08 August 2015

Upaya Menciptakan Situasi Keagmaan di Sekolah


BAB DUA
UPAYA MECIPTAKAN SITUASI KEAGAMAAN
DI SEKOLAH


A.    Pengertian Situasi Keagamaan
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa situasi keagamaan adalah suatu suasana yang merangsang penjiwaan agama. Dalam kegiatan membimbing agama bagi anak hendaknya berada dalam lingkungan yang diliputi situasi agama  baik suasana lingkungan maupun tingkah laku dan kebiasaan-kebiasaan yang sering dikerjakan, semuanya mencerminkan norma agama. Dengan situasi agama tersebut dapat membantu anak  menghayati agama sehingga menjadi pola hidupnya sehari-hari. Mengintensifkan penjiwaan agama tersebut sampai kepada pengalaman ajaran agama. Dengan demikian guru yang menciptakan situasi keagamaan berarti ia membuat “satu usaha yang diarahkan kepada siswa untuk membentuk kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam dan daya upaya yang terutama untuk mencapai pendidikan agama.”[1]
Suatu kegiatan belajar mengajar agama ditujukan untuk mencapai target pendidikan agama.  “Pendidikan agama adalah arah yang dituju, sedangkan pengajaran adalah perbuatan mengajar oleh guru ke murid dari hari ke hari.”[2] Pengajaran membentuk akal, pendidian membentuk watak. Jadi pengajaran agama bukan semata-mata pemberian materi ajaran agama untuk otak saja, tapi juga membentuk watak dan sikap-sikap positif terhadap agama.
Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang semua anggota keluarga itu taat beragama, anak itu kelak akan tummbuh mengikuti suasana agama dimana ia hidup. Sebaliknya anak yang setiap hari mengalami perlakuan kasar dan hidup di lingkungan yang jauh dari suasana agama, tentu saja kelak ia terbentuk sebagaimana suasana yang dirasakan setiap hari, ia tidak merasakan nikmatnya beragama dan wataknya menjadi kasar, berbuat maksiat menjadi kebiasaan hidupnya. Dari itu jelaslah bahwa manciptakan situasi keagamaan di sekolah sangat diperlukan, apabila untuk membina siswa-siswi kearah yang lebih baik untuk dunia dan akhirat.
“Perasaan cinta adalah perasaan yang timbul karena kasih sayang atau jasa-jasa yang telah diperolehnya. Seseorang siswa mecintai ibu bapaknya karena ibu bapaknya telah mengasuhnya".[3] Dengan demikian rasa cinta dan pengabdian itu timbul karena dibentuk oleh suasana cinta yang diciptakan orang tua, setiap perlakuan ibu bapanya mencerminkan kecintaan yang mendalam.
Manusia sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan dengan kejadian yang amat bagus menerima berbagai nikmat dan karunia sebagai potensi hidup serta segala keperluan hidupnya maka kalau ia menyadari hal-hal tersebut dengan sendirinya tertanamlah rasa cinta kepadanya.
Keyakinan atau iman adalah unsur yang sangat penting di dalam agama, tanpa keyakinan dan kepercayaan akan runtuhlah agama seseorang. Dalam pendidikan agama pertama-tama harus ditambah dulu tentang keyakinan ini dengan mendalam melalui berbagai cara dengan cerita-cerita yang menarik kehalusan perangai guru. Serta yang sangat penting adalah keyakinan pribadi dan sikap guru agama sendiri.[4]

Akibat dari pada keyakinan yang teguh akan membawa kepada ketaatan beragama, ia mau mendirikan shalat mau melaksanakan puasa dan melaksanakan kewajiban agama lainnya. Pada pokoknya yang termasuk dalam ibadah, akhlak, pengertian ayat-ayat Al-Quran, hadis dan tuntutan-tuntutan agama yang lainnya. Hal ini kalau sudah dilaksanakan semua, akan tercapailah ketenangan dan kebahagian hidup.
Untuk mencapai  kebahagiaan dunia dan akhirat di atas dikatakan bahwa salah satu daya upaya untuk mencapai tujuan ialah menanamkan iman dan keyakinan yang  teguh dan mempercayai  hari  akhirat  dan  hari  pembalasan.  Jadi  ia sebagai Seorang Muslim hidup yuang sudah dikenal di dunia ini, ia kelak akan menempuh hidup yang kedua kalinya yaitu di alam kedua ini berdasarkan amal dan perbuatan pada waktu dia hidup di dunia ini.
Tegasnya sebagai seorang Muslim harus mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat. Firman Allah SWT. :
وابتغ فيما اتك الله الذا ار الاخرة ولاتذس بصيبك من الدنيا واحسن كما احسن الله اليك ولا تبغ الفساد في الارض ... (القص ص : 77)
Artinya   :   "Tuntutlah kampung akhirat dengan sesuatu yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau lupakan nasibmu di dunia ini". (Al-Qashash ayat 77).[5]

Untuk menjadikan anak didik cakap melaksanakan amal keakhiratan mereka harus dididik beriman teguh, beramal shaleh dan melaksanakan kewajiban agama, untuk maksud itu disekolah harus diajarkan aspek-aspek keagamaan yang berhubungan dengan peribadatan, amal sosial dan akhlak. Agar anak cakap melaksanakan pekerjaan di dunia mereka harus dididik mengembangkan bakat dan potensi masing-masing dan bekerja menurut kecakapannya itu, ia diberikan kebebasan untuk memilih lapangan kerjanya untuk mencapai kesempurnaan ini harus diusahakan lebih dahulu tertanamnya segi-segi teoritis dan praktis dari berbagai ilmu pengetahuan, sehingga ia merasa wajib menuntut materi-materi ilmu itu.

Bagaimana ajaran agama mewajibkan pemeluk-pemeluknya menuntut ilmu dapat dilihat dari Sabda Nabi Muhammad SAW. :
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال رسو ل الله صل الله عليه وسلم اطلب العلم في يضة عل كلى مسلم ومسلمة (روه البخاري).
Artinya   :  Dan Abi Hurairah. Ra. Rasulullah SAW bersabda. Menuntut ilmu adalah wajib bagi orang islam baik laki-laki maupun perempuan. “(H.R. Bukhari).[6]

Pendidikan adalah pimpinan kearah kemajuan lahir dan batin. Pada hakikatnya pendidikan itu merupakan suatu kekuatan kepada perwujudan kenginan dan cita-cita, maka mengertilah kita mengapa pada waktu orang menderita nasib yang malang ingin membebaskan anak dan gangguan nasib yang celaka itu, pendidikanlah yang di pengangnya, yang dipandangnya sebagai suatu hal yang di kemudian hari akan menimbulkan perubahan yang lebih baik. Orang tua juga bahwa pendidikan itu berpengaruh besar kepada pembentukan watak menusia, meskipun terbatas oleh dasar warisan yang sudah ada pada dirinya karena keturunan. Dengan pendidikan orang dapat mengusahakan kemajuan yang setiggi-tingginya bagi martabat manusia, akan tetapi dalam batas pembawaan yang diwariskannya. Dengan terjadinya proses timbal balik tersebut maka terciptalah situasi keagamaan.

B.     Pengaruh Situasi Keagamaan Terhadap Perkembangan Jiwa Anak
Di dalam menetapkan bahan pelajaran pendidikan agama di sekolah selain berpedoman kepada rencana kurikulum yang telah ditetapkan juga berpedoman mengajar secara umum.
Menetapkan pedoman umum ini demikian penting, karena guru bukan berhadapan dengan benda mati (yang dapat dibentuk menurut kemauan orang dengan perencanaannya). Melainkan guru akan berhadapan dengan anak didik yang mempunyai perkembangan, bakat watak dan kemauan yang tumbuh secara individu.
Abdurrahman Shaleh mengatakan :
Berarti masing-masing anak mempunyai perekembangan sendiri, tetapi karena guru berhadapan dengan makhluk yang mempunyai pertumbuhann, maka kita tidak dapat berpegang pada rencana itu secara kaku. Kita tidak dapat mendidik anak pada rencana itu secara recentif, menurut tahap-tahap tertentu.[7]
Bahan pendidikan agama yang kita ajarkan kepada siswa berupa bahan pelajaran yang dapat dipergunakan untuk mencapai situasi keagamaan terhadap perkembangan anak. Haruslah selalu diingat bahwa penyampaian pendidikan agama  tersebut hanyalah sekedar alat untuk tujuan, kalau tiap-tiap segi pelajaran tersebut ditukar sebagai tujuan maka kita hanya menyampaikan pangajaran saja. Sedangkan maksud kita tidaklah demikian, kita memberikan pendidikan agama hanya sebagai ikhtiar atau sebagai jalan yang harus kita lalui, sebagai contoh dapat dikemukakan “Kita ingin mencapai pendidikan jasmani yang sempurna, maka kita memberikan pelajaran bersenam dan berbagai macam permaianan atletik atau kesehatan lainnya”.[8]
Sedangkan bahan pendidikan keagamaan itu harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan kecerdasan anak didik, ini berarti bahan pengajaran itu harus dipahami anak. Hal ini harus dapat dipahami oleh guru agama didalam menjalankan tugasnya.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberikan bahan pelajaran terhadap anak antara lain :
a.       Bahan pelajaran pendidikan agama itu jangan terlalu sukar, berarti bahan pengajaran itu harus sesuai dengan kecerdasan anak, walaupun penting bahan pengajaran itu, tetapi kalau tidak dapat diolah, tidak dapat dipahami dan tidak dapat dipikirkan anak haruslah ditanggungkan pada masa yang akan datang.
b.      Bahan pengajaran pendidikan agama itu jangan terlalu luas. Kita jangan mengharapkan anak sekolah dasar komplit mengetahui segala seluk beluk agama. Hal ini tidaklah dapat dilaksanakan anak-anak. Bahan pelajaran yang terlalu luas tidak akan memperoleh hasil yang baik, malahan hal ini akan dapat merusak pertumbuhan rohani anak, daya berpikir, mengingat dan lain-lain semestinya digunakan untuk hal-hal yang terbatas, akan sangat merugikan siswa kalau digunakan lebih dari pada itu. Lagi pula kalau bahan itu terlalu banyak tidak ada kesempatan untuk melatih, akibatnya akan sia-sia belaka.[9]

Tetapi walaupun sudah ditentukan kedua batasan tersebut haruslah diingat bahwa kadang-kadang terdapat anak-anak yang mempunyai inteligensi dan kemampuan lebih dari pada kawan-kawannya. Sehingga dalam hal ini guru agama jangan hanya memperhatikan anak secara klasikal saja, tetapi merupakan hal yang penting juga adalah turut pula memperhatikan tiap-tiap individu siswa. Sehingga dengan ini pertumbuhan siswa yang cerdas tidak terhambat oleh karenanya, demikian juga harus mendapat perhatian khusus. Sistim nonco atau cation dalam beberapa hal adalah sangat penting sekali, umpamanya dalam hal yang khusus dapat diterangkan kepada siswa kelas tertinggi masalah mentruasi umpamanya maka siswa laki-laki harus dipisahkan.

1.      Perkembangan jiwa keagamaan anak bimbingan yang perlu diperhatikan.
Guru agama dalam melaksanakan tugasnya sebagai counselor/ pembimbing agama disamping perlu mendasari langkah-langkahnya dengan sumber ajaran agama dalam proses counseling perlu memperhatikan perkembangan jiwa keagamaan path anak bimbing (counsele) oleh karena faktor inilah yang justru menjadi sasaran bimbingan dan penyuluhan yang prinsipil. Dengan tanpa memperhatikan serta memahami perkembangan jiwa anak maka guru agama sulit diharapkan sukses dalam tugasnya.
Perkembangan sikap keagamaan anak sangat erat hubungannya dengan sikap percaya kepada Allah, yang telah ditanamkan di dalam lingkungan pergaulan. Sikap tersebut senantiasa mendapatkan dorongan dan orang tuanya dan juga kawan sepeijuangannya sampai kepada pengalaman ajaran agama serta penghayatan terhadap nilai-nilai spiritual agama dalam kegiatan hidupnya dikemudian hari. Oleh karena itu tugas pengalaman yang pertama-tama harus dilakukan oleh guru agama sebagai counselor ialah pengamatan langsung pada situasi dan sikap agama dan keluarga serat lingkungan hidup anak bimbingan yang selanjutnya dijadikan bahan dasar pengertian didalam melaksanakan tugas sesuai dengan metode mana yang hendak dipakai dalam proses bimbingan dan penyuluhan agama itu.

Ada beberapa hal yang memperkembangkan hidup keagamaan pada anak tingkat usia sekolah dasar, antara lain sebagai berikut :
1.      Pada usia 6 tahun pengertian terhadap agama menjadi makin kuat, apalagi bila mana praktek ibadah selalu diberikan kepada mereka, maka sikap tersebut akan semakin kuat. Hubungannya dengan Allah SWT. Sangat bersifat pribadi (personal), mereka senang berdo’a dengan sepenuh hati mereka berusaha menyesuaikan tingkah lakunya menurut kehendak Allah SWT. Juga menurut kehendak orang tuanya. Mereka suka menaruh minat untuk mengunjungi tempat pengajian bersama-sama dengan teman sebayanya. Mereka senang menyanyikan lagu-lagu keagamaan yang diajarkan disekolah. Perasaannya terhadap peristiwa kematian mulai berkembang dan salah satu hal yang sangat ditakuti adalah bila mana meninggal dunia.

2.      Usia 7 Tahun sampai dengan 10 tahun, mereka mulai memperoleh sikap yang lebih matang terhadap agama. Mereka lebih ingin mengetahui tentang Tuhan dan banyak mengajukan pertanyaan tentang hal tersebut, mereka merasa terganggu perasaannya bilamana Tuhan diberitahukan kepadanya berada sekelilingnya yang tidak nampak oleh panca indra. Mereka telah mendapat mengerti bahwa orang meninggal itu hanya jasmaninya saja, sedangkan ruhnya tetap abadi berada di alam ghaib yang tidak nampak sebagai halnya malaikat atau bidadari. Mereka telah mengerti bahwa orang yang baik akan masuk syurga dan orang yang jahat akan masuk neraka. Dari sikap pengertian semacam ini menimbulkan keinginan untuk berbuat baik serta taat kepada orang tuanya serta gurunya di sekolah.[10] Oleh sementara ahli didik periode usia inilah dianggap  merupakan masa-masa peka terhadap pendidikan agama, oleh karenanya sangat mudah dipengaruhi oleh guru agama.

3.      Pada 10 sampai dengan 12 tahun anak telah benar-benar dapat menghayati cerita peristiwa-peristiwa yang mendukung keghaiban (spiritual) seperti kematian dan sebagainya. Meskipun belum memahami keghaiban semacam itu dalam hubungan dengan konsepsi agama. namun demikian ia telah mulai mengadakan deferensi antara nilai-nilai spiritual dan materil.
Di dalam  jiwanya  telah  bersemai  perasaan  tentang  adanya  hubungan peristiwa  ghaib dengan  kekuasaan  Allah SWT  yang  dirasa  sebagai  penguasa  segala  peristiwa  tersebut. Oleh  karena  adanya  perasaan  semacam  itu  dia  senantiasa  berusaha  mengarahkan  hubungan  dengan  Allah  SWT  melalui  doa  atau  sembahyang  dan  sebagainya.  Makamulailah nampak timbulnya kepercayaan kepada Allah SWT yang diperdalam oleh peristiwa-peristiwa yang di rasa gaib itu.[11]

Didalam periode inilah para guru agama sebagai konselor dapat melakukan bimbingan atau penyuluhan melalui pendekatan situasional. Peristiwa-peristiwa seperti kematian, bencana alam gempa bumi dan sebagainya menumbuhkan dalam diri anak suatu kepekatan yang lebih berkesan dan pada peristiwa biasa lainnya. Perasaan keagamaan dalam pribadi anak, sedangkan perasaan keagamaan akan terbentuk pada masa pubertas (pancaroba). Perasaan demikian itu perlu dikembangkan melalui partisipasi dalam kegiatan keagamaan seperti sembahyang berjama’ah, penitia hari besar agama atau perayaan hari besar agama serta organisasi dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.
Dengan demikian mereka akan banyak menghayati pengalaman dalam lingkungan hidup yang mengandung nilai-nilai sosial keagamaan dan pengalaman lain yang bersifat individual. Pengalaman masa mendekati kematangan yang demikian itulah menurut Crow and Crow akan mengembangkan rasa kedamaian dan kebahagiaan yang tak ternilai, terutama dalam situasi dan kondisi hidup yang penuh penderitaan. Perasaan keagamaan yang mendorong pribadinya untuk sirvice dalam segala situasi dan kondisi hidup, dimana dan kapan saja itulah yang mampu menjadi benteng pencegahan dan hambatan-hambatan yang ditemui pada akhirnya perasaan keagamaan yang terpupruk melalui pengalaman itu diterima sesuai dengan akal pikirannya dan menerapkan dalam pola tingkah laku.[12]
Sedangkan anak usia sekolah tingkat SMP, perkembangan rasa keagamaan dalam pribadi anak semakin menuju kepada kemampuan. Filsafat hidup dan orientasinya kepada semesta alam, sedangkan penyusuaian diri dalam sikap keagamaan berhubungan erat dengan aspek-aspek kehidupan yang lain terutama hubungan dengan orang lain (human relation).
“Anak-anak pada tingkat pendidikan SMP telah memasuki masa puberitas yang oleh para ahli psikologi seperli Rumke, R. Cassimir dan sebagainya dianggap masa usia dimana perasaan keagamaan mulai terbentuk dan pribadinya".[13]
Masa puberitas tersebut dialami oleh mereka sebagai permulaan timbulnya sturmund drang (kegencongan batin). Yang memberikan pengaruh positif dalam perkembangan hidup selanjutnya kegoncangan kejiwaan tersebut laksana topan badai yang menghempaskan segala yang ada disekitarnya dan badai tersebut baru dapat diredakan bila mana ada tokoh-tokoh kebapakan (Father Fugere) yang mampu rnemberikan bimbingan dengan resep-resep yang berupa nilai-nilai kewahyuan. Kekosongan batin dalam kegoncongan jiwa sangat terbuka kepada pengaruh nilai-nilai keagamaan yang di bimbingkan oleh counselor yang menjadi dirinya sebagai pelindung atau penyelamat baginya.

C.    Langkah-Langkah Menciptakan Situasi Keagamaan
Pengabdian akan membawa siswa taat melakukan perintah Allah SWT. dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia tahu dan mengenal amal ma’ruf nahi mungkar, melakukan amal kebajikan dan menjauhi kesesatan. Karena itu salah satu tugas dan pada pendidikan ialah menyiapkan siswa agar mencapai tujuan hidup yang utama yaitu meyiapkan diri untuk alam baqa. Dengan kata lain siswa harus dididik kearah ketuhanan. Karena hidup beribadah itu adalah kewajiban manusia dan karena dengan beribadah manusia akan mencapai tujuan hidupnya. Amar ma’ruf nahi mungkar dan pengabdian kepada Allah SWT. Dengan demikian menjadi pendorong untuk beramal kebajikan dengan ikhlas, bukan mengharapkan upah atau ganjaran yang akan diperolehnya. Suatu perbuatan yang didasarkan atas pujian sesama manusia merupakan penggerakan semangat berjuang membangun kesejahteraan masyarakat. Kita tahu bahwa imanlah sebagai penggerak akan perbuatan kita dan iman pulallah yang akan mencegah berlangsungnya perbuatan buruk.

1.      Menumbuh dan Membimbing Rasa Keagamaan
Pendidikan agama di sekolah dasar dimulai mengenalnya kebesaran Tuhan dengan bebeberapa contoh kejadian benda di sekitar kita, sampai kejadianalam semesta melalui cerita-cerita guru atau penghayatan siswa kepada isi alam dikenalkan pula sifat kesempurnaan Tuhan.
Dengan keterangan guru yang sistematis maju setingkat demi setingkat atas dasar psykologik dan diuraikan dengan contoh-contoh menurut perkembangan siswa, akan membawa pengertian yang mendalam dan akhirnya yakinlah ia bahwa Tuhan itu ada, Tuhan itu Maha Kuasa, Tuhan ini berakibat takut berbuat dosa dan menusia akan senantiasa menjaga dirinya untuk berbuat kebajikan.
Keyakinan kepada Tuhan ini mempunyai masa perkembangan yang tumbuh terus yang akhirnya akan sampai kepada keyakinan yang hakiki, sehingga perasaan Ketuhanan yang merupakan perasaan jiwa yang tinggi itu dapat tercapai. Setelah siswa memahami bahwa semua anggota tubuhnya semua benda disekitarnya dan semua semesta isi alam ini adalah ciptaan Allah SWT. Mengertilah ia bahwa semua itu sangat penting artinya bagi dirinya dan manusia pada umumnya. Pengertian itu di resapkan dalam proses belajar bahwa akibat dan pada menikmati pemberian Allah SWT. adalah bersyukur dan berterima kasih kepadanya, dan berterima kasih kepadanya. Ini adalah suatu pendidikan harga diri terhadap kebesaran dan pemberian Allah SWT. Dengan demikian ia akan pula menghargai diri orang lain. Ia sadar bahwa dijadikan dengan kejadian yang paling baik dengan ini ia akan lebih bersyukur kepada pencipta yaitu Allah SWT. Yang Maha Rahman dan Yang Maha Rahim.

Jadi rasa keagamaan siswa dapat dibimbing dan ditumbuhkan antara lain :
  1. Menanamkan keyakinan kepada Allah SWT
  2. Menumbuhkan rasa syukur kepada Allah SWT
  3. Berbakti dan beribadah kepada Allah SWT
  4. Menanamkan kerelaan beramal.[14]

2.      Membuat Kepribadian Yang Kokoh
Agama Islam mengandung ajaran susila dan memberi petunjuk moral yang harus dijalankan. Agama memberi hukuman dan agama saksi yang terakhir dari semua tindakan-tindakan mengenai moral. Ajaran ini merupakan hal yang pokok yang harus dimiliki oleh setiap Muslim. Nabi Besar Muhammad Saw. Diutus pertama-tama untuk memperbaiki akhlak dan tingkah laku umat manusia dipermukaan bumi. Sebagaimana dikatakan dalam Hadist :
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال : قال انبي صل الله عليه وصلم. انما بعثت لانتم مكا رم لاخلاق (روه ابيحقي).
Artinya  :  Sesungguhnya Aku Diutuskan oleh Allah SWT. adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.[15]

Hadist di atas dapat diambil suatu ketauladanan dimana Rasulullah SAW. tidak membedakan antara suatu kaum dengan kaum yang lainnya. Dalam hal ini Allah SWT. telah mencerminkan bahwa Nabi Muhammmad Saw. adalah suritauladan bagi semua manusia. Firman Allah SWT. dalam Al-Qur'an :
لقد كان لكم فى رسو ل الله أسوة حسنه (الاحذب : 21)
Artinya  :  "Adalah bagi Rasulullah contoh suri tauladan yang baik" (Al-Ahzab Ayat 21).[16]
Dengan demikian tugas Rasulullah SAW. yang paling utama yaitu memperbaiki aklhak umat manusia yang terpengaruh dengan akhlak jahiliyah, karena Allah SWT. telah meletakkan dalam pribadi Muhammad SAW. segala gambaran kesempurnaan agar menjadi percontohan hidup yang abadi bagi generasi-generasi selanjutnya, dalam mencapai kesempurnaan akhlak manusia.
Dalam amal makruf nahi munkar tidak sedikit hal-hal yang mengenai tuntunan budi. Sehingga disusun iman yang terpisah yaitu : "Iman Akhlak" yang membahas dasar-dasar kesusilaan positif berdasarkan agama yang merupakan kebenaran mutlak bagi pemeliknya. Rasa tanggung jawab merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap pemeluk agama Islam setiap perbuatan dunia maupun ukhrawi harus dipertanggung jawabkan dan harus dipikulnya. Memijkul tanggung jawab ini adalah suatu keharusan, karena manusia itu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan terhadap sesama manusia. Bagi seorang Muslim dalam soal tanggung jawab dalam sesama manusia harus pula bertanggung jawab kepada Allah SWT. di hari pembalasan nanti. Ia bertanggung jawab karena ia bebas memilih dengan pikiran, perasaan dan kehendaknya. Dalam memilih perbuatan tingkah laku yang menurut tanggung jawab dan yang dilakukan berdasarkan kemauan yang bebas, kata hati memegang peranan yang penting. Dalam kata hati terdengar suara cita-cita yang tinggi. Bagi orang beragama yang percaya kepada Allah suara Tuhanlah yang terdenger dalam kata hati itu. Kata hati itu menegur, mendorong setiap pemeluk islam wajib percaya akan adanya hari akhir dan hari pembalasan. Yang berarti segala tindakan dan kelakuaanya di dunia dan ukhrawinya, sehingga ia dapat menjaga dirinya dan sosialnya. Misalnya adalah makhluk sosial, ia senantiasa memerlukan bantuan manusia disekitarnya, ia akan hidup berturut-turut dalam lingkungan ibu dan anak, keluarga dan masyarakat. Agama islam sebagai agama yang diwahyukan sangat mementingkan hidup bermasyarakat. Saling kenal mengenal, saling tolong menolong dan bersahabat sesamanya dengan kecintaan kesatuan yang kokoh.


D.    Faktor-Faktor Pendukung Terciptanya Situasi Keagamaan Di Sekolah
Tugas guru yang paling utama adalah mendidik dan mengajar, sebagai seorang guru ia merupakan perantara yang aktif antara murid dan ilmu pengetahuan, sedangkan sebagai pendidik ia merupakan median yang aktif antara murid dengan falsafah negara serta kehidupan masyarakat dengan segala ragamnya.
Kegiatan mengajar adalah menyangkut masalah kegiatan dan pekerjaan yang harus dilakukan guru dalam proses pengajaran semua halnya dengan belajar, mengajarpun pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisir lingkungan yang ada disekitar anak didik sehingga dapat menumbuhkan proses belajar, pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan / bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar. Bimbingan atau pimpinan terhadap anak didik untuk mengantarkan ketingkat kedewasaan jasmani atau rohani dalam arti berdiri sendiri.[17]
Dengan demikian banyak faktor yang terlibat dalam peristiwa belajar mengajar itu baik yang bersumber dari guru, anak didik maupun dari lingkungan dimana proses itu dilaksanakan.

Ada beberapa faktor pendukung terciptanya situasi keagamaan di sekolah :
1.      Peraturan
Untuk melaksanakan / merupakan suatu kegiatan baik yang bersifat umum maupun yang bersifat keagamaan, harus adanya suatu peraturan-peraturan (norma-norma). Misalnya peraturan kedisiplinan. Apabila peraturan yang telah ditetapkan tersebut tidak dijalankan atau diindahkan maka program tersebut tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.

2.      Minat dan Perhatian Pemimpin
Guru akan menyumbangkan keahliannya demi perkembangan siswa, akan memandang pekerjaan sebagai sumber kepuasan pribadi biarpun tidak lepas dari tantangan, dia akan rela mengorbankan waktu dan tenaga lebih banyak dari pada yang dituntut secara formal, sikap ini akan diketahui dan dihargai oleh siswa.
Perhatian pemimpin dari sebuah lembaga pendidikan formal sangat penting tehadap pelaksanaan atau program sehingga minat belajar si anak dapat terjaga sepenuhya, dengan demikian situasi keagamaan berjalan sesuai dengan yang diinginkan.
Dengan demikian untuk meningkatkan minat belajar siswa baik di sekolah, di dalam keluarga atau pun lingkungan sekitar akan berpengaruh bila ia tidak memiliki intelegensi yang baik serta perhatian dari pimpinan yaitu guru.[18]

3.      Sarana keagamaan
Sarana merupakan syarat yang harus ada dalam rangka kelangsungan situasi keagamaan misalnya:
a.       Ruangan belajar yang memadai
b.      Ruangan guru
c.       Mushalla
d.      Tempat wudhu’
e.       MCK
f.       Tenaga pengajar.[19]

Sarana tersebutlah yang menjadi alat pendukung terciptanya situasi keagamaan di sekolah. Apalagi tenaga pengajar (guru). Tenaga pengajar merupakan kunci utama dalam mengembangkan potensi anak didik.
1.      Kegiatan
Adapun untuk mendukung tercapainya situasi keagamaan memiliki beberapa kegiatan antara lain :
a.       Mengajarkan, mengucapkan dengan fasih dua kalimah syahadat
b.      Menghafal rukun iman dan rukun islam
c.       Mengajarkan menghafal nama-nama Malaikat dan tugasnya masing-masing.
d.     Mengajarkan sopan santun, termasuk mengucapkan salam, mentaati dan hormat kepada orang tua, hormat kepada yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih muda. Meminta tolong dengan baik serta mengucapkan terima ksih dengan baik.
e.      Mengajarkan dengan fasih dan menghafal surat-surat pendek
f.       Tata cara berwudhu’, cara melafazkan azan dan iqamah.
g.      Praktek shalat, puasa, zakat dan haji
h.      Cerita serta nyanyian yang bernafaskan islam.[20]

Dengan adanya kegiatan tersebut jelas bahwasanya kegiatan-kegiatan agam yang diajarkan guru kepada anak didik dapat dilaksanakan dengan baik, yaitu sebagai basis yang sangat mempengaruhi di dalam mempersiapkan diri untuk menjadi seorang muslim yang bertakwa kepada Allah SWT. berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, ketrampilan, berjiwa besar, tabah dan ikhlas serta tangguh dalam mengamalkan syariat islam yang utuh dan dinamis serta sebagai warga negara yang baik.
Banyak guru-guru muda memamerkan menggunakan macam-macam metode lama tetapi ia tidak menginsafi bahwa yang penting itu bukan sebaiknya, sesuai metode, tetapi orang yang melaksanakan metode itu dan melitah eksistansi yang memungkinkan pada waktu itu.
Melihat pentingnya minat dalam pengajaran tersebut sehingga Prof. Dr. Ovide Decroly (Belgia : 1871-1931), menjadikan minat itu pusat seluruh pengajarannya, yang disebut Centeret D’ Interet. Menurut Decroly minat adalah suatu pernyataan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi. Kebutuhan itu timbul dari dorongan hendak memberi kepuasan suatu instink.[21]
Jadi didalam mengajar guru harus dapat memilihkan bahan pelajaran yang menarik perhatian siswa, umpama di dalam mengajarkan sifat-sifat Tuahn haruslah guru pandai mengubah atau membungkus yang menarik, dengan bentuk cerita-cerita, bentuk percakapan dengan mengenalkan keindahan alam dan sama yanag dijadikan tuhan dalam sekitar kita.

2.      Pendidikan Kegamaan
Secara langsung pengajaran agama akan membimbing kearah pendidikan keagamaan (religi). Pendidikan ini harus dibawa kepada amal perbuatan yang bersendikan islam amal perbuatan dan tindakan kita adalah didorong oleh perasaan dan kemauan. Bagi seorang yang beragama maka perasasan keagamaanlah yang akan menentukannya. Ia beribadat bukan karena dipuji oleh orang lain, ia memberikan darma orang lain tetapi semua amal perbuatannya adalah semata-mata ingin kerelaan Allah dan fahala dari pada-Nya. Semua amal perbuatannya itu diinsafi karena pengetahuan ilmu agama yang dimilikinya sehingga ia berbuat dengan kesadaran dan keikhlasan. Dengan demikian ilmu, amal dan ikhsan didalam agama adalah merupakan yang jalin menjalin tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.

3.      Pendidikan Kecerdasan
Pendidikan kecerdasan atau pendidikan intellect sangat diutamakan dalam agama. Semua peribadatan dan amal perbuatan harus didasarkan atas pertimbangan fahala dosa, sah-batal, halal-haram baik buruk dan benar-salah pertimbangan hukum ini memerlukan akal pikiran yang baik dengan pengetahuan yang ada. Menjalankan agama harus didasarkan atas pengetahuan yang benar dan harus atas dasar-dasar hukum yang kuat kesemuanya itu hanya mungkin kalau seorang itu mempergunakan akal pikirannya.
Jadi pendidikan agama membantu pembentukan akal, baik formil dan materil, formil karena pendidikan agama sangat mengutamakan perimbangan dan menentukan dalil-dalil yang positif. Materil karena dengan pendidikan agama ini akan menambah dan meluaskan pengetahuan dan pandangan siswa (anak), serta pengembangan pribadi mereka.








=0=


[1] Abd. Rachman Shaleh, Pendidikan Agama Islam. Bulan Bintang, Jakarta, 1969, Hal. 34.

[2] Ibid., hal. 51
[3] Ibid.,  Hal. 35.
[4] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, Hal. 35.
[5] Departemen Pendidikan Agama, Al-Qur'an dan Terjemahnnya, Bulan Bintang, Jakarta, 1983, hal. 36.
[6] Salim Bahreisy, Terjemahan Riadhus Shalihin, Jilid I, AI-Ma’ruf, Bandung, 1977, Hal. 203.
[7] Abd. Rachman Shaleh, Pendidikan Agama Islam, Bulan Bintang, Jakarta. Hal 34 - 40.

[8] Ibid.,  Hal. 40.

[9] Departemen Agama RI, Buku Penataran Guru Pendidikan Agama Islam, Gunung Agung, Jakarta, 1994, Hal. 143.
[10] Lester D. Crow & Alice D. Crow, Child Development and Adjustment, A. Study of Child Psychology, Bulan Bintang, Jakarta, 1962, Hal. 420.

[11] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional. PT. Remaja Rosdakarya. Cet. XII Bandung, 2002, Hal. 29.
[12] Arifin, H.M, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Manusia Penerbit Bulan Bintang. 1976.P. 238-239.

[13] Rumke. R. Cassimir, Psikologi Pendidikan, Pustaka Setia, Jakarta, 1993, hal, 114.
[14] Ahmad D. Marimba, Op-Cit, Hal. 35.

[15] Al-Baihaqi, Al-Sunnah Al-Kubra, Juz X, Al-Maktabah Menjalin Ma'arif Al-Usmaniyah Relaby Dukuma Hindy, Bairut, 1955, hal. 192.
[16] Ibid., hal. 204.
[17] Ibid., hal. 20.
[18] Ibid.. Hal. 19.

[19] Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Pustaka Setia, Jakarta, 1997, Hal. 20.
[20] Anton Bakker, Program Kegiatan Belajar Mengajar, Bulan Bintang, Jakarta, 1998, Hal. 67.
[21] Zakiah Darajat ….. No. 4,  Ilmu Jiwa Anak, Masa Anak, Ganaco, Bandung, 1959.

No comments: