BAB DUA
UPAYA MECIPTAKAN SITUASI KEAGAMAAN
DI SEKOLAH
A.
Pengertian Situasi
Keagamaan
Sebagaimana
telah dijelaskan bahwa situasi keagamaan adalah suatu suasana yang merangsang
penjiwaan agama. Dalam kegiatan membimbing agama bagi anak hendaknya berada
dalam lingkungan yang diliputi situasi agama
baik suasana lingkungan maupun tingkah laku dan kebiasaan-kebiasaan yang
sering dikerjakan, semuanya mencerminkan norma agama. Dengan situasi agama
tersebut dapat membantu anak menghayati
agama sehingga menjadi pola hidupnya sehari-hari. Mengintensifkan penjiwaan
agama tersebut sampai kepada pengalaman ajaran agama. Dengan demikian guru yang
menciptakan situasi keagamaan berarti ia membuat “satu usaha yang diarahkan
kepada siswa untuk membentuk kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam dan
daya upaya yang terutama untuk mencapai pendidikan agama.”[1]
Suatu kegiatan
belajar mengajar agama ditujukan untuk mencapai target pendidikan agama. “Pendidikan agama adalah arah yang dituju,
sedangkan pengajaran adalah perbuatan mengajar oleh guru ke murid dari hari ke hari.”[2]
Pengajaran membentuk akal, pendidian membentuk watak. Jadi pengajaran agama
bukan semata-mata pemberian materi ajaran agama untuk otak saja, tapi juga
membentuk watak dan sikap-sikap positif terhadap agama.
Anak yang
dibesarkan di lingkungan keluarga yang semua anggota keluarga itu taat
beragama, anak itu kelak akan tummbuh mengikuti suasana agama dimana ia hidup.
Sebaliknya anak yang setiap hari mengalami perlakuan kasar dan hidup di
lingkungan yang jauh dari suasana agama, tentu saja kelak ia terbentuk
sebagaimana suasana yang dirasakan setiap hari, ia tidak merasakan nikmatnya
beragama dan wataknya menjadi kasar, berbuat maksiat menjadi kebiasaan
hidupnya. Dari itu jelaslah bahwa manciptakan situasi keagamaan di sekolah
sangat diperlukan, apabila untuk membina siswa-siswi kearah yang lebih baik
untuk dunia dan akhirat.
“Perasaan cinta
adalah perasaan yang timbul karena kasih sayang atau jasa-jasa yang telah
diperolehnya. Seseorang siswa mecintai ibu bapaknya karena ibu bapaknya telah
mengasuhnya".[3] Dengan
demikian rasa cinta dan pengabdian itu timbul karena dibentuk oleh suasana
cinta yang diciptakan orang
tua, setiap perlakuan ibu bapanya mencerminkan kecintaan yang mendalam.
Manusia
sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan dengan kejadian yang amat bagus menerima
berbagai nikmat dan karunia sebagai potensi
hidup serta segala keperluan hidupnya maka kalau ia menyadari hal-hal tersebut
dengan sendirinya tertanamlah rasa cinta kepadanya.
Keyakinan atau iman adalah unsur yang
sangat penting di dalam agama, tanpa keyakinan dan kepercayaan akan runtuhlah
agama seseorang. Dalam pendidikan agama pertama-tama harus ditambah dulu
tentang keyakinan ini dengan mendalam
melalui berbagai cara dengan cerita-cerita yang menarik kehalusan perangai
guru. Serta yang sangat penting adalah keyakinan pribadi dan sikap guru agama
sendiri.[4]
Akibat dari pada keyakinan yang teguh akan membawa
kepada ketaatan beragama, ia mau mendirikan shalat mau melaksanakan puasa dan melaksanakan kewajiban agama lainnya. Pada
pokoknya yang termasuk dalam ibadah, akhlak, pengertian ayat-ayat Al-Quran,
hadis dan tuntutan-tuntutan agama yang lainnya. Hal ini kalau sudah dilaksanakan
semua, akan tercapailah ketenangan dan kebahagian hidup.
Untuk mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat di atas dikatakan bahwa salah satu daya upaya untuk mencapai
tujuan ialah menanamkan iman dan keyakinan
yang teguh dan mempercayai hari akhirat dan hari pembalasan.
Jadi ia sebagai Seorang Muslim hidup yuang
sudah dikenal di dunia ini, ia kelak akan menempuh hidup yang kedua kalinya
yaitu di alam kedua ini berdasarkan amal dan perbuatan pada waktu dia hidup di
dunia ini.
Tegasnya
sebagai seorang Muslim harus mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
kebahagiaan hidup di akhirat. Firman Allah SWT. :
وابتغ
فيما اتك الله الذا ار الاخرة ولاتذس بصيبك من الدنيا واحسن كما احسن الله اليك
ولا تبغ الفساد في الارض ... (القص ص : 77)
Artinya : "Tuntutlah
kampung akhirat dengan sesuatu yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, dan
janganlah engkau lupakan nasibmu di dunia ini". (Al-Qashash ayat 77).[5]
Untuk menjadikan anak didik cakap melaksanakan amal
keakhiratan mereka harus dididik beriman teguh, beramal shaleh dan melaksanakan
kewajiban agama, untuk maksud itu disekolah harus diajarkan aspek-aspek
keagamaan yang berhubungan dengan peribadatan, amal sosial dan akhlak. Agar
anak cakap melaksanakan pekerjaan di dunia mereka harus dididik mengembangkan
bakat dan potensi masing-masing dan bekerja menurut kecakapannya itu, ia
diberikan kebebasan untuk memilih lapangan kerjanya untuk mencapai kesempurnaan
ini harus diusahakan lebih dahulu tertanamnya segi-segi teoritis dan praktis
dari berbagai ilmu pengetahuan, sehingga ia merasa wajib menuntut materi-materi
ilmu itu.
Bagaimana ajaran agama mewajibkan pemeluk-pemeluknya
menuntut ilmu dapat dilihat dari Sabda Nabi Muhammad SAW. :
عن ابي هريرة رضي
الله عنه قال رسو ل الله صل الله عليه وسلم اطلب العلم في يضة عل كلى مسلم ومسلمة
(روه البخاري).
Artinya : Dan
Abi Hurairah. Ra. Rasulullah SAW bersabda. Menuntut ilmu adalah wajib bagi
orang islam baik laki-laki maupun perempuan. “(H.R. Bukhari).[6]
Pendidikan adalah pimpinan kearah kemajuan lahir dan
batin. Pada hakikatnya pendidikan itu merupakan suatu kekuatan kepada
perwujudan kenginan dan cita-cita, maka mengertilah kita mengapa pada waktu
orang menderita nasib yang malang ingin membebaskan anak dan gangguan nasib
yang celaka itu, pendidikanlah yang di pengangnya, yang dipandangnya sebagai
suatu hal yang di kemudian hari akan menimbulkan perubahan yang lebih baik.
Orang tua juga bahwa pendidikan itu berpengaruh besar kepada pembentukan watak
menusia, meskipun terbatas oleh dasar warisan yang sudah ada pada dirinya
karena keturunan. Dengan pendidikan orang dapat mengusahakan kemajuan yang
setiggi-tingginya bagi martabat manusia, akan tetapi dalam batas pembawaan yang
diwariskannya. Dengan terjadinya proses timbal balik tersebut maka terciptalah
situasi keagamaan.
B.
Pengaruh Situasi Keagamaan Terhadap Perkembangan
Jiwa Anak
Di dalam menetapkan bahan pelajaran pendidikan agama di
sekolah selain berpedoman kepada rencana kurikulum yang telah ditetapkan juga
berpedoman mengajar secara umum.
Menetapkan pedoman umum ini demikian penting, karena
guru bukan berhadapan dengan benda mati (yang dapat dibentuk menurut kemauan
orang dengan perencanaannya). Melainkan guru akan berhadapan dengan anak didik
yang mempunyai perkembangan, bakat watak dan kemauan yang tumbuh secara
individu.
Abdurrahman Shaleh mengatakan :
Berarti masing-masing anak mempunyai
perekembangan sendiri, tetapi karena guru berhadapan dengan makhluk yang
mempunyai pertumbuhann, maka kita tidak dapat berpegang pada rencana itu secara
kaku. Kita tidak dapat mendidik anak pada rencana itu secara recentif, menurut
tahap-tahap tertentu.[7]
Bahan pendidikan
agama yang kita ajarkan kepada siswa berupa bahan pelajaran yang dapat
dipergunakan untuk mencapai situasi keagamaan terhadap perkembangan anak.
Haruslah selalu diingat bahwa penyampaian pendidikan agama tersebut hanyalah sekedar alat untuk tujuan,
kalau tiap-tiap segi pelajaran tersebut ditukar sebagai tujuan maka kita hanya
menyampaikan pangajaran saja. Sedangkan maksud kita tidaklah demikian, kita
memberikan pendidikan agama hanya sebagai ikhtiar atau sebagai jalan yang harus
kita lalui, sebagai contoh dapat dikemukakan “Kita ingin mencapai pendidikan
jasmani yang sempurna, maka kita memberikan pelajaran bersenam dan berbagai
macam permaianan atletik atau kesehatan lainnya”.[8]
Sedangkan bahan
pendidikan keagamaan itu harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kecerdasan anak didik, ini berarti bahan pengajaran itu harus dipahami anak.
Hal ini harus dapat dipahami oleh guru agama didalam menjalankan tugasnya.
Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam memberikan bahan pelajaran terhadap anak antara lain :
a. Bahan
pelajaran pendidikan agama itu jangan terlalu sukar, berarti bahan pengajaran
itu harus sesuai dengan kecerdasan anak, walaupun penting bahan pengajaran itu,
tetapi kalau tidak dapat diolah, tidak dapat dipahami dan tidak dapat
dipikirkan anak haruslah ditanggungkan pada masa yang akan datang.
b. Bahan
pengajaran pendidikan agama itu jangan terlalu luas. Kita jangan mengharapkan
anak sekolah dasar komplit mengetahui segala seluk beluk agama. Hal ini tidaklah
dapat dilaksanakan anak-anak. Bahan pelajaran yang terlalu luas tidak akan
memperoleh hasil yang baik, malahan hal ini akan dapat merusak pertumbuhan
rohani anak, daya berpikir, mengingat dan lain-lain semestinya digunakan untuk
hal-hal yang terbatas, akan sangat merugikan siswa kalau digunakan lebih dari pada
itu. Lagi pula kalau bahan itu terlalu banyak tidak ada kesempatan untuk melatih,
akibatnya akan sia-sia belaka.[9]
Tetapi walaupun sudah ditentukan kedua batasan tersebut
haruslah diingat bahwa kadang-kadang terdapat anak-anak yang mempunyai inteligensi
dan kemampuan lebih dari pada kawan-kawannya. Sehingga dalam hal ini guru agama
jangan hanya memperhatikan anak secara klasikal saja, tetapi merupakan hal yang
penting juga adalah turut pula memperhatikan tiap-tiap individu siswa. Sehingga
dengan ini pertumbuhan siswa yang cerdas tidak terhambat oleh karenanya,
demikian juga harus mendapat perhatian khusus. Sistim nonco atau cation dalam
beberapa hal adalah sangat penting sekali, umpamanya dalam hal yang khusus
dapat diterangkan kepada siswa kelas tertinggi masalah mentruasi umpamanya maka
siswa laki-laki harus dipisahkan.
1. Perkembangan
jiwa keagamaan anak bimbingan yang perlu diperhatikan.
Guru agama dalam melaksanakan tugasnya sebagai counselor/
pembimbing agama disamping perlu mendasari langkah-langkahnya dengan sumber
ajaran agama dalam proses counseling perlu memperhatikan perkembangan jiwa
keagamaan path anak bimbing (counsele) oleh karena faktor inilah yang justru
menjadi sasaran bimbingan dan penyuluhan yang prinsipil. Dengan tanpa
memperhatikan serta memahami perkembangan jiwa anak maka guru agama sulit
diharapkan sukses dalam tugasnya.
Perkembangan sikap keagamaan anak sangat erat hubungannya
dengan sikap percaya kepada Allah, yang telah ditanamkan di dalam lingkungan
pergaulan. Sikap tersebut senantiasa mendapatkan dorongan dan orang tuanya dan
juga kawan sepeijuangannya sampai kepada pengalaman ajaran agama serta
penghayatan terhadap nilai-nilai spiritual agama dalam kegiatan hidupnya
dikemudian hari. Oleh karena itu tugas pengalaman yang pertama-tama harus
dilakukan oleh guru agama sebagai counselor ialah pengamatan langsung pada
situasi dan sikap agama dan keluarga serat lingkungan hidup anak bimbingan yang
selanjutnya dijadikan bahan dasar pengertian didalam melaksanakan tugas sesuai
dengan metode mana yang hendak dipakai dalam proses bimbingan dan penyuluhan
agama itu.
Ada
beberapa hal yang memperkembangkan hidup keagamaan pada anak tingkat usia
sekolah dasar, antara lain sebagai berikut :
1. Pada
usia 6 tahun pengertian terhadap agama menjadi makin kuat, apalagi bila mana
praktek ibadah selalu diberikan kepada mereka, maka sikap tersebut akan semakin
kuat. Hubungannya dengan Allah SWT. Sangat bersifat pribadi (personal), mereka
senang berdo’a dengan sepenuh hati mereka berusaha menyesuaikan tingkah lakunya
menurut kehendak Allah SWT. Juga menurut kehendak orang tuanya. Mereka suka
menaruh minat untuk mengunjungi tempat pengajian bersama-sama dengan teman
sebayanya. Mereka senang menyanyikan lagu-lagu keagamaan yang diajarkan
disekolah. Perasaannya terhadap peristiwa kematian mulai berkembang dan salah
satu hal yang sangat ditakuti adalah bila mana meninggal dunia.
2. Usia
7 Tahun sampai dengan 10 tahun, mereka mulai memperoleh sikap yang lebih matang
terhadap agama. Mereka lebih ingin mengetahui tentang Tuhan dan banyak
mengajukan pertanyaan tentang hal tersebut, mereka merasa terganggu perasaannya
bilamana Tuhan diberitahukan kepadanya berada sekelilingnya yang tidak nampak
oleh panca indra. Mereka telah mendapat mengerti bahwa orang meninggal itu
hanya jasmaninya saja, sedangkan ruhnya tetap abadi berada di alam ghaib yang tidak
nampak sebagai halnya malaikat atau bidadari. Mereka telah mengerti bahwa orang
yang baik akan masuk syurga dan orang yang jahat akan masuk neraka. Dari sikap
pengertian semacam ini menimbulkan keinginan untuk berbuat baik serta taat kepada
orang tuanya serta gurunya di sekolah.[10] Oleh
sementara ahli didik periode usia inilah dianggap merupakan masa-masa peka terhadap pendidikan
agama, oleh karenanya sangat mudah dipengaruhi oleh guru agama.
3. Pada
10 sampai dengan 12 tahun anak telah benar-benar dapat menghayati cerita
peristiwa-peristiwa yang mendukung keghaiban (spiritual) seperti kematian dan
sebagainya. Meskipun belum memahami keghaiban semacam itu dalam hubungan dengan
konsepsi agama. namun demikian ia telah mulai mengadakan deferensi antara
nilai-nilai spiritual dan materil.
Di dalam jiwanya telah bersemai
perasaan tentang adanya hubungan
peristiwa ghaib dengan kekuasaan Allah SWT yang dirasa
sebagai penguasa segala peristiwa
tersebut. Oleh karena adanya
perasaan semacam itu dia
senantiasa berusaha mengarahkan hubungan dengan Allah
SWT melalui doa atau
sembahyang dan sebagainya.
Makamulailah nampak timbulnya
kepercayaan kepada Allah SWT yang diperdalam oleh peristiwa-peristiwa yang di
rasa gaib itu.[11]
Didalam periode inilah para guru agama sebagai konselor
dapat melakukan bimbingan atau penyuluhan melalui pendekatan situasional.
Peristiwa-peristiwa seperti kematian, bencana alam gempa bumi dan sebagainya
menumbuhkan dalam diri anak suatu kepekatan yang lebih berkesan dan pada
peristiwa biasa lainnya. Perasaan keagamaan dalam pribadi anak, sedangkan
perasaan keagamaan akan terbentuk pada masa pubertas (pancaroba). Perasaan
demikian itu perlu dikembangkan melalui partisipasi dalam kegiatan keagamaan
seperti sembahyang berjama’ah, penitia hari besar agama atau perayaan hari
besar agama serta organisasi dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.
Dengan demikian mereka akan banyak menghayati pengalaman
dalam lingkungan hidup yang mengandung nilai-nilai sosial keagamaan dan
pengalaman lain yang bersifat individual. Pengalaman masa mendekati kematangan
yang demikian itulah menurut Crow and Crow akan mengembangkan rasa kedamaian
dan kebahagiaan yang tak ternilai, terutama dalam situasi dan kondisi hidup
yang penuh penderitaan. Perasaan keagamaan yang mendorong pribadinya untuk
sirvice dalam segala situasi dan kondisi hidup, dimana dan kapan saja itulah
yang mampu menjadi benteng pencegahan dan hambatan-hambatan yang ditemui pada
akhirnya perasaan keagamaan yang terpupruk melalui pengalaman itu diterima
sesuai dengan akal pikirannya dan menerapkan dalam pola tingkah laku.[12]
Sedangkan anak usia sekolah tingkat SMP, perkembangan
rasa keagamaan dalam pribadi anak semakin menuju kepada kemampuan. Filsafat
hidup dan orientasinya kepada semesta alam, sedangkan penyusuaian diri dalam
sikap keagamaan berhubungan erat dengan aspek-aspek kehidupan yang lain
terutama hubungan dengan orang lain (human relation).
“Anak-anak pada tingkat pendidikan SMP telah memasuki
masa puberitas yang oleh para ahli psikologi seperli Rumke, R. Cassimir dan
sebagainya dianggap masa usia dimana perasaan keagamaan mulai terbentuk dan
pribadinya".[13]
Masa puberitas tersebut dialami oleh mereka sebagai permulaan
timbulnya sturmund drang (kegencongan batin). Yang memberikan pengaruh positif
dalam perkembangan hidup selanjutnya kegoncangan kejiwaan tersebut laksana
topan badai yang menghempaskan segala yang ada disekitarnya dan badai tersebut
baru dapat diredakan bila mana ada tokoh-tokoh kebapakan (Father Fugere) yang mampu
rnemberikan bimbingan dengan resep-resep yang berupa nilai-nilai kewahyuan.
Kekosongan batin dalam kegoncongan jiwa sangat terbuka kepada pengaruh
nilai-nilai keagamaan yang di bimbingkan oleh counselor yang menjadi dirinya
sebagai pelindung atau penyelamat baginya.
C.
Langkah-Langkah Menciptakan Situasi Keagamaan
Pengabdian akan membawa siswa taat melakukan perintah
Allah SWT. dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia tahu dan mengenal amal ma’ruf
nahi mungkar, melakukan amal kebajikan dan menjauhi kesesatan. Karena itu salah
satu tugas dan pada pendidikan ialah menyiapkan siswa agar mencapai tujuan
hidup yang utama yaitu meyiapkan diri untuk alam baqa. Dengan kata lain siswa
harus dididik kearah ketuhanan. Karena hidup beribadah itu adalah kewajiban
manusia dan karena dengan beribadah manusia akan mencapai tujuan hidupnya. Amar
ma’ruf nahi mungkar dan pengabdian kepada Allah SWT. Dengan demikian menjadi
pendorong untuk beramal kebajikan dengan ikhlas, bukan mengharapkan upah atau
ganjaran yang akan diperolehnya. Suatu perbuatan yang didasarkan atas pujian
sesama manusia merupakan penggerakan semangat berjuang membangun kesejahteraan
masyarakat. Kita tahu bahwa imanlah sebagai penggerak akan perbuatan kita dan
iman pulallah yang akan mencegah berlangsungnya perbuatan buruk.
1.
Menumbuh dan Membimbing Rasa Keagamaan
Pendidikan agama di sekolah dasar dimulai mengenalnya
kebesaran Tuhan dengan bebeberapa contoh kejadian benda di sekitar kita, sampai
kejadianalam semesta melalui cerita-cerita guru atau penghayatan siswa kepada
isi alam dikenalkan pula sifat kesempurnaan Tuhan.
Dengan keterangan guru yang sistematis maju setingkat
demi setingkat atas dasar psykologik dan diuraikan dengan contoh-contoh menurut
perkembangan siswa, akan membawa pengertian yang mendalam dan akhirnya yakinlah
ia bahwa Tuhan itu ada, Tuhan itu Maha Kuasa, Tuhan ini berakibat takut berbuat
dosa dan menusia akan senantiasa menjaga dirinya untuk berbuat kebajikan.
Keyakinan kepada Tuhan ini mempunyai masa perkembangan
yang tumbuh terus yang akhirnya akan sampai kepada keyakinan yang hakiki,
sehingga perasaan Ketuhanan yang merupakan perasaan jiwa yang tinggi itu dapat
tercapai. Setelah siswa memahami bahwa semua anggota tubuhnya semua benda
disekitarnya dan semua semesta isi alam ini adalah ciptaan Allah SWT.
Mengertilah ia bahwa semua itu sangat penting artinya bagi dirinya dan manusia
pada umumnya. Pengertian itu di resapkan dalam proses belajar bahwa akibat dan
pada menikmati pemberian Allah SWT. adalah bersyukur dan berterima kasih
kepadanya, dan berterima kasih kepadanya. Ini adalah suatu pendidikan harga
diri terhadap kebesaran dan pemberian Allah SWT. Dengan demikian ia akan pula
menghargai diri orang lain. Ia sadar bahwa dijadikan dengan kejadian yang
paling baik dengan ini ia akan lebih bersyukur kepada pencipta yaitu Allah SWT.
Yang Maha Rahman dan Yang Maha Rahim.
Jadi rasa keagamaan
siswa dapat dibimbing dan ditumbuhkan antara lain :
- Menanamkan keyakinan kepada Allah SWT
- Menumbuhkan rasa syukur kepada Allah SWT
- Berbakti dan beribadah kepada Allah SWT
- Menanamkan kerelaan beramal.[14]
2.
Membuat Kepribadian Yang Kokoh
Agama Islam mengandung ajaran susila dan memberi petunjuk
moral yang harus dijalankan. Agama memberi hukuman dan agama saksi yang
terakhir dari semua tindakan-tindakan mengenai moral. Ajaran ini merupakan hal
yang pokok yang harus dimiliki oleh setiap Muslim. Nabi Besar Muhammad Saw.
Diutus pertama-tama untuk memperbaiki akhlak dan tingkah laku umat manusia
dipermukaan bumi. Sebagaimana dikatakan dalam Hadist :
عن
ابي هريرة رضي الله عنه قال : قال انبي صل الله عليه وصلم. انما بعثت لانتم مكا رم
لاخلاق (روه ابيحقي).
Artinya : Sesungguhnya
Aku Diutuskan oleh Allah SWT. adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.[15]
Hadist di atas dapat diambil suatu ketauladanan dimana
Rasulullah SAW. tidak membedakan antara suatu kaum dengan kaum yang lainnya. Dalam
hal ini Allah SWT. telah mencerminkan bahwa Nabi Muhammmad Saw. adalah
suritauladan bagi semua manusia. Firman Allah SWT. dalam Al-Qur'an :
لقد
كان لكم فى رسو ل الله أسوة حسنه (الاحذب : 21)
Artinya : "Adalah bagi Rasulullah contoh suri tauladan
yang baik" (Al-Ahzab Ayat 21).[16]
Dengan demikian tugas Rasulullah SAW. yang paling utama
yaitu memperbaiki aklhak umat manusia yang terpengaruh dengan akhlak jahiliyah,
karena Allah SWT. telah meletakkan dalam pribadi Muhammad SAW. segala gambaran
kesempurnaan agar menjadi percontohan hidup yang abadi bagi generasi-generasi
selanjutnya, dalam mencapai kesempurnaan akhlak manusia.
Dalam amal makruf nahi munkar tidak sedikit hal-hal yang
mengenai tuntunan budi. Sehingga disusun iman yang terpisah yaitu : "Iman
Akhlak" yang membahas dasar-dasar kesusilaan positif berdasarkan agama
yang merupakan kebenaran mutlak bagi pemeliknya. Rasa tanggung jawab merupakan
hal yang harus dimiliki oleh setiap pemeluk agama Islam setiap perbuatan dunia
maupun ukhrawi harus dipertanggung jawabkan dan harus dipikulnya. Memijkul
tanggung jawab ini adalah suatu keharusan, karena manusia itu bertanggung jawab
terhadap diri sendiri dan terhadap sesama manusia. Bagi seorang Muslim dalam
soal tanggung jawab dalam sesama manusia harus
pula bertanggung jawab kepada Allah SWT. di hari pembalasan nanti. Ia
bertanggung jawab karena ia bebas memilih dengan pikiran, perasaan dan
kehendaknya. Dalam memilih perbuatan tingkah laku yang menurut tanggung jawab
dan yang dilakukan berdasarkan kemauan yang bebas, kata hati memegang peranan
yang penting. Dalam kata hati terdengar suara cita-cita yang tinggi. Bagi orang
beragama yang percaya kepada Allah suara Tuhanlah yang terdenger dalam kata
hati itu. Kata hati itu menegur, mendorong setiap pemeluk islam wajib percaya
akan adanya hari akhir dan hari pembalasan. Yang berarti segala tindakan dan
kelakuaanya di dunia dan ukhrawinya, sehingga ia dapat menjaga dirinya dan
sosialnya. Misalnya adalah makhluk sosial, ia senantiasa memerlukan bantuan
manusia disekitarnya, ia akan hidup berturut-turut dalam lingkungan ibu dan
anak, keluarga dan masyarakat. Agama islam sebagai agama yang diwahyukan sangat
mementingkan hidup bermasyarakat. Saling kenal mengenal, saling tolong menolong
dan bersahabat sesamanya dengan kecintaan kesatuan yang kokoh.
D. Faktor-Faktor Pendukung Terciptanya Situasi
Keagamaan Di Sekolah
Tugas
guru yang paling utama adalah mendidik dan mengajar, sebagai seorang guru ia
merupakan perantara yang aktif antara murid dan ilmu pengetahuan, sedangkan
sebagai pendidik ia merupakan median yang aktif antara murid dengan falsafah
negara serta kehidupan masyarakat dengan segala ragamnya.
Kegiatan mengajar
adalah menyangkut masalah kegiatan dan pekerjaan yang harus dilakukan guru
dalam proses pengajaran semua halnya dengan belajar, mengajarpun pada
hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisir lingkungan
yang ada disekitar anak didik sehingga dapat menumbuhkan proses belajar, pada tahap
berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan / bantuan kepada anak
didik dalam melakukan proses belajar. Bimbingan atau pimpinan terhadap anak
didik untuk mengantarkan ketingkat kedewasaan jasmani atau rohani dalam arti
berdiri sendiri.[17]
Dengan demikian banyak
faktor yang terlibat dalam peristiwa belajar mengajar itu baik yang bersumber
dari guru, anak didik maupun dari lingkungan dimana proses itu dilaksanakan.
Ada beberapa faktor pendukung terciptanya situasi
keagamaan di sekolah :
1. Peraturan
Untuk
melaksanakan / merupakan suatu kegiatan baik yang bersifat umum maupun yang
bersifat keagamaan, harus adanya suatu peraturan-peraturan (norma-norma).
Misalnya peraturan kedisiplinan. Apabila peraturan yang telah ditetapkan
tersebut tidak dijalankan atau diindahkan maka program tersebut tidak akan
berjalan sebagaimana mestinya.
2. Minat dan Perhatian Pemimpin
Guru akan menyumbangkan keahliannya
demi perkembangan siswa, akan memandang pekerjaan sebagai sumber kepuasan
pribadi biarpun tidak lepas dari tantangan, dia akan rela mengorbankan waktu
dan tenaga lebih banyak dari pada yang dituntut secara formal, sikap ini akan
diketahui dan dihargai oleh siswa.
Perhatian pemimpin dari sebuah lembaga
pendidikan formal sangat penting tehadap pelaksanaan atau program sehingga
minat belajar si anak dapat terjaga sepenuhya, dengan demikian situasi
keagamaan berjalan sesuai dengan yang diinginkan.
Dengan demikian untuk meningkatkan minat
belajar siswa baik di sekolah, di dalam keluarga atau pun lingkungan sekitar akan
berpengaruh bila ia tidak memiliki intelegensi yang baik serta perhatian dari
pimpinan yaitu guru.[18]
3. Sarana keagamaan
Sarana merupakan syarat yang harus ada
dalam rangka kelangsungan situasi keagamaan misalnya:
a. Ruangan belajar yang memadai
b. Ruangan guru
c. Mushalla
d. Tempat wudhu’
e. MCK
f. Tenaga pengajar.[19]
Sarana
tersebutlah yang menjadi alat pendukung terciptanya situasi keagamaan di
sekolah. Apalagi tenaga pengajar (guru). Tenaga pengajar merupakan kunci utama
dalam mengembangkan potensi anak didik.
1.
Kegiatan
Adapun
untuk mendukung tercapainya situasi keagamaan memiliki beberapa kegiatan antara
lain :
a.
Mengajarkan,
mengucapkan dengan fasih dua kalimah syahadat
b.
Menghafal
rukun iman dan rukun islam
c.
Mengajarkan
menghafal nama-nama Malaikat dan tugasnya masing-masing.
d.
Mengajarkan
sopan santun, termasuk mengucapkan salam, mentaati dan hormat kepada orang tua,
hormat kepada yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih muda. Meminta tolong
dengan baik serta mengucapkan terima ksih dengan baik.
e.
Mengajarkan
dengan fasih dan menghafal surat-surat pendek
f.
Tata cara
berwudhu’, cara melafazkan azan dan iqamah.
g.
Praktek
shalat, puasa, zakat dan haji
h.
Cerita serta
nyanyian yang bernafaskan islam.[20]
Dengan adanya kegiatan tersebut jelas
bahwasanya kegiatan-kegiatan agam yang diajarkan guru kepada anak didik dapat
dilaksanakan dengan baik, yaitu sebagai basis yang sangat mempengaruhi di dalam
mempersiapkan diri untuk menjadi seorang muslim yang bertakwa kepada Allah SWT.
berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, ketrampilan, berjiwa besar, tabah dan
ikhlas serta tangguh dalam mengamalkan syariat islam yang utuh dan dinamis
serta sebagai warga negara yang baik.
Banyak guru-guru muda memamerkan menggunakan
macam-macam metode lama tetapi ia tidak menginsafi bahwa yang penting itu bukan
sebaiknya, sesuai metode, tetapi orang yang melaksanakan metode itu dan melitah
eksistansi yang memungkinkan pada waktu itu.
Melihat pentingnya minat dalam
pengajaran tersebut sehingga Prof. Dr. Ovide Decroly (Belgia : 1871-1931),
menjadikan minat itu pusat seluruh pengajarannya, yang disebut Centeret D’
Interet. Menurut Decroly minat adalah suatu pernyataan suatu kebutuhan yang
tidak terpenuhi. Kebutuhan itu timbul dari dorongan hendak memberi kepuasan
suatu instink.[21]
Jadi didalam mengajar guru harus dapat
memilihkan bahan pelajaran yang menarik perhatian siswa, umpama di dalam
mengajarkan sifat-sifat Tuahn haruslah guru pandai mengubah atau membungkus
yang menarik, dengan bentuk cerita-cerita, bentuk percakapan dengan mengenalkan
keindahan alam dan sama yanag dijadikan tuhan dalam sekitar kita.
2. Pendidikan Kegamaan
Secara
langsung pengajaran agama akan membimbing kearah pendidikan keagamaan (religi).
Pendidikan ini harus dibawa kepada amal perbuatan yang bersendikan islam amal
perbuatan dan tindakan kita adalah didorong oleh perasaan dan kemauan. Bagi
seorang yang beragama maka perasasan keagamaanlah yang akan menentukannya. Ia
beribadat bukan karena dipuji oleh orang lain, ia memberikan darma orang lain
tetapi semua amal perbuatannya adalah semata-mata ingin kerelaan Allah dan
fahala dari pada-Nya. Semua amal perbuatannya itu diinsafi karena pengetahuan
ilmu agama yang dimilikinya sehingga ia berbuat dengan kesadaran dan
keikhlasan. Dengan demikian ilmu, amal dan ikhsan didalam agama adalah
merupakan yang jalin menjalin tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.
3. Pendidikan Kecerdasan
Pendidikan
kecerdasan atau pendidikan intellect sangat diutamakan dalam agama. Semua
peribadatan dan amal perbuatan harus didasarkan atas pertimbangan fahala dosa,
sah-batal, halal-haram baik buruk dan benar-salah pertimbangan hukum ini
memerlukan akal pikiran yang baik dengan pengetahuan yang ada. Menjalankan
agama harus didasarkan atas pengetahuan yang benar dan harus atas dasar-dasar
hukum yang kuat kesemuanya itu hanya mungkin kalau seorang itu mempergunakan
akal pikirannya.
Jadi
pendidikan agama membantu pembentukan akal, baik formil dan materil, formil
karena pendidikan agama sangat mengutamakan perimbangan dan menentukan
dalil-dalil yang positif. Materil karena dengan pendidikan agama ini akan
menambah dan meluaskan pengetahuan dan pandangan siswa (anak), serta
pengembangan pribadi mereka.
=0=
[1]
Abd. Rachman Shaleh, Pendidikan Agama
Islam. Bulan Bintang, Jakarta,
1969, Hal. 34.
[2] Ibid., hal. 51
[3] Ibid.,
Hal. 35.
[4]
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta,
Hal. 35.
[5]
Departemen Pendidikan Agama, Al-Qur'an
dan Terjemahnnya, Bulan Bintang, Jakarta,
1983, hal. 36.
[6] Salim
Bahreisy, Terjemahan Riadhus Shalihin,
Jilid I, AI-Ma’ruf, Bandung, 1977, Hal. 203.
[7]
Abd. Rachman Shaleh, Pendidikan Agama
Islam, Bulan Bintang, Jakarta.
Hal 34 - 40.
[8] Ibid.,
Hal. 40.
[9] Departemen
Agama RI, Buku Penataran Guru Pendidikan Agama Islam,
Gunung Agung, Jakarta,
1994, Hal. 143.
[10]
Lester D. Crow & Alice D. Crow, Child
Development and Adjustment, A.
Study of Child Psychology, Bulan Bintang, Jakarta, 1962, Hal. 420.
[11] Moh.
Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional.
PT. Remaja Rosdakarya. Cet. XII Bandung,
2002, Hal. 29.
[12] Arifin,
H.M, Psikologi dan Beberapa Aspek
Kehidupan Manusia Penerbit Bulan Bintang. 1976.P. 238-239.
[13] Rumke.
R. Cassimir, Psikologi Pendidikan,
Pustaka Setia, Jakarta,
1993, hal, 114.
[14]
Ahmad D. Marimba, Op-Cit, Hal. 35.
[15]
Al-Baihaqi, Al-Sunnah Al-Kubra, Juz
X, Al-Maktabah Menjalin Ma'arif Al-Usmaniyah Relaby Dukuma Hindy, Bairut, 1955,
hal. 192.
[16] Ibid., hal. 204.
[17] Ibid., hal. 20.
[18] Ibid.. Hal. 19.
[19]
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan
Agama, Pustaka Setia, Jakarta,
1997, Hal. 20.
[20]
Anton Bakker, Program Kegiatan Belajar
Mengajar, Bulan Bintang, Jakarta,
1998, Hal. 67.
[21]
Zakiah Darajat ….. No. 4, Ilmu Jiwa Anak, Masa Anak, Ganaco, Bandung, 1959.
No comments:
Post a Comment