindrai, khususnya penglihatan dan pendengaran
(alat peraga pengajaran), baik yang terdapat di dalam maupun di luar kelas,
yang digunakan sebagai alat bantu penghubung (medium komunikasi) dalam proses
interaksi belajar mengajar untuk meningkatkan efektifitas hasil belajar siswa.[25]
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media dalam pengajaran
agama Islam sangat penting artinya selain dapat memperjelas materi yang
disajikan, juga dapat mempermudah bagi guru untuk menyajikan pelajaran kepada
siswa. Di samping itu media juga salah satu sarana yang ikut menunjang
keberhasilan proses belajar mengajar.
Dalam proses belajar mengajar, ada dua unsur yang amat
penting dikuasai dan dimanfaatkan oleh guru di sekolah yaitu metode mengajar
dan media pengajaran. Kedua unsur ini saling berkaitan, pemilihan salah satu
metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media yang sesuai. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pendidikan adalah
sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan
lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.
Oemar Hamalik dalam bukunya "Media Pendidikan"
menyebutkan bahwa fungsi media pendidikan adalah:
Pemakaian
media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan
dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar,
dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologi terhadap siswa. Penggunaan media
pengajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantyu keefektifan
proses pembelajaran dan penyampaian pesan isi pelajaran pada saat itu.[26]
Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa media
pengajaran membawa dan membangkitkan rasa senang dan gembira bagi murid-murid
dan memperbarui semangat mereka, membantu memantapkan pengetahuan pada benak
para siswa serta menghidupkan pelajaran.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa media pengajaran
sangat luas jangkauannya, terdapat di mana-mana baik di kelas/sekolah maupun di
luar kelas/sekolah. Pada dasarnya semua alat tersebut dipergunakan untuk
kepentingan pengajaran. Di dalam kelas/ sekolah kita dapatkan bentuk-bentuk
bahan bacaan, alat-alat audiovisual atau alat pandang dengar serta
kelakuan-kelakuan yang diperlihatkan guru. Demikian juga di luar kelas/sekolah
kita dapati bentuk-bentuk yang bersumber dari kegiatan dan pengalaman
masyarakat yang bersumber dari benda-benda alam atau alam itu sendiri, serta
contoh-contoh kelakuakan masyarakat.
Dalam pengajaran agama Islam, terdapat konsep-konsep di luar
jangkauan indera dan bukan terbentuk dari hasil pemikiran atau budi manusia.
Konsep-konsep tersebut berasal dari wahyu Ilahi, yang sebagian terbuka untuk
diindrai dan sebagian lainnya sulit diindrai bahkan terdapat hal-hal yang tabu
untuk dipikirkan oleh manusia. Pengajaran yang efektif memerlukan perencanaan
yang baik. Media yang akan digunakan dalam proses pengajaran itu juga
memerlukan perencanaan yang baik pula. Meskipun demikian kenyataan di lapangan
menunjukan bahwa seorang guru memilih salah satu media dalam kegiatannya di
kelas atas dasar berbagai pertimbangan. Dalam hal ini setiap guru akan
berhadapan dengan lima
tantangan menyangkut dengan media pendidikan yaitu :
1.
Apakah ia memiliki pengetahuan, pemahaman dan pengertian
yang cukup tentang media pendidikan.
2.
Apakah ia memiliki ketrampilan tentang cara menggunakan
media tersebut ndalam proses belajar mengajar di kelas.
3.
Apakah ia mampu membuat sendiri alat-alat media pendidikan
yang dibutuhkan.
4.
Apakah ia mampu melakukan penilaian terhadap media yang akan
atau yang telah digunakan.
5.
Apakah ia memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang
administrasi media pendidikan.[27]
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap guru
harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan,
di samping itu juga guru harus memiliki ketrampilan memilih dan menggunakan media
tersebut dengan baik. Sehingga proses belajar mengajar pendidikan agama Islam dapat
berjalan dengan efektif dan lancar.
Pada dasarnya para guru dan ahli audio visual menyambut baik
perubahan-perubahan dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Guru-guru sekarang
mulai merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan tingkah laku siswa. Untuk
mencapai tujuan pembelajaran tersebut, mulai dipakai berbagai format media.
Dari pengalaman itu guru mulai belajar bahwa cara belajar siswa itu
berbeda-beda.
Proses
belajar mengajar pada hakekatnya merupakan proses komunikasi, yakni proses
penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima
pesan. Pesan, sumber pesan, saluran/media dan penerima pesan merupakan
komponen-komponen proses komunikasi. Oleh karena itu penggunaan berbagai jenis
media/saluran harus diperhatikan manfaat, fungsi dan tujuan penggunaan media.
Dari
berbagai jenis media yang dapat diguanakan untuk kepentingan pengajaran, namun
secara garis besarnya media dibagi atas tiga jenis. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Azhar Asyad yaitu: "Media grafis, media audio, dan media
proyeksi diam"[28]
1.
Media Grafis
Media grafis merupakan media visual yang berfungsi untuk
menyalurkan pesan dari sumber kepada penerima pesan, yang salurannya menyangkut
dengan indera penglihatan.
Oemar Hamalik menyebutkan bahwa "Media grafis adalah
media visual berupa simbol-simbol yang berfungsi untuk menarik perhatian,
memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan
cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan".[29]
Dilihat dari bentuk dan jenis serta fungsinya, maka media
grafis ini dibedakan atas beberapa jenis yaitu:
- Gambar/foto
Media
gambar atau foto merupakan media yang paling umum digunakan dan merupakan
bahasa umum, yang mudah dimengerti dan dinikmati di mana-mana. Oleh karena itu
sebuah gambar yang disajikan kehadapan siswa dapat berbicara lebih banyak
daripada seribu kata.
Kelebihan-kelebihan
media gambar atau foto yang digunakan dalam pengajaran agama Islam antara lain
adalah:
1.
Sifatnya konkrit, gambar lebih realitis menunjukan pokok
masalah dibandingkan dengan media verbal lainnya.
2.
Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Karena tidak
semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas.
3.
Gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan siswa. Sel
atau penampang daun yang tak mungkin kita lihat dengan mata telanjang dapat
disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar atau foto.
4.
Dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan
untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan
kesalahpahaman.
5.
Murah harganya dan mudah di dapat serta digunakan, tanpa
memerlukan peralatan khusus. [30]
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media gambar
sangat cocok digunakan dalam pengajaran di sekolah. Karena dengan media gambar
seorang guru lebih mudah menjelaskan permasalahan serta mudah untuk di bawa
masuk ke dalam kelas.
Dalam pengajaran agama Islam, media gambar dapat digunakan
untuk menjelaskan pokok bahasan tertentu misalnya yang menyangkut dengan pelajaran
fiqh dijelaskan tentang haji, shalat, dan materi ibadah lainnya. Dalam materi
haji guru dapat menyajikan gambar Ka'bah, gambar Hajarul Aswad dan gambar
lainnya. Dengan gambar tersebut guru dapat menjelaskan kepada siswa tata cara
melaksanakan ibadah haji. Demikian juga gambar orang melaksanakan wudhuk dan
tayamum, di sini guru dapat menjelaskan cara-cara bersuci.
- Sketsa
Sketsa merupakan gambar yang sederhana atau yang melukiskan
bagian-bagian pokoknya tanpa detail. Karena kita ketahui bahwa setiap orang
yang normal dapat diajarkan menggambar, maka setiap guru yang baik haruslah
dapat menuangkan ide-idenya ke dalam bentuk sketsa. Sketsa selain dapat menarik
perhatian siswa, juga menghindari verbalisme dan dapat memperjelas penyampaian
pesan, serta sketsa ini dapat dibuat langsung oleh guru sehingga tiadak perlu
dikhawatirkan dengan harga.
Seorang guru agama dapat menerangkan proses pengambilan
wudhuk mulai dari mencuci tangan sampai kaki dengan benar dan tertib dengan
menggunakan sketsa. Demikian juga tata laksana shalat dapat digambarkan dengan
sketsa mulai dari berdiri betul sampai tertib. Di sini guru hanya menjelaskan
apa yang telah digambarkan dengan sketsa dengan menunjukan satu persatu gambar
yang dipaparkan.
- Charta/Bagan
Bagan atau charta termasuk media visual, yang fungsinya
menyajikan ide-ide atau konsep-konsep yang sulit bila hanya disampaikan secara
tertulis atau lisan. Charta juga mampu memberikan ringkasan butir-butir penting
dari suatu presentasi. Pesan yang akan disampaikan melalui bagan biasanya
berupakan ringkasan visual suatu proses, perkembangan atau hubungan-hubungan
penting.
Dalam pengajaran agama Islam, charta/bagan sering digunakan
untuk menjelaskan silsilah keluaga Nabi, dan silsilah keluarga yang berhak
menerima harta warisan (mawaris). Dengan bantuan charta ini guru lebih mudah
menjelaskan kepada siswa silsilah keturunan Nabi. Tanpa charta atau bagan ini
guru sulit menjelaskan keturunan-keturunan Nabi karena siswa sulit menerima
secara lisan atau tulisan.
- Peta dan Globe
Pada dasarnya peta dan globe berfungsi untuk menyajikan
data-data lokasi. Tetapi secara khusus peta dan globe dapat memberi informasi
tentang keadaan permukaan bumi, daratan, sungai-sungai, gunung dan
bentuk-bentuk daratan serta perairan lainnya.
Dalam pengajaran agama di sekolah guru dapat menggunakan
peta atau globe untuk menjelaskan letak suatu daerah. Misalnya Jazirah Arab,
lokasi letaknya kota
Mekkah, Madinah serta keadaan daerah-daerah Arab. Dengan bantuan peta ini guru
dengan mudah menjelaskan kepada siswa situasi dan kondisi, serta letak Jazirah
Arab. Tanpa bantuan peta atau globe siswa sulit memahami tentang letak
kota-kota penting di suatu daerah, jika hanya disampaikan dengan tulisan atau
lisan.
2.
Media Audio
Berbeda dengan media grafis, media audio berkaitan dengan
indera pendengaran. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam
lambang-lambang auditif, baik verbal maupun non verbal. Azhar Arsyad,
menyebutkan bahwa ada beberapa jenis media yang dapat dikelompokkan dalam media
audio yaitu radio, alat perekam pita magnetik, piringan hitam dan laboratorium
bahasa".[31]
Dalam pengajaran agama Islam, media audio jarang digunakan,
dikarenakan belum tersedianya alat-alat tersebut, juga kurangnya pengetahuan
tentang media audio. Maka dalam hal ini yang sering digunakan adalah alat
perekam pita magnetik (Tipe recorder).
Tipe recorder dalam pengajaran agama sangat besar
pengaruhnya yakni dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk
mempelajarinya. Misalnya guru dapat menggunakan tipe recorder untuk menjelaskan
cara-cara berpidato (muhadarah) yang baik. Juga dapat menjelaskan tehnik
membaca Al-Qur'an yang benar, azan dan lain-lain yang dapat direkam melalui
pita magnetik.
Oemar Hamalik, menyebutkan bahwa ada beberapa kelebihan
menggunakan tipe recorder sebagai media pengajaran yaitu:
1.
Mempunyai fungsi ganda yang efektif sekali, untuk merekam,
menampilkan rekaman dan menghapusnya.
2.
Pita rekaman dapat diputar berualng-ulang tanpa mempengaruhi
volume
3.
Rekaman dapat dihapus secara otomatis dan pitanya bisa
dipakai lagi
4.
Pita rekaman dapat digunakan sesuai jadwal yang ada. Guru
dapat langsung mengontrolnya.
5.
Program kaset dapat menyajikan kegiatan-kegiatan atau
hal-hal di luar sekolah.
6.
Program kaset bisa menimbulkan berbagai kegiatan (diskusi,
dramatisasi dan lain-lain)[32]
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perekam pita
magnetik sangat bermanfaat bagi dunia pendidikan terutama dalam pengajaran agama,
di mana pita rekaman tidak dapat diabaikan karena dengan kaset siswa dapat
dengan mudah mempelajarinya.
3.
Media Proyeksi Diam
Media proyeksi diam mempunyai persamaan dengan media grafis
dalam hal menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Perbedaannya media grafis
dapat langsung berinteraksi dengan pesan media yang bersangkutan. Sedangkan
media proyeksi, pesan harus diproyeksikan dengan proyektor agar dapat dilihat
oleh siswa terlebih dahulu.
Beberapa jenis media proyeksi diam antara lain, film
bingkai, film rangkai, overhead proyektor, proyektor opaque, tachitoscope,
microprojection, dan microfilm".[33]
Namun dalam pengajaran agama Islam di sekolah dasar jarang digunakan media
jenis ini, dengan alasan tidak tersedia sarana tersebut. Maka dalam hal ini
penulis tidak menguraikan tentang jenis-jenis media proyeksi diam.
[1] Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta : Rineka
Cipta, 1995), hal. 163
[2] Ahmad D.Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,
(Bandung : PT. Al-Ma'arif, 1989), hal. 41
[3] Dinas Pendidikan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kurikulum
Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar, (Banda Aceh : Dinas Pendidikan NAD, 2001), hal. 2
[4] A. Qodri A. Azizy, Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika
Sosial, (Semarang
: Aneka Ilmu, 2003), hal. 73
[5] Peraturan Pemerintah, Nomor
28 Tahun 1990, Tentang Pendidikan Dasar, (Jakarta : 1990), hal. 2
[6] A. Qodri A. Azizy, Pendidikan Agama …………..hal. 75
[7] Departemen Agama RI, Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar, (Jakarta : Dirjend
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2000), hal. 4
[8] Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Pendidikan Agama
Islam Untuk Madrasah, (Jakarta
: Departemen Agama RI, 2003), hal. 3
[9] Departemen Agama, Kurikulum Pendidikan Dasar Berciri Khas Agama
Islam, GBPP Madrasah Ibtidaiyah (MI),
(Jakarta : Dirjend Pembinaan Kelembaga Agama Islam, 1995), hal. 5
[10] Ibid, hal. 39
[11] Ibid, hal. 91
[12] Ibid, hal. 135
[13] Rostiyah, NK, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka
Cipta, 1991), hal. 4
[14] Ibid., hal. 117
[15] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya
(Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal. 175
[16] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hal. 155
[17] Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka
Cipta, 1995), hal. 201
[18] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara,
1993), hal. 97
[19] Rostiyah, NK, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1991), hal. 231
[20] Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan, Kemapuan Dasar Guru Dalam Proses
Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), 51
[21] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi... hal. 211
[22] Ibid., hal. 215
[23] Zakiah Daradjat., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Bumi Aksara,
2000), hal. 224
[24] Ibid., hal. 232
[25] Zakiah Daradjat, Metodik ………..hal. 226
[26] Ibid., hal. 27
[27] Miarso, Tehnologi Komunikasi Pendidikan, (Jakarta :
Rajawali, 1984), hal. 72
[28] Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1992), hal. 31
[29] Oemar Hamalik, Media Pendidikan, (Bandung : citra Aditya
Bakti, 1989), hal. 54
[30] Zakiah Daradjat, Metodik ……, hal. 231
[31]Azhar Arsyad, Media ………. hal. 49
[32] Oemar Hamalik, Media …………..hal.53
[33] Arief S. Sadiman, Filsafat Pendidikan ……….hal. 56
No comments:
Post a Comment